Khilafah.id – Masing-masing kelompok memiliki ideologi tersendiri yang diperjuangkan. Tak terkecuali organisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Organisasi yang didirikan Abu Bakar al-Baghdadi ini berpegang teguh pada paham radikal (radikalisme) dengan kampanye berdirinya Negara Islam berbasis sistem Khilafah.
Secara sederhana ISIS membedakan negara Islam dengan negara kafir dari penerapan sistemnya. Jika sistem yang digunakan Khilafah, jelas itu termasuk negara Islam. Sebaliknya, jika sistemnya bukan Khilafah, semisal Indonesia, diklaim negara kufur. Tragisnya, negara kufur wajib diperangi alias halal darahnya dibunuh. Naudzubillah!
Ideologi ISIS tak dapat disepelekan. Ideologi yang cukup berbahaya ini sudah menyebar di pelbagai negara, termasuk di Indonesia. Ada beberapa warga Negara Indonesia sendiri yang terpapar ideologi ISIS. Salah satunya, Abu Farros. Pria kelahiran Surabaya ini berangkat ke medan perang di Suriah dan bergabung dengan kelompok militan yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS.
Ketika berada di Suriah, tempat ISIS berkuasa, Abu Farros dihadapkan dengan kekejaman perang, kekejian ISIS, dan perangai negatif sang perekrut. Di situlah dia tersadar kalau dia terjebak dalam doktrin ISIS yang menyesatkan. Dia kemudian memutuskan meninggalkan Suriah.
Abu Farros terpapar doktrin ISIS berawal dari menonton berbagai film propaganda yang beredar di media sosial. Atas nama persaudaraan (ukhuwah) sesama muslim Abu Farros terdorong untuk membantu menyelamatkan orang Islam dari penindasan. Sayangnya, semua itu hanyalah propaganda ISIS semata untuk merekrut anggota dengan mudah.
Di tengah situasi yang panik disertai ketakutanmu Abu Farros memutuskan untuk menelpon istri, ibu dan keluarganya di Surabaya. Keluarganya menangis meminta pulang. Abu Farros menyesal kenapa ia sudah sampai Suriah.
Untuk pulang paspor Abu Farros ditahan Salim Attamimi alias Abu Jandal. Awalnya, dia tidak diperbolehkan pulang. Tapi, ketika meminta ibunya untuk berbicara langsung dengan Abu Jandal, akhirnya Abu Farros diperbolehkan pulang. Karena, bagi Abu Jandal, selama masih punya ibu, jihadnya adalah berbakti kepada ibunya, bukan berperang di negara konflik.
Ketika kembali ke Indonesia, Abu Farros bertobat tidak bakal mengulangi lagi perbuatan yang sama di masa depan. Ia berjanji akan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Karena, di sanalah ia bisa menemukan jihad yang sesungguhnya, yaitu berbakti kepada orangtua dan membahagiakan keluarga.
Khalilullah, Lulusan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.