Khilafah.id – Ketua Tim Pembela Ulama, Eggi Sudjana, mengajak HTI dan FPI bergabung menduduki gedung DPR menuntut Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan segera ditangkap. Menurut Eggi, Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) yang ia bentuk tetap tidak kuat karena FPI dan HTI pecah sehingga umat Islam tertindas terutama oleh militer NKRI. Pria yang pekan lalu datang ke Mabes Polri tetapi laporannya ditolak itu dengan emosi menyalahkan umat Islam yang dianggapnya tidak kompak.
“Ada adinda Islami Yusanto (Jubir HTI, red.) yang punya massa jutaan itu, HTI-nya itu. HTI kan bubar di administrasinya saja, faktanya kan kagak. Gerakin itu,” ujar Eggi, Senin (25/4) kemarin.
Pernyataan Eggi tentang HTI tersebut menarik ditindaklanjuti; benarkah HTI tetap masif bergerak di bawah tanah? Jika iya, siapa targetnya? Kajian-kajian daring tentang khilafah, dustur negara khilafah, terutama pada Ramadhan ini, juga sinyal yang kuat indoktrinasi mereka, betapapun badan hukumnya telah dicabut lima tahun silam. Tetapi, adakah penindakan tegas terhadap para pelakunya?
Tidak ada. Pemerintah merespons secara gamang dan seperti membiarkan. BNPT boleh jadi beralibi bahwa aktivis HTI bukanlah teroris sehingga tidak perlu dikhawatirkan, tetapi bukankah penyebaran ideologi khilafah cukup riskan untuk eksistensi negara? Twitter, YouTube, dan Facebook, merupakan media mainstream dakwah khilafah. Memanipulasi sejarah, mencatut nama sejarawan, dilakukan untuk kepentingan politik kekuasaan. Islam hanya tameng agar umat membela pergerakan mereka.
Ketidakhadiran pemerintah di momen-momen urgen, di mana pencegahan segera merupakan keniscayaan, mengundang tanya publik: jangan pemerintah memang tidak mampu menangani, atau jangan-jangan birokrasi para aktivis HTI sudah merasuki mereka, sehingga memungkinkan kongkalikong? Bagaimana mungkin pemerintah tidak mengambil strategi untuk melenyapkan aktivis HTI beserta propagandanya?
Pertanyaan lanjutannya, benarkah militer berada di ujung tanduk indoktrinasi khilafah HTI tersebut? Sejumlah postingan Instagram para aktivis khilafah menyiratkan mereka jadi pengisi kajian di kamp militer, apakah artinya itu? Apakah lambannya respons aparat juga disebabkan fakta ini? Tindakan tegas yang diharap seluruh masyarakat, tentunya kebijakan yang sudah sesuai ketentuan konstitusi.
Menindak mereka memang berpotensi mendapat reaksi agresif oleh orang-orang yang sekelompok. Sebagai contoh, andai Ismail Yusanto, juru bicara HTI, provokator umat melalui film Jejak Khilafah, ditangkap lalu dipenjara. Pasti akan terjadi demo di Monas, di DPR, bahkan di istana. Seperti modus yang sudah berlalu, mereka akan berteriak, “Stop kriminalisasi ulama!” sembari “Takbir!!!”
Dan, yang sudah kita alami sebelumnya akan terulang kembali. Keadaan akan semakin panas, bahkan bisa terjadi makar. Dalam konteks ini, semua orang menyadari, tidak mudah memproses para aktivis HTI secara hukum, saking kuatnya mereka menghasut umat menggunakan term-term Islam di satu sisi, dan di sisi lainnya disebabkan manipulasi mereka yang tidak mengaku sebagai “aktivis HTI”, melainkan sebagai “umat Islam”. Mereka mempermainkan emosi umat, menuduh penegak hukum sebagai pihak yang tidak ingin Islam bangkit.
Tindakan tegas adalah sesuatu yang urgen kita lakukan sekarang, tetapi pada saat yang sama, kesadaran umat sangat terbatas: mudah terpengaruh provokasi aktivis HTI. Andai kita bisa mengedukasi umat untuk tidak lagi percaya semua kelicikan aktivis HTI, andai umat Islam mau sadar bahwa agama mereka tengah dipermainkan para dedengkot khilafah untuk kepentingan politiknya, apakah kesukaran tersebut masih mungkin terjadi?
Masalahnya adalah, semua ini berpusat pada ketegasan pemerintah. Mereka seharusnya bergandengan tangan dengan civil society, menerapkan kebijakan yang tepat-tegas-berani, yang tidak gamang hingga memicu anggapan yang tidak-tidak di benak masyarakat. Penindakan mereka, bahkan dengan memenjarakan setiap aktor provokatif para aktivis HTI, jauh lebih efektif daripada kebijakan wacana belaka, misal dengan mengagendakan moderasi beragama.
Bagaimana mungkin moderasi beragama bisa diterapkan, sementara umat Islam masih dalam cengkeraman aktivis HTI? Ke depan, kita, rakyat, sangat berharap, bahwa kepada siapapun yeng membahayakan NKRI, satu kata: “Hukum mereka.” Para aktivis HTI tidak boleh diruang sejengkal pun. Dan tentu itu tidaklah merenggut hak mereka sebagai warga negara. Kita sedang mau bicara perihal hak, atau mau menyelamatkan eksistensi negara? Selamatkan militer kita dari cengkeraman HTI!
*Artikel ini merupakan muat ulang dari Editorial Harakatuna.