Khilafah.id – Pada hakikatnya islamofobia ialah sebuah prasangka, ketakutan sampai dengan kebencian terhadap Islam dan muslim. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan lembaga pemikiran kesetaraan ras atau sering disebut Runnymede Trust dari Inggris menyebutkan bahwa islamfobia sebagai rasa takut dan kebencian terhadap Islam serta kepada semua muslim.
Hingga akhirnya hal ini juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial dan masyarakat sampai dengan kebangsaan. Dan, Naasnya kebencian tersebut seakan sudah turun temurun sampai dengan sekarang.
Ketakutan terhadap Islam dan muslim inilah yang seharusnya dibenahi bersama. Bahwasanya edukasi tentang bahaya tentang membenci juga harus diberikan kepada masyarakat. Terlebih dengan nilai keagamaan. Sebab, apabila digali dari akar sejarahnya sebenarnya Islam lahir sebagai agama yang rahmat. Memberikan jalan kemanusiaan untuk seluruh alam, termasuk juga sesama manusia.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam Al-Quran, bahwa Islam adalah ajaran universal yang misi kebenarannya melampaui batas-batas suku, etnis, bangsa dan bahasa. Lebih dari itu Islam sebagai agama penutup secara intrinsik jangkauan dakwahnya harus mendunia.
Secara historis-sosiologis, baru pada abad sekarang ini umat Islam sadar, bahwa Islam benar-benar tertantang memasuki panggung dakwah berskala global, yang antara lain disebabkan oleh kemajuan teknologi dan informatika. (Ainur Rahim, 1998, dalam buku Pemikiran dan Peradaban Islam).
Dengan pemahaman tersebut, untuk memberantas rasa takut atau hadirnya Islamfobia di tengah-tengah masyarakat ialah dengan mengenalkan Islam yang bersifat wasathiyah atau moderat. Edukasi tentang Islam yang wasathiyah akan memberikan pandangan hidup bagi setiap orang. Dengan pemahaman yang demikian, manusia akan lebih mengenal Islam lebih toleran dan santun.
Hingga titik poinnya Islam wasathiyah akan memberikan sebuah ajaran yang akan membawa manusia pada fitrah yang menyenangkan dan mendamaikan. Sebagaimana yang sudah sering dikatakan, bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, yang berarti membawa rahmat bagi seluruh alam. Maka sudah seharusnya rahmat ini disebarkan dengan santun, sehingga masyarakat bisa memahami tentang pentingnya beragama yang memanusiakan.
Dari sini sudah sangat jelas, salah satu untuk memberantas kebencian atau phobia masyarakat ialah memberikan jalan atau ajaran melalui pemahaman Islam yang wasathiyah. Sebab, bisa dikatakan melalui Islam wasathiyah tersebut, seseorang akan memahami bahwa perintah dakwah dalam Islam bertujuan terwujudnya transformasi dan perubahan kepada kebaikan dan kebenaran.
Selain itu Islam wasathiyah juga memberikan sebuah pemahaman, bagaimana muslim berperan pada sikap amanah serta jujur dalam beragama. Yang kemudian akan mengarahkan pada pelaku dalam beragama tidak hanya ritual-ritual murni, tapi juga dalam hal-hal yang potensial atau tindakan sehari-hari.
Seperti misalnya melakukan sebuah pertemuan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang agama yang berbeda, seperti doa bersama atas nama kebersamaan, kebangsaan, atau kearifan lokal dan kebaikan lainnya.
Dalam hal ini Yusuf Al-Qardhawi juga menjelaskan, bahwa kata wasathiyah juga diungkapkan dengan istilah tawazun (seimbang). Yang memiliki maksud bersikap tengah-tengah atau seimbang antara dua aspek yang saling berseberangan; di mana salah satu aspek tidak mendominasi seluruh pengaruh aspek yang lain; di mana salah satu aspek tidak mengambil hak yang berlebihan.
Contoh aspek-aspek yang saling berseberangan adalah aspek ruhiyah (spiritual) dan madiyah (materiil); aspek individual dan aspek kepentingan politik; aspen realitas dan idealis; dan mungkin aspek yang mungkin berubah-ubah.
Adapun makna seimbang di antara kedua aspek yang berlawanan, adalah membuka ruang masing-masing aspek secara luas; memberikan hak masing-masing secara adil dan seimbang. Tanpa penyimpangan, berlebih-lebihan, pengurangan, tindakan melampaui batas atau merugikan.
Dengan adanya edukasi yang santun ini, tentunya kebersamaan akan terjalin dengan baiknya. Perbedaan bukanlah sebuah alasan untuk saling menyalahkan. Melainkan menjadi jalan untuk saling menguatkan. Sebab, semua sudah saling menghormati, mencintai, serta siap membangun peradaban yang menyenangkan untuk ke depannya.
Hingga setiap orang akan menyadari betapa pentingnya persaudaraan. Baik persaudaraan dalam berbangsa, bernegara, ataupun persaudaraan dalam sesama manusia. Dan dari keadaan inilah Islamofobia akan tersingkir dari kehidupan sehari-hari.
Suroso, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.