Khilafah.id – Di tengah mewabahnya virus Corona di dunia, terkhusus di Indonesia, para pendukung khilafah memanfaatkan situasi ini untuk menyebarkan virus mosi tidak percaya pada pemerintah. Sebagaimana dikutip oleh Lufaefi, para pendukung khilafah berkamuflase dengan mencaplok nama Islam demi mendapatkan dukungan dari masyakat. Mereka melancarkan aksinya dengan menawarkan solusi yang dibungkus dengan nama Islam.
Bahkan, tidak sedikit mereka menggaungkan lockdown yang menurutnya sampai saat ini belum pemerintah lakukan. Mereka mempertanyakan peran pemerintah dalam menangani wabah ini. Mereka menganggap solusi pemerintah tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dengan melancarkan premis-premis di atas, pada akhirnya pendukung khilafah mengatakan bahwa solusi inti dari masalah yang dihadapi negri ini adalah khilafah Islamiyah.
Cara berpikir seperti ini telah dirumuskan oleh Auguste Comte dalam tiga proses dan perkembangan pemikiran manusia. Tahap pertama, yaitu manusia berpikir bahwa suatu kejadian, misalnya Gerhana Matahari, itu terjadi karena dewa atau Tuhan (kekuatan supranatural). Begitupun semua yang ada di dunia ini seperti pohon atau lain sebagainya memiliki ruh. Pada tahap ini, manusia dianggap begitu relijius. Dari sinilah agama-agama terbentuk. Tuhan-tuhan mulai dibicarakan.
Tahap kedua, yaitu manusia masuk pada tahap metafisis (rasional). Pada tahap ini, manusia tidak langsung menisbatkan kepada Tuhan atau kekuatan gaib. Pada tahap ini, manusia mulai mengganti takhayul-takhayul dengan aktivitas berpikir. Walaupun demikian, di sini pun perhatian senantiasa tertuju pada faktor-faktor gaib (rahasia) dan ke-mengapa-an fenomena-fenomena tetap dipertanyakan.
Dan tahap ketiga, yaitu manusia masuk pada tahapan positif. Pada tahap ini manusia melewati kepercayaan atau anggapan tentang adanya ruh pada benda-benda serta kebergantungan mereka pada Tuhan-tuhan . Begitupun dengan pencarian sebabnya, mereka tidak berbicara terkait ke-mengapa-an, tetapi menggantinya dengan ke-bagaimana-an.
Pada tahap ini manusia mulai melakukan eksperimen untuk mengungkap sebuah kejadian. Pada tahap ini, Tuhan-tuhan mulai tersingkir dari pembicaraan manusia. Penelitian eksperimental satu langkah lebih maju dibandingkan sekadar meyakini kekuatan gaib, termasuk pada Tuhan.
Auguste Comte merumuskan tiga proses dan perkembangan berpikir manusia di atas untuk menjustifikasi bahwa bagaimana agama terbentuk dan bagaimana ia akan tersingkir dari pembicaraan manusia. Menurut Comte, Tuhan hanya pengganti bagi sebab yang belum diketahui. Dengan rumusan ini, Comte ingin mengatakan bahwa perluasan ilmu menjadi sebab matinya agama.
Sebenarnya Islam tidak menolak rumusan Comte. Jika Comte mengatakan tiga proses itu sebagai tahapan, maka Islam memaknainya sebagai sebuah satu kesatuan. Islam tidak menolak rasionalitas dan ilmu eksperimental. Keduanya pun tidak menjadi sebab pengganti Tuhan.
Bahkan, keduanya harus dikembalikan kepada Tuhan sebagai sebab dari segala sebab, yang dalam rumusan Comte disimpan pada tahapan pertama. Karena jika semuanya tidak dikembalikan pada sebab dari segala sebab, maka akan terjadi daur atau tasalsul. Karena hakikatnya semua sebab bermuara pada sebab pemberi wujud, yaitu Tuhan.
Pada konteks para pendukung khilafah dalam melihat wabah virus Corona ini, mereka hanya sampai pada tahapan pertama dari rumusan atau formulasi Auguste Comte. Bagaimana tidak, segala sesuatu termasuk solusi wabah Corona selalu dikembalikan langsung pada aspek religius (gaib) atau pendirian khilafah Islamiyah. Mereka seolah tidak mengindahkan solusi hasil dari penelitian ilmu eksperimental.
Satu-satunya solusi canggih yang mereka tawarkan adalah lockdown sebagaimana anjuran riwayat. Lockdown memang salah satu solusi, tapi kita harus bertanya lockdown yang seperti apa? Apakah dengan tidak mengindahkan kondisi sosial dan ekonomi? Bukankah lockdown anjuran agama? Tapi, mengapa India, Amerika dan China justru malah kacau? Jelas lockdown yang diajarkan hadits bukan lockdown yang serta merta, tapi lockdown dengan observasi dan pertimbangan segala aspek.
Dari sini, jelas kita tidak bisa menggunakan satu cara berpikir saja sebagaimana yang dilakukan penyeru khilafah. Kita perlu menggunakan cara berpikir komprehensif dalam menyelesaikan segala masalah. Sehingga premis ‘solusi segala sesuatu itu adalah khilafah’ tidak layak untuk dijual-belikan kembali di tengah pandemi Covid-19. Karena demikian tidak lain kecuali merupaka kekerdilan dan kerancuan dalam berpikir.
Beta Firmansyah, Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STFI Sadra Jakarta.