Khilafah.id – Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 melahirkan tujuh poin penting terkait jihad dan khilafah dalam konteks NKRI. Antara lain bahwa politik Islam bersifat dinamis dan berorientasi kemaslahatan. Khilafah, bukan satu-satunya sistem politik yang diakui dan dipraktikkan oleh Islam.
Sedangkan jihad ialah ajaran Islam yang intinya menyeru untuk meninggikan kalimat Allah. Sebagai penutup, ijtima ulama menyatakan bahwa MUI bermanhaj wasathy alias moderat. Oleh karena itu, MUI mendorong umat tidak menstigmatisasi khilafah dan jihad.
Poin-poin hasil Ijtima Ulama itu relevan dengan situasi kekinian. Seperti kita lihat belakangan ini, ada semacam upaya mengaburkan makna jihad dan khilafah. Di satu sisi, kalangan sekuler beranggapan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari ajaran Islam. Di sisi lain, kalangan fundamentalis berkeyakinan bahwa khilafah ialah satu-satunya sistem pemerintahan ideal dalam Islam. Dan jihad ialah aktivitas berperang di jalan Allah melawan musuh Islam.
Dua pandangan itu sebenarnya absurd dan irasional. Kubu sekularis yang menganggap jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam mengalami amnesia sejarah. Bagaimana pun juga, kita tidak bisa menghapus fakta sejarah bahwa dunia Islam pernah mengalami masa kekhalifahan hingga berakhir pada tahun 1924. Di saat yang sama, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa jihad merupakan ajaran pokok Islam. Di dalam Al-Qur’an maupun hadist terhadap perintah jihad bagi tiap muslim.
Meski demikian, kubu fundamentalis tampaknya juga mengalami semacam halusinasi. Mengatakan bahwa khilafah ialah satu-satunya sistem politik ideal bagi dunia Islam ialah sebuah pemikiran yang prematur dan. Tersebab, dalam perjalanan sejarah Islam, sistem kekhalifahan itu tidak pernah tunggal. Masing-masing khilafah memiliki mekanisme sendiri-sendiri dalam melakukan suksesi kepemimpinan dan menjalankan pemerintahan.
Demikian pula, mengidentikkan jihad sebagai perang tentu problematis. Apalagi di tengah kondisi ketika sebagian besar umat Islam tinggal di negara-negara yang aman dan damai. Dalam konteks negara-bangsa yang aman dan damai, khilafah dan jihad sebagaimana dipahami kaum fundamentalis justru bertentangan dengan syariah.
Seperti kita ketahui, tujuan pokok syariah ialah mewujudkan keadilan, perdamaian, dan keselamatan. Semua itu mustahil terwujud manakala kita terjebak dalam penafsiran khilafah dan jihad ala kaum fundamentalis.
Mengembalikan Makna Khilafah dan Jihad
Di sinilah diperlukan apa yang oleh Muhammad Abdullah Darraz disebut sebagai “reformulasi khilafah dan jihad”. Reformulasi ialah proses memformat ulang segala sesuatu karena sudah menjauh dari titik idealnya. Reformasi juga diartikan sebagai upaya mengembalikan keadaan seperti semula.
Dalam konteks khilafah dan jihad, reformasi penting dilakukan untuk mengembalikan makna kedua istilah itu sesuai dengan aslinya. Reformasi khilafah dan jihad juga semacam upaya merekonstruksi kedua konsep tersebut dari sisi teologis maupun historis.
Dari sisi teologis, kita perlu mempertegas makna khilafah dan jihad. Khilafah ialah sistem pemerintahan dan kepemimpinan. Di satu sisi, Islam mewajibkan umatnya untuk mengangkat seorang pemimpin dan menyusun sistem pemerintahan. Namun, ihwal siapa yang memimpin dan bagaimana sistem pemerintahannya, Islam memberikan keleluasaan bagi umatnya untuk bermusyawarah.
Demikian pula ihwal jihad. Dari sudut pandang teologis, jihad ialah kewajiban tiap-tiap muslim. Namun, bagaimana konsep jihad itu dipraktikkan tentu menyesuaikan kondisi ruang dan waktu. Di kondisi damai jihad tentu lebih tepat dimaknai sebagai sebuah gerakan sosial untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik.
Sedangkan dari sisi historis, kita perlu merekonstruksi masa lalu untuk menentukan arah masa depan. Kita tidak bisa menampik kenyataan khilafah sempat membawa Islam pada puncak kejayaan. Namun, kita juga tidak bisa menafikan fakta bahwa khilafah juga diwarnai oleh berbagai konflik dan pertumpahan darah. Fakta sejarah memang tidak dapat dihapus. Namun, kita bisa move on dari masa lalu untuk membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Sikap move on itu bisa kita tunjukkan dengan tidak lagi memaknai khilafah dan jihad dalam konteks politik Islam Abad Pertengahan yang penuh intrik, konfrontasi, dan kontestasi perebutan kekuasaan.
Di era kontemporer ini, dunia Islam idealnya menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis, ramah perbedaan, inklusif, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dalam konteks ini, konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kiranya merupakan perwujudan dari upaya membentuk pemerintahan yang adil dan damai sebagaimana diamanatkan oleh Islam.
NKRI kiranya juga merupakan bagian dari jihad kebangsaan mewujudkan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Siti Nurul Hidayah, Peneliti pada “Center for the Study of Society and Transformation”, alumnus Departemen Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.