Khilafah.id – Tidak diragukan lagi bahwa kaum muda selalu mengambil peran strategis dalam setiap perubahan zaman. Di tahun 1945 anak muda lah yang mendorong generasi tua untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan. Tanpa dorongan generasi muda, mungkin sejarah kemerdekaan akan punya alur berbeda.
Di tahun 1998, kaum muda menjadi pelopor gerakan demokrasi. Mereka turun ke jalan menuntut pergantian sistem pemerintahan kea rah yang lebih bebas dan terbuka. Lantas, apa sumbangsih generasi muda angkatan 1928 yang mempelopori lahirnya ikrar Sumpah Pemuda.
Mengutip Romo Mangun dalam bukunya Gerundelan Orang-Orang Republik, sumbangsih terbesar generasi 1928 adalah membebaskan bangsa dari mental inlander dan inferior. Sekian lama hidup dibawah kekuasaan penjajah, mau tidak mau membuat mental bangsa lemah, mudah kagum pada bangsa lain dan minder pada potensi diri sendiri.
Kini, usia Sumpah Pemuda menginjak 94 tahun. Zaman telah berganti, generasi lama berganti generasi baru, tantangan bangsa pun kian kompleks. Lantas, apa sumbangsih konkret yang bisa diberikan oleh generasi muda saat ini?
Hari ini, kita tidak lagi menghadapi ancaman kolonialisme asing melalui pengerahan kekuatan militer. Namun, yang kita hadapi saat ini adalah infiltrasi ideologi transnasionalisme yang dalam banyak hal bertentangan dengan prinsip kebangsan. Ideologi transnsional itu dicirikan dengan sejumlah karakter.
Pertama, anti-prinsip kebangsaan dalam artian tidak mengakui ideologi dan sistem pemerintahan yang dianut suatu negara. Ideologi transnasional memiliki agenda untuk menyeragamkan seluruh negara di dunia dibawah satu ideologi yang sama sesuai kemauan mereka.
Kedua, bercorak eksklusif dan intoleran sehingga bertentangan dengan prinsip kebinekaan. Gerakan ideologi transnasional anti-pada perbedaan, dan menganggap kelompok yang berbeda sebagai musuh atau ancaman yang harus dienyahkan.
Ketiga, ideologi transnasional pro terhadap cara-cara kekerasan untuk mewujudkan kehendaknya. Para pengusung gerakan ideologi transnasional rela menghalalkan segala cara untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Termasuk melalui kudeta, pemberontakan, dan sejenisnya.
Keempat, ideologi transnasional selalu membajak ajaran agama untuk menarik simpati masyarakat. Ajaran agama dimanipulasi untuk membenarkan tindakan destruktif mereka. Agama dijadikan kedok agar apa yang mereka lakukan tampak suci dan mulia.
Optimalisasi Duta Damai Melawan Ekstremisme
Cilakanya, target utama kelompok transnasional ini adalah kaum muda, yakni kelompok milenial dan gen Z. Bagi para pengasong ideologi transnasional, menyebarkan paham radikal ke anak muda adalah semacam investasi jangka panjang. Anak-anak muda itu ke depannya akan menempati posisi strategis, baik di ranah pemerintahan maupun swasta. Menjadi mengkhawatirkan jika sejak muda mereka sudah terpapar ideologi anti-kebangsaan.
Maka dari itu, keberadaan duta damai yang dicetuskan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) penting sebagai agen penangkal penyebaran ideologi transnasional di kalangan anak muda. Duta damai yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan berasal dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa sampai santri ini diharapkan mampu membentengi kaum muda dari pembajakan kaum radikal.
Keberadaan duta damai yang tersebar di seluruh Indonesia ini menjadi semacam jejaring gerakan kolektif kaum muda dengan satu orientasi. Yakni menyebarkan pesan toleransi dan persatuan serta melawan segala narasi radikalisme dan ekstremisme. Baik di dunia nyata maupun maya. Kaum muda yang hidup di zaman ini memang tidak berperang fisik melawan penjajah, layaknya generasi pra-kemerdekaan.
Namun, kaum muda zaman ini menghadapi perang yang lebih kompleks, yakni perang ideologi, pemikiran, dan narasi yang terjadi di dunia maya. Internet dan media sosial telah menjadi arena pertempuran baru bagi ideologi politik maupun wacana keagamaan. Jika tidak punya pemahaman yang sahih akan peta kontestasi ideologi itu, bukan tidak mungkin kita akan terjerumus ke dalam propaganda kaum ekstremis.
Terbukti, dalam setahun terakhir ada sekitar 100 anak muda yang ditangkap aparat keamanan karena terlibat gerakan terorisme. Angka itu membuktikan betapa tingginya potensi kaum muda terlibat kekerasan dan ekstremisme agama. Kondisi psikologis yang labil ditambah ghiroh beragama yang memuncak adalah celah bagi masuknya ideologi radikal ke kalangan anak muda.
Peringatan Sumpah Pemuda saban tanggal 28 Oktober kiranya menjadi pengingat bagi kaum muda untuk berkomitmen menjaga eksistensi bangsa dan negaranya. Kaum muda harus bisa mengkompromikan antara kebutuhan untuk menjadi saleh dalam beragama sekaligus menjadi warga yang baik dalam bernegara.
Duta Damai yang berasal dari bermacam latar belakang idealnya bisa menjadi contoh atau inspirasi bagaimana menjadi anak muda di zaman sekarang. Menjadi muda bukan sekadar ikut arus apalagi terjebak trend FOMO (Fear of Missing Out). Menjadi anak muda berarti memiliki kesadaran dan tanggung jawab baik pada masa depan dirinya, serta masa depan bangsa dan negaranya.
Nurrochman, Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.