Khilafah.id – Dalam durasi 21:23 menit, Felix Siauw, seorang figur jebolan HTI menuduh bahwa pemerintahan saat ini sudah mempunyai grand design untuk melakukan sekularisasi Indonesia. Dengan judul Monsterisasi & Desakralisasi Simbol Islam, Felix Siauw menulis dalam deskripsinya bahwa otak-otak liberal penista agama tidak menyukai tauhid sebagaimana disimbolkan dalam bendera. Akun Youtube dengan namanya ini sudah ditonton 13.917 kali dengan 1300 like dengan subscriber sebanyak 149 ribu.
Pertanyaannya kemudian, benarkah Indonesia sedang mengalami sekularisasi? Benarkah program deradikalisasi itu adalah bagian dari tujuan sekularisasi? Dalam pandangan Felix, Indonesia ini bernapaskan Islam, maka setidaknya Islam—dalam versinya—harus terus diperjuangkan di tanah Indonesia. Menurutnya, ada upaya untuk melakukan sekularisasi Indonesia dengan cara mencanangkan perang melawan radikalisme. Lalu Felix mengatakan pembubaran HTI adalah puncak dari program ini. Hal ini dikarenakan pemerintah yang ada tidak menyukai Islam dan tidak menyukai khilafah.
Akan tetapi, menurut penulis, yang paling jahat dari pernyataan Felix di Youtube tersebut adalah tuduhan-tuduhannya yang dialamatkan kepada para penentang khilafah versi HTI. Secara implisit, NU menjadi salah satu organisasi Islam yang menjadi sasaran tuduhan tersebut, karena NU beserta banomnya yang paling getol bersuara untuk pembubaran HTI.
Untuk menjawab persoalan tuduhan Felix soal sekularisasi, mungkin perlu diingatkan kembali bagaimana perjuangan NU dan ulama-ulama dahulu dalam memerdekaan bangsa Indonesia ini. Atas dasar kesepakatan dan demi keutuhan NKRI, para ulama yang digawangi K.H. Wahid Hasyim, mempersilahkan penggantian tujuh kata dalam piagam Jakarta.
Pada masa awal kemerdekaan, Rais Akbar Hadratus Syekh K.H. Hasyim Asy’ari menggelorakan resolusi jihad tanggal 22 Oktober, yang saat ini diperingati sebagai hari Santri, untuk melawan penjajah. Presiden keempat RI, KH. Abdurrahman Wahid, adalah presiden yang berjasa besar dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan NKRI pasca tumbangnya Orde Baru.
Perjuangan NU demi kemajuan bangsa Indonesia sungguh tidak bisa dibandingkan dengan tuduhan-tuduhan Felix Siauw. Penelitian-penelitian mutakhir yang dilakukan oleh PPIM (Pusat Penelitian Islam dan Masyarakat) UIN Jakarta menunjukkan bagaimana guru agama, para murid sekolah umum, serta bacaan Islam di era milenial semakin rentan terhadap radikalisme. Indikator yang digunakan PPIM adalah kurangnya minat para responden atas rasa nasionalisme dan kebangsaan.
Hal inilah yang sama sekali dilupakan Felix Siauw. Sebenarnya, NU dan para kadernya mengusung narasi nasionalisme dan cinta tanah air. Namun terang saja, HTI dan para kadernya sama sekali tidak mengakui nasionalisme dan cinta tanah air. Tetapi menuduh NU dengan anti-Islam karena tidak setuju dengan khilafah adalah suatu kesalahan besar.
Perlu diingat bahwa NU adalah organisasi Islam terbesar yang secara kultural telah melahirkan ulama-ulama pahlawan Nasional sekaliber KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, KH. Wahab Hasbullah, KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Zainal Musthofa, KH. Zainul Arifin, dan KH. Idham Cholid.
Terkait pahlawan nasional, HTI pun tidak mengakui adanya pahlawan Nasional. Tuduhan-tuduhan semacam sekularisasi dan anti-Islam kepada pemerintahan saat ini, yang begitu dekat dengan NU, adalah tuduhan yang sangat keji dan tidak bertanggung jawab.
Islam di Indonesia adalah Islam yang ramah dan penuh dengan rasa nasionalisme. Bukan Islam HTI yang hanya menumpang di bumi Indonesia, merongrong keutuhan NKRI sambil menikmati kebebasan alam demokrasi dan tanah air Indonesia.
Wildan Imaduddin, Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menekuni studi tafsir, dan peraih beasiswa LPDP.