Khilafah.id – Sebagian anak muda gemar dengan isu khilafah. Gus Baha punya penjelasan tersendiri tentang khilafah akhir zaman ini. Intinya, kalau ikut tafsir semacam ini, jangan tergesa-gesa. Lalu, bagaimana penjelasan Gus Baha tentang khilafah?
Perbincangan tentang khilafah kembali ramai di Indonesia sesaat setelah peluncuran film “Jejak Khilafah di Nusantara.” Sebenarnya bukan hanya setelah, tetapi sebelum film itu diputar secara virtual pun sudah ramai.
Ya, tentu ramai karena menuai banyak kritikan, karena tak sedikit orang yang meyakini bahwa cerita dalam film tersebut menyalahi kebenaran sejarah yang ada, yaitu dengan tidak ditemukannya bukti sejarah otentiknya. Hingga puncaknya, ketika Film tersebut diblokir saat sedang diputar secara langsung di Youtube.
Berbicara tentang khilafah, dalil yang biasa digunakan untuk memaksakan segera berdirinya khilafah ialah firman Allah dalam Al-Qur’an surah An-Nur [24] ayat 55. Dalam suatu pengajian tafsir, Gus Baha memberikan penjelasan bahwa, makna khilafah ialah kepemimpinan. Atau bisa diartikan dengan pergantian, yaitu Si A digantikan Si B, kemudian Si B digantikan Si C, dan seterusnya.
Ketika ditelusuri dalam berbagai kitab tafsir, para ahli tafsir sejatinya memberikan penafsiran beragam terkait janji Allah itu. Ada yang menyatakan bahwa janji itu sudah tunai ketika Fathu Makkah, ada juga yang mengatakan bahwa khilafah ‘ala minhajin nubuwwah sebagaimana yang dijanjikan Allah itu sudah tunai pada masa Nabi Muhammad Saw., serta khulafaur rasyidin.
Dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib misalnya, Imam Ar-Razi menyebutkan bahwa janji tentang ekspansi Islam itu tunai hingga pada masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan saja. Berbeda dengan penafsiran Sa’id Hawa -tokoh penting dalam Ikhwanul Muslimin, dalam Asasut Tafsir, yang menyebutkan bahwa janji Allah terkait ekspansi Islam ini akan berlangsung hingga semua orang memeluk agama Islam. Hingga benar-benar orang mukmin menempati pucuk pimpinan di seluruh dunia, sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsir Wasith.
Terlepas dari perbedaan penafsirah di atas, Gus Baha memberikan catatan bagi mereka yang mengikuti pendapat bahwa janji Allah itu belum ditunaikan. Apabila mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa janji Allah itu akan terus berlanjut, maka jikalau akan ditunaikan, tentu tidak harus sekarang. Tidak harus sekarang juga khilafah ‘ala minhajin nubuwwah akan kembali tegak di bumi.
Gus Baha kembali menguatkan bahwa, ulama ahli tafsir yang menyebutkan akan meratanya ekspansi Islam itu juga bersepakat bahwa, kepemimpinan yang dijanjikan Allah itu tidak harus sekarang dan tidak harus terjadi segera. “Justru, yang menjadi masalah itu, apabila ada orang yang tergesa-gesa ingin menegakkan khilafah sekarang ini. Sebenarnya, yang inginnya harus dituruti sekarang itu justru yang bermasalah,” pungkas Gus Baha.
Untuk menguatkan penjelasannya, Gus Baha menyebutkan contoh ketika Nabi Muhammad menyampaikan sebuah janji dan mengatakan bahwa akan menguasai Syam. Nabi mengucapkan bahwa akan membuka kota Syam, tepatnya ketika Nabi dan para sahabat sedang membuat parit sebagai bentuk persiapan untuk menghadapi orang-orang kafir di perang Khandaq, atau disebut juga perang Ahzab.
Apa yang dijanjikan Allah akan terbukanya Syam itu pun belum kunjung terjadi, bahkan hingga Nabi Muhammad wafat. Nabi yang ashdaqul qailin (sebenar-benarnya orang yang berkata) saja, tidak seketika apa yang dikatakan langsung terjadi. Janji itu pun baru terjadi ketika masa kepemimpinan Sayyidina Umar, sekitar 16 tahun setelah Nabi wafat.
Cerita selanjutnya, ialah ketika dijanjikan akan terbukanya Kostantinopel. Hingga Rasullah wafat pun, apa yang dijanjikan Allah tidak juga teralisasikan. Akhirnya Konstantinopel baru terbuka di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih. Lebih dari 600 tahun setelah Nabi Muhammad menyatakan akan terbukanya Kostantinopel.
Entah mengikuti pendapat ahli tafsir yang menyatakan bahwa janji Allah sudah terjadi, maupun mengikuti yang belum, perlu diingat bahwa janji Allah pasti terjadi. Entah sudah, atau belum. Tetapi, ada yang perlu diingat oleh mereka yang terlalu memaksakan khilafah ‘ala minhajin nubuwwah segera terjadi. Nabi Muhammad itu pasti orang yang benar perkataannya (ash-shadiq) dan yang dibenarkan (al-mashduq), itu pun yang disampaikan tidak seketika terjadi.
Habib Maulana Maslahul Adi, penulis keislaman.