Khilafah.id – Permadi Arya atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Janda, merupakan seorang pegiat media sosial yang kerap kali membela pemerintahan era presiden Jokowi dengan beragam narasi-narasinya.
Tentunya dalam negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Berhak untuk ikut andil mengawasi kinerja pemerintah. Hal ini sebagai penyeimbang tatanan jalannya atau arah gerak negara ke depan.
Namun, yang mengkhawatirkan adalah dengan hadirnya orang-orang seperti Abu Janda yang membawa narasi-narasi penuh propaganda seakan-akan sedang untuk memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lewat media sosial dengan basis followernya yang mencapai ratusan ribu, dengan mudahnya Abu Janda dan yang mengusung visi narasi yang sama menggiring beragam opini yang seakan-akan melucuti lawan-lawan yang berbeda pemikiran dengannya.
Bahar Smith dan OPM
Sebagai seorang yang mengajak untuk menggunakan analisis sosial dalam beragam fenomena yang terjadi sekarang ini. Seringkali, kita temui bahwasanya Abu Janda seringkali salah kaprah membandingkan kasus yang menyeret nama Habib Bahar dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dalam statementnya “Ada yang mengolok TNI katanya nggak urusin OPM malah urusin Bahar. Mari kita ulas, mana yang lebih berbahaya, OPM atau kelompok Islam radikal,” ujar Abu Janda di akun Instagram-nya, dikutip Selasa 4 Januari 2022.
Selanjutnya kata dia “OPM bertujuan ingin merdeka, ingin lepas dari Indonesia, ingin mendirikan negara Papua. Sedangkan Islam radikal, betujuan mengganti dasar negara Indonesia dengan syariat Islam,” sambungnya. (Jabarekspres.com, 2021)
Jika diteliti lebih dalam, kedua kasus tersebut tak cuma hanya dijelaskan dengan sederhana. Keduanya memiliki tujuan politik yang hampir sama, yaitu untuk meraih kekuasaan. Praktisnya pastinya kedua hal tersebut memiliki ambisi dan agenda terselubung lainnya yang pasti bereratan dengan sumber daya alam yang melimpah.
Jika pun ditanya, mana yang berbahaya OPM atau gerakan islam radikal yang sering dijadikan bahan narasi oleh Abu Janda. Maka, menurut penulis keduanya sama-sama berbahaya. Mengapa? Karena keduanya mengancam keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Narasi Tak Pantas
Zuriyah Nabi atau lebih dikenal saat ini di kawasan asia dengan sebutan Habib dan di kawasan timur tengah dikenal dengan sebutan Sayyid, adalah sebuah sebutan sebagai bentuk takzim dan menghormati kepada keturunan Rasulullah SAW.
Memang semua Habib memiliki sifat yang beragam dan itulah yang harus kita pahami. Ada Habib yang memiliki sifat keras dan ada pula yang lembut. Namun, tak semua sifat tersebut dipertontonkan terus menerus, tetapi merebaknya media sosial mengakibatkan mudahnya kita dan siapa pun untuk mengunggah dan mengakses hal-hal yang menjadi ciri khas dari seorang Habib, terlebih saat para cucu Nabi tersebut ceramah.
Kadang memang kita tak menyukai cara berdakwah seorang Habib yang berbeda, ada yang dengan narasi-narasi keras dan ada yang dengan kelemah-lembutan. Namun, langsung menyebutkan nama tanpa memanggil gelar Habib/Sayyid menyebabkan orang yang mendengar ini tak menaruh rasa hormat kepada zuriyah Nabi SAW.
Dakwah yang terkenal keras atau pun lembut sebenarnya dalam pandangan penulis sendiri, telah menjadi ketetapan dari Allah SWT atau sunnatullah. Maka, tak semestinya kita menjustifikasi bahwasanya mereka ditempeli dengan ormas radikal yang bertujuan untuk mengganti dasar negara dengan syariat Islam.
Tak pantasnya lagi, ketika Abu Janda dengan bangganya menyebutkan nama Habib Bahar dengan hanya menyebut Bahar, menertawakan Habib Bahar dan menutupi wajah habi Bahar dengan kepala binatang yang najis.
Menerapkan Konsep Islah
Kedua orang tersebut yakni Habib Bahar dan Permadi Arya haruslah menerapkan konsep islah. Janganlah hanya terpaku dengan pemikirannya masing-masing hingga saling memperolok dengan narasi Islam radikal dan buzzer bayaran.
Memiliki basis dalam dunia nyata atau pun maya dan mengeluarkan beragam narasi yang hanya meributkan siapa yang benar, hanya akan menambah permusuhan antar anak bangsa ini.
Pahamilah asal-muasal yang menjadi sebab mengapa Habib Bahar dan para pengikutnya sangat menentang dan kadang berlawanan dengan pemerintah, seperti KSAD TNI Jenderal Dudung. Janganlah hanya terpaku sebagai pembela pemerintahan lantas kalian menjustifikasi beliau sebagai kelompok radikal yang ingin mengganti dasar ideologi negara.
Seperti yang kita ulas, bahwasanya seorang Habib pun adalah seorang manusia biasa yang juga dapat melakukan kesalahan dan dosa. Oleh karenanya, tugas kita adalah mengingatkan bukan dengan cara yang juga sesama keras. Maka, akan menimbulkan gejolak problematika yang baru untuk bangsa.
Islah atau jalan damai berguna untuk kemaslahatan umat Islam atau pun umat agama yang lain pula. Selamilah makna saling toleransi dan islah ini. Janganlah hanya gegeki “memakai” argumen pribadi menjadi pertentangan yang kurang baik untuk perkembangan jalannya berbangsa dan bernegara.
Banyak hal yang bisa kita lakukan dengan konsep islah ini, seperti bahu membahu membasmi korupsi, menghancurkan paham ekstremisme dan ekstremisme yang jelas nyata di depan mata.
Hilal Mulki Putra, Santri di Pondok Pesantren Chasanah Tlogopucang (2013-2016) asuhan KH. Abdul Jalil kemudian melanjutkan nyantri kembali di Pondok Pesantren Sunan Plumbon Krajan, Tembarak Temanggung (2016-2019) asuhan KH. M. Abdul Hakim Cholil, S.Ag. Saat ini penulis merupakan seorang mahasiswa di Institut Agama Islam Nahdhatul Ulama (INISNU) Temanggung dan aktif sebagai tenaga wiyata kependidikan di MI Ma’arif 2 Tlogopucang. Di sela-sela kesibukan aktif menulis berbagai jenis artikel di beberapa media.