Khilafah.id – Tahun baru 2025, sejatinya menjadi momen untuk refleksi sekaligus peluang untuk kembali memperkuat kerukunan umat beragama, dan persatuan beragama pasca maraknya isu perpecahan di tahun 2024.
Sebagai, negara yang kaya akan keragaman agama, budaya, bahasa dan suku, menjaga perdamaian dan persatuan merupakan kewajiban untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Resolusi ini penting mengingat dinamika sosial, politik, dan global yang terus berubah dan sering kali menimbulkan ancaman terhadap persatuan bangsa.
Di tahun 2024, kita menyaksikan ancaman nyata dari radikalisme, propaganda kebencian berbasis agama, hingga isu polarisasi politik yang kerap memanfaatkan sentimen keagamaan.
Meskipun Global Terrorism Index Indonesia di tahun 2024 menurun, menempati peringkat ke 31 dari 163 negara, masuk kategori low impacted by terrorism, namun kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional terhadap aksi terorisme harus ditingkatkan. Hal ini, dibuktikan dengan banyaknya penangkapan terduga teroris. Tercatat, Densus 88 telah menangkap 196 terduga teroris sepanjang tahun 2024.
Apalagi masih ada proxy dan sempalan ISIS yang masih terus berkembang senyap. Serangan teroris yang berafiliasi dengan ISIS-K di Moskow, Rusia pada 22 Maret 2024, dan di New Orleans, Amerika pada awal tahun baru 2025 menjadi bukti, sel sel tidur ISIS masih akan terus menghantui. Untuk itu, penting untuk mewaspadai gerakan ISIS maupun sempalan sempalannya di Indonesia.
Salah satu penguatan ideologi dan penguatan wawasan kebangsaan adalah dengan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan, kemanusiaan, persatuan, perdamaian dan kebhinekaan dalam diri. Kita harus menjadi teladan bagi keluarga dan lingkungan dalam mencegah kekerasan dan propaganda radikal-terorisme.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong ruang temu lintas agama di berbagai level, mulai dari masyarakat, komunitas lokal maupun di level nasional untuk melakukan dialog, diskusi dalam rangka membangun trust dan persatuan antar anak bangsa. Tak hanya itu, ruang temu lintas agama dapat menjadi jembatan untuk menyelesaikan konflik di akar rumput.
Ruang ini bisa dimulai dari lingkungan sekolah. Dengan adanya program makan bergizi gratis dari pemerintah, ini mampu menimbulkan ruang temu antar siswa tanpa membawa identitas agama, maupun sukunya.
Kegiatan ini bukan hanya sekadar makan bersama namun juga bisa menjadi sarana saling berbagi kudapan, berdiskusi untuk membangun rasa saling percaya dan solidaritas sosial. Tentunya, hal ini diharapkan mampu mendirikan fondasi dalam membangun pemahaman yang inklusif, toleran terhadap perbedaan di institusi pendidikan.
Awal tahun 2025 adalah waktu bagi kita untuk memperbarui komitmen menjaga persaudaraan dan kerukunan umat beragama. Resolusi ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau tokoh agama, tetapi juga tugas setiap individu. Kita semua memiliki peran dalam menciptakan masyarakat yang damai, toleran, dan penuh kasih sayang.
Melalui langkah-langkah strategis dan sinergi antar sesama, kita dapat menghadirkan Indonesia menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi semua umat beragama demi menciptakan Indonesia nir kekerasan dan terorisme di tahun 2025.
Dalam sejarah perjalanan bangsa, Pancasila adalah titik temu nilai yang menyatukan keberagaman Indonesia. Ia hadir sebagai landasan filosofis yang mengakomodasi keragaman agama, budaya, dan adat istiadat tanpa menegasikan keunikan identitas masing-masing. Namun, tantangan zaman memunculkan persoalan baru yang menuntut internalisasi Pancasila ke dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia adalah rumah bagi berbagai agama yang hidup berdampingan selama berabad-abad. Toleransi menjadi kata kunci yang selalu digaungkan, tetapi pelaksanaannya kerap diuji oleh dinamika sosial-politik, kepentingan ekonomi, dan radikalisme. Di tengah ancaman perpecahan dan ketegangan antaragama, membangun ruang temu lintas agama menjadi kebutuhan mendesak. Ruang ini bukan sekadar tempat berdiskusi, tetapi wadah untuk memahami, mengapresiasi, dan merawat keberagaman sebagai aset bersama.
Pancasila, sebagai dasar negara, mengajarkan kita tentang keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Dua sila ini menjadi fondasi dalam membangun ruang temu lintas agama. Ketika masyarakat memahami esensi Pancasila, mereka tidak hanya menghargai perbedaan tetapi juga aktif memperkuat harmoni. Internalisasi nilai Pancasila harus dimulai sejak dini, melalui pendidikan yang inklusif dan dialog yang melibatkan tokoh agama, akademisi, dan pemuda.
Pengalaman berbagai komunitas menunjukkan bahwa dialog lintas agama dapat mematahkan stereotip negatif dan menciptakan pemahaman yang lebih mendalam. Misalnya, kegiatan bersama seperti gotong royong, diskusi publik, atau seminar kebangsaan dapat menjadi jembatan yang menghubungkan hati dan pikiran. Dalam ruang-ruang ini, semua pihak diajak untuk meletakkan identitas primordial mereka sejenak demi membangun narasi bersama sebagai bangsa Indonesia.
Selain itu, peran pemerintah dan masyarakat sipil sangat penting. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang mendukung kerukunan umat beragama, termasuk melindungi hak-hak minoritas. Di sisi lain, masyarakat sipil harus proaktif menciptakan ruang-ruang temu yang merangkul semua golongan. Kolaborasi antara keduanya adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang damai dan berkeadilan.
Namun, internalisasi Pancasila tidak akan berhasil tanpa teladan dari para pemimpin bangsa. Mereka harus menjadi contoh nyata dalam menjunjung nilai-nilai Pancasila. Kebijakan yang mereka buat harus mencerminkan semangat persatuan, keadilan, dan penghormatan terhadap keberagaman. Keteladanan ini akan menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pada akhirnya, internalisasi Pancasila dan ruang temu lintas agama adalah upaya panjang yang membutuhkan komitmen bersama. Namun, hasilnya akan sangat berarti: sebuah Indonesia yang damai, adil, dan sejahtera, di mana setiap individu merasa memiliki tempat yang setara di bawah naungan NKRI. Mari kita jadikan Pancasila sebagai pedoman hidup yang nyata, bukan sekadar slogan, dan ruang temu lintas agama sebagai simbol kekuatan bangsa dalam merawat keberagaman.
NKRI adalah warisan luhur yang harus kita jaga bersama, dan Pancasila adalah tameng yang melindungi persatuan kita. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai ini, kita melangkah menuju masa depan yang lebih harmonis, di mana keberagaman bukan ancaman, melainkan kekuatan yang memperkaya kehidupan bersama.
Andri Bima, Alumni UNJ Jakarta.