Khilafah.id – Kita tidak habis pikir jika BNPT meminta maaf karena pernyataan soal data 198 pondok pesantren terafiliasi jaringan terorisme. Karena datanya, pesantren-pesantren tersebut ada faktanya. Jika data tidak dibuat-dibuat dan menunjukkan apa adanya, mengapa mesti takut dan meminta maaf?
Dengan adanya permintamaafan BNPT karena alasan telah melukai umat Islam, artinya ada yang keliru di sana? Jika yang keliru persoalannya adalah data yang kurang presisi, seperti yang ditunjukkan kalangan NU, itu bukanlah hal yang fatal. Yang bisa fatal, justru, kalau BNPT memainkan atau memalsukan data yang tidak sungguh-sungguh benar adanya.
Fakta bahwa kekeliruan BNPT menulis atau memasukkan pondok pesantren yang tidak berafiliasi dengan teroris menjadi berafiliasi (dulu pondok-pondok ini memang berafiliasi tetapi berubah), memang ada. Tapi itu jelas bisa diubah secepat mungkin. Dan saya kira tidak membutuhkan waktu yang lama.
Terlalu Lembek?
Selain itu, fakta bahwa adanya pondok yang tidak memenuhi standar pondok pesantren, jelas benar-benar ada. Ada beberapa pondok pesantren di daftar BNPT tidak memenuhi arkanul ma’had, dan ini tentu tidak bisa disebut pesantren, dan tidak boleh beroperasi atas nama pesantren.
Pesantren disebut pesantren bila terdiri atas kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musala, serta kajian kitab kuning. Dan sayangnya, data yang dimasukkan BNPT ada yang tidak masuk dalam unsur di atas. Kebanyakan sebagiannya adalah rumah tahfiz.
Namun dalam kasus ini, saya setuju dengan beberapa pihak yang menyayangkan BNPT meminta maaf. Dalam hal ini ia bisa dianggap berjalan mundur ke belakang atau bahkan bisa dianggap takut pada wacana yang ia tangani sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa menangani masalah akut di negeri ini seperti menumpas teroris kelas kakap, sedang dalam wacana pondok pesantren ini saja lembek dan sungguh sangat lembek dan berjalan mundur ke belakang.
Dalam kasus ini BNPT menjadi tertawaan para teroris. Teroris pasti sudah terbahak-bahak di atas bukit-bukit sana atas kepengecutan para punggawa BNPT tahun ini. Dan bangsa Indonesia kali ini menjadi kurang percaya atas keberanian yang dimilikinya untuk menumpas para teroris yang sedang bergentayangan di negeri Indonesia ini.
Menjadi Kutukan?
Apa yang bisa kita ambil dari permintaan maaf BNPT, selain menunjukkan kelemahannya? Baik kelemahan mengelola dan menunjukkan data, dan bagaimana ia sebenarnya jago menangani terorisme di Indonesia?
Saya rasa, untuk Indonesia menjadi negara bersih dari tulang belulang manusia tidak bersalah, yang selalu dihancurkan oleh para teroris atas nama ideologi agama ekstrem mereka, bangsa dan umat Islam Indonesia tidak bakal merasa sakit hatinya, seperti yang dicemaskan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar. Terlalu baper rasanya jika didesak sedikit saja BNPT menjadi ketakutan dan dikit-dikit minta maaf.
Jika Boy menegaskan dalam pernyataannya tidak bermaksud menggeneralisasi pondok pesantren, tetapi ia hanya melakukan pemetaan terhadap nama ponpes yang berhubungan, terkoneksi, dan menjalin ajaran dengan kejahatan terorisme, tinggal dilanjutkan saja. Berikan data-data yang sebanar-benarnya kepada publik, lalu kemudian tindak tegas. Hanya itulah yang dinginkan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Jangan sampai dengan permintamaafan kali ini kemudian BNPT menjadi lembaga yang terlihat tidak tegas, lalu terkutuk tidak dipercayai lagi oleh masyarakat. BNPT sekali lagi harus menjadi lembaga yang benar-benar menjadi garda terdepan (bukan mundur kebelakang) untuk menanggulangi dan memberantas terorisme di Indonesia. Bangsa menunggu itu!
Agus Wedi, Peminat Kajian Sosial dan Keislaman.