Jaringan Teroris NII-JI dan Haluan Negara

NII

Khilafah.id – Hari lalu, Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88) menangkap 16 tersangka teroris di wilayah Sumatera Barat. 16 teroris tersebut dinyatakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII). Dalam penangkapan ini Densus 88 mengaku tidak mudah, karena harus dilakukan selama tujuh hari. Dan pada Senin, 28 Maret 2022, mereka baru berhasil diringkus.

Yang menarik, ternyata 16 teroris NII ini merupakan keanggotaan dalam struktur jaringan NII di tingkat pusat dan daerah. Dari 16 tersangka tersebut, 12 di antaranya ditangkap di Kabupaten Dharmasraya, dan 4 lainnya di wilayah Kabupaten Tanah Datar. Dalam kasus ini, mereka disangka melangar pasal 15 jo pasal 7 dan atau pasal 15 jo pasal 12b ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Untuk mengetahui lebih lanjut, NII ini sebenarnya adalah gerakan bersenjata yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Pertama kali diproklamirkan di Desa Cisampang, distrik Cisayong, pada 7 Agustus 1949, tepat hari ini 69 tahun lalu, NII diproklamasikan. Oleh Kartosoewirjo, Cisayong kemudian disebut sebagai Madinah.

Dulu NII, kini JI

NII dibawa Kartosoewirjo ke mana-mana untuk menjadi tentara negara Islam Indonesia yang menginginkan berlakunya asas Islam tegak di Indonesia. Ia dengan keras mempertahankan NII tidak pecah dan menjadi basis massa Islam, meski banyak gempuran dari negara sah Indonesia. Hingga sampailah pada masa, di mana Kartosoewirjo ditangkap dan dieksekusi pada 1962. Gerakan NII yang tak diakui ini lalu terpecah menjadi kelompok teroris di Indonesia, salah satunya Jamaah Islamiyah (JI).

Namun demikian, NII dan JI kini berbeda dengan gerakan awal berdirinya. Dulu NII dan JI berdiri karena kekecewaan atas keputusan haluan negara yang tidak menjadikan Indonesia berasas Islam. Mereka bersiteguh untuk mempertahankan negara Islam, seperti tercantum dalam teks proklamasi berikut: “Bismillahirrahmanirrahim Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” dan selanjutnya adalah “Kami Umat Islam Bangsa Indonesia Menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu ialah: Hukum Islam. Allahoe Akbar! Allahoe Akbar! Allahoe Akbar!”. Nama tempat ditulis Madinah, dengan tanda tangan Kartosoewirjo sebagai Imam NII.

NII dan JI kini cenderung menjadi mainan politik transnasional. Bukan sekadar ideologi ekstrem yang mereka bela mati-matian, tapi politik buta yang mereka jalankan, tetapi mereka tidak sadar. Karena ini, anggota NII dan JI hanya bergerak menurut amir-amir yang mereka sangat takzimi, tetapi mkenyimpan akal bulus di baliknya. Sementara, para anggota JI hanya manut dan siap menjalankan perintah, meski nyawa taruhannya, sekadar asal “bapak Amir senang”. Maka tak heran, jika anggota NII dan JI kini tidak secanggih zaman dulu, meski tetap membahayakan.

Haluan Negara Menghadapi Terorisme

NII dan JI kini menemukan jalan buntu yang sesuai dengan ideologi yang mereka emban. Asas-asas ideologi yang sejak lama meraka emban, lambat laun mereka lucuti satu persatu. Hari ini mereka menghalalkan sesuatu hal, yang sejak dulu NII dan JI haramkan. Misalnya hukum menjual ganja, menipu umat dengan memasang kotak amal, membunuh manusia yang bukan target, kini meraka halalkan. Termasuk masuk ke dalam wilayah pemerintah yang sah, yang meraka sebut sebagai toghut.

NII dan JI memang sudah melanggar apa yang mereka perjuangkan: asas ideologi dan kitab-kitab suci mereka. Kini mereka menggeser arah, yakni ingin masuk pada gelenggang politik dan wilayah pemerintahan. Hanya dengan jalan inilah, mereka bisa hidup dan support dalam gerakan mereka.

Kekerasan demi kekerasan tidak membuat mereka berhasil. Kendati mereka mencoba keberuntungan dengan memasuki jalan haram untuk mendapatkan hasil yang maksimal mapan. Maka jangan heran, jika di pemerintahan dan partai-partai, ada anggota NII atau JI, baik yang sudah ditanggap atau yang belum. Dan pada ini pula, sebenarnya bahaya dan butuh kejelian untuk memetakan posisi orang-orang yang bermain untuk kepentingan terorisme.

Maka itu, saya setuju bahwa hari ini kita butuh haluan negara untuk menghadapi gangguan radikalisme dan terorisme secara konsisten. Oleh karena itu, haluan negara itu penting dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Haluan negara sebagai unsur yang penting untuk memastikan pembangunan Indonesia tidak keluar dari dasar-dasar pemikiran dan cita-cita pendiri bangsa.

Namu demikian, haluan negara tidak bakal menciptakan apa-apa jika tidak dikelola dan digagas dengan baik. Apalagi di tengah ancaman permasalahan keragaman yang kini sedang menjangkiti umat manusia Indonesia. Maka itu, butuh orang yang berani berlayar dalam mengarahkan kemana pembangunan Indonesia mesti tiba dan berhasil, dalam wujud Indonesia yang berdaulat, bersatu, adil dan makmur.

Agus Wedi, Peminat Kajian Sosial dan Keislaman.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Azyumardi Azra: Memberantas Fobia-Islam

Sab Apr 2 , 2022
Khilafah.id – Majelis Umum PBB (UNGA) memproklamasikan 15 Maret sebagai Hari Internasional Memberantas Islamo-Fobia (‘the International Day to Combat Islamophobia. Kosa kata yang digunakan sangat kuat; bukan ‘melawan’ (to fight), tapi ‘memberantas’ (to combat). Tanggal 15 Maret dipilih karena pada Jumat 15 Maret 2019 terjadi serangan teroris bersenjata senapan otomatis […]
fobia-islam

You May Like