Khilafah.id – Kemanusiaan perempuan dan laki-laki berbeda. Hal ini bisa dilihat dari peran biologis yang disematkan keduanya. Kodrat perempuan yakni: haidh, mengandung, melahirkan dan menyusui. kodrat itu tidak dimiliki oleh laki-laki. Atas dasar perbedaan itu, kebutuhan keduanya juga berbeda.
Melalui perbedaan ini, berdampak terhadap peran sosial serta yang bisa dilakukan oleh perempuan. Salah satunya peran dalam kelompok teroris. Bukanlah hal baru bahwa, keterlibatan perempuan dalam kelompok teroris dirasakan oleh kita semua. Setidaknya, kita bisa melihat peran perempuan dalam bom bunuh diri yang dilakukan di Mabes Polri pada akhir Maret tahun lalu.
Serangan itu terjadi hanya tiga hari setelah serangan bunuh diri oleh dua pelaku di luar gereja katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Para pelaku pengeboman adalah suami-istri. lalu bagaimana peran perempuan dalam kelompok teroris?
Liez Marcoes (2022) menjelaskan bahwa, perempuan dalam kelompok teroris merasa bahwa perannya memiliki muatan ideologis yang kemudian disebut dengan jihad qital/ jihad Kabir.
Memaknai perannya tersebut, perempuan sangat bangga jika dari rahimnya terlahir anak. Para perempuan berlomba-lomba untuk memperbanyak anak agar bisa penjadi tantara-tentara Tuhan. Sehingga dalam kehidupannya, perempuan teroris menjadi sosok yang loyal. Peran reproduksinya dimanfaatkan secara betul untuk melahirkan, agar di masa mendatang mereka memperjuangkan kebenaran.
Meskipun demikian, tidak semua perempuan berjihad dengan cara yang di atas. Sebagian lainnya, menginginkan untuk terjun langsung seperti halnya laki-laki. Mereka menjadi pelaku teror.
Sehingga, fenomena yang banyak terjadi beberapa belakangan ini yaitu, munculnya sosok perempuan menjadi pelaku teror dengan peran dan aksi seperti yang dilakukan oleh teroris laki-laki pada umumnya.
Perempuan tokoh sentral dalam keluarga
Dalam sebuah keluarga, perempuan memiliki peran yang begitu sentral. Di keluarga budaya patriarki, seluruh pekerjaan rumah dibebankan kepada seorang ibu. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, perempuan secara mandiri melakukan peran ganda tersebut. Ketiadaan peran laki-laki untuk saling mengambil pekerjaan rumah, menjadi sebuah kesimpulan dan pembenaran bahwa tugas seorang istri hanyalah dalam ranah domestik.
Ditambah lagi ketika seorang istri juga memiliki tanggung jawab pekerjaan, tugas rumah serta tugas kantor menjadi beban berlipat yang dimiliki seorang perempuan. Pemahaman atas tanggung jawab domestik kepada perempuan ini, menciptakan mindset sejak dini kepada kita semua.
Dengan peran ini, berarti semua anggota keluarga lebih dekat dengan ibu, khususnya anak. Dalam kelompok teroris, jika seorang istri sebagai teroris, maka semua anggota keluarga bisa diseret kepada kelompok itu. Karena ibu memiliki punya banyak waktu untuk mengajari seorang anak. Radikalisasi dalam keluarga lebih berbahaya jika dibandingkan dengan bentuk radikalisasi lainnya. Hal ini karena, kader para teroris adalah anaknya sendiri, yakni orang yang ditemui selama 24 jam.
Perempuan pemberi kehidupan
Alasan utama mengapa kemudian dalam sebuah kerajaan tidak diperkenankan seorang perempuan menjadi raja adalah, dalam dirinya tersemat sebagai sosok pemberi kehidupan. Jadul Maula (2019), menjelaskan bahwa kehadiran perempuan dalam ranah sosial memiliki tanggung jawab yang berat menjadi seorang ibu.
Di dalam kehidupannya, ia mengandung seorang anak dengan rentang waktu yang cukup lama. Bahkan dalam kehidupan seorang anak, perempuan secara tidak langsung menyatu dengan seorang anak. Maka bisa dipahami bahwa, sosok perempuan merupakan pemberi kehidupan bagi seorang anak.
Pemberi kehidupan bukanlah bermakna untuk menyaingi Sang Pencipta. Akan tetapi, peran kemanusiaan yang dimiliki oleh perempuan, tanggung jawabnya begitu besar. Sehingga dengan kodrat semacam itu, perempuan memiliki loyalitas yang cukup tinggi dalam sebuah gerakan, atau sebuah organisasi bahkan melakukan segala kegiatannya.
Melalui kelompok teroris, ketika perempuan sudah bergabung di dalamnya, mereka akan senantiasa totalitas untuk melakukan gerakan-gerakan sesuai visi misi teroris serta menggunakan segenap kemampuan yang ada pada dirinya agar bisa menyerukan kebenaran seperti apa yang dipahami oleh kelompok teroris.
Disisi lain, perempuan dianggap memiliki tangan dingin untuk menciptakan perdamaian. Sehingga dalam suatu daerah yang memiliki konflik, perempuan seharusnya berperan dalam menciptakan perdamaian. Maka tidak heran, beberapa konflik yang pernah kita dengar dalam sebuah negara, bahkan negara adat, perempuan juga ikut berperan untuk mendamaikan, bahkan menjadi kunci terciptanya perdamaian.
Muallifah, Mahasiswa Magister UGM Yogyakarta.