Khilafah Akhir Zaman; Mengubrak-abrik Sesat Pikir Zulkifli M Ali Cs

Zulkifli M Ali

Khilafah.id – Tidak ada yang salah dengan eskatologi dalam Islam. Tidak juga bisa dianggap keliru, mereka yang berdakwah dengan topik seputar hari akhir. Beriman kepada Allah Swt dan hari akhir merupakan syarat keimanan mutlak yang Al-Qur’an berkali-kali mengingatkan kita. Bagaimana kita terpikat ulasan Imron Hosein tentang Ya’juj Ma’juj, sangat lumrah sekali. Rahmat Baequni juga mulai terjun ke topik ini, sehingga ia senafas dengan Zulkifli M Ali. Pertanyaannya, kenapa umpan mereka adalah narasi khilafah?

Hari ini, kengawuran ini semakin lengkap. Kanal YouTube ‘Eskatologi Islam Akhir Zaman’ sudah mendapat lebih dari lima puluh ribu subscriber. Padahal, kita sangat mudah mengubrak-abrik kesesatan berpikir mereka. Ketika Baequni mengatakan “Pemimpin Zalim Adalah Bukti Nyata Kita di Akhir Zaman,” maka ia sebenarnya ahistoris, buta sejarah, karena wacana pemimpin zalim sudah ada sejak masa sahabat. Khawrij, Syiah, Muktazilah, dan Murji’ah lahir dari isu pemimpin zalim tadi.

Apakah lalu akan dikatakan, masa sahabat adalah akhir zaman sementara kita hari ini masih leluasa bernapas di dunia? Demikian karena term “zalim” bersifat subjektif dan, dalam konteks ceramah Baequni, ia tidak bisa lepas, sangat dipengaruhi, oleh statusnya sebagai oposisi pemerintah. Ini juga terjadi kepada Ihsan Tanjung, yang tiga tahun lalu berceramah, “Waspada Pembatal Islam, Buruan Tobat Karena Kiamat Sudah dekat,” dan sebulan yang lalu, bersama Zulkifli M Ali, kembali berceramah, “Di Zaman Kitalah Peringatan Rasul Menjadi Kenyataan.”

Apa yang Rahmat Baequni, Ihsan Tanjung, juga Zulkifli M Ali sampaikan, memiliki kesamaan esensial: berusaha meningkatkan kesadaran beragama umat melalui eskatologi. Mereka menyadari, semua umat beriman kepada kiamat, sekaligus takut terhadapnya. Namun, yang paling penting dicatat adalah status mereka sendiri, juga alasan kenapa mereka melakukannya. Kita patut curiga, misalnya, ketika Zulkifli M Ali mengaitkan eskatologi dengan narasi khilafah. Terhadap sesat pikir ini, kita mesti mengubrak-abriknya.

Khilafah Palsu

Dua tahun lalu di Monas, di sebuah Reuni Akbar 212, Zulkifli M Ali berorasi, yang intinya, khilafah akan segera tegak. Kebangkitan khilafah Islamiyah, kata Zulkifli, merupakan janji Allah yang dinubuatkan, bahkan Pancasila akan lebih kokoh di bawah payung khilafah. Baginya, khilafah merupakan momentum persatuan seluruh umat Islam dan era kejayaan kembali mereka. Ia bahkan spesifik menyebut, khilafah akan tegak antara 2020-2025. Ustaz peramal yang satu ini memang heroic, meski kita tahu, ramalan tersebut pasti gagal. Tidak benar.

Ternyata, sepuluh bulan yang lalu, di kanal YouTube miliknyaa, Zulkifli malah mengatakan, “Khilafah Tidak Akan Tegak di Indonesia.” Mari simak ceramah berikut:

Untuk topik yang ini, saya sampaikan pada semuanya. Tolong jawab kepada orang-orang yang khawatir akan menjadi negara khilafah. Sampai hari kiamat Indonesia tidak akan pernah menjadi negara khilafah.  Karena kekhalifahan itu kata Nabi bukan di Indonesia berdirinya, bukan di Asia Tenggara, bahkan bukan di Mekkah-Madinah. Tempat diumumkannya khilafah Islamiyah nanti di Baitul Maqdis. Maka Indonesia sampai hari kiamat tidak akan pernah ada khilafah Islamiyah. Jangan panik gak karu-karuan lah.

Inkonsistensi tersebut tidak akan lahir, jika gagasan Zulkifli M Ali tentang khilafah benar-benar kokoh. Dengan kata lain, ia terjerembab dalam sesat pikir tentang khilafah itu sendiri. Satu waktu ia menolak, di waktu yang lain ia menerimanya. Secara tekstual ia memahami hadis Nabi, lalu menyimpulkan bahwa khilafah tidak akan tegak di Indonesia, melainkan Palestina. Namun secara kontekstual, ia terikat dengan narasi yang dibangun FPI, HTI, dkk, sehingga juga mengatakan bahwa khilafah harus segera ditegakkan.

Meski itu menunjukkan bahwa Zulkifli M Ali tidak punya landasan spesifik yang jelas tentang khilafah, gagasannya memberitahu kita bahwa dirinya beranggapan: “Islam akan berjaya melalui jalur politik.” Nalar tersebut pada gilirannya juga akan mandek, sebab Islam tidak akan pernah berjaya sampai kapan pun selama perhatian kita kepada pengetahuan jauh lebih kecil ketimbang perhatian politik. Amat disayangkan jika Zulkifli memiliki cacat nalar tersebut. Ia bertanggung jawab penuh dalam penyesatan pikiran umat.

Menyesatkan Pikiran Umat

Khilafah akhir zaman boleh jadi berada dalam hadis Nabi, tetapi kita sama sekali tidak berhak ngotot mengatakan secara spesifik bahwa “hari ini adalah akhir zaman,” apalagi perkataan “khilafah harus tegak.” Kita juga perlu mengingat, hadis-hadis eskatologi banyak yang lemah (dha’if). Maka bisa ditarik kesimpulan: sok tahu tentang detail kiamat, menakuti umat dengannya, bukan saja berseberangan dengan akal sehat, melainkan mengambil-alih otoritas ilmu ketuhanan. Jika latar belakangnya sekadar topik ceramah belaka saja, atau profit-oriented, maka itu sangat ironis—tidak laik dilakukan.

Para dai eskatolog tidak jarang melakukan sesuatu yang di luar kemampuan dirinya. Boleh jadi, bagi Zulkifli M Ali, segala hal tentang keadaan akhir zaman harus diungkap secara perinci. Tetapi yang terjadi adalah, itu menunjukkan sesat pikirnya sendiri. Ia terjerumus ke dalam narasi khilafah ala HTI, berpijak pada keyakinan ikhwal akhir zaman. Ia kemudian terombang-ambing dalam dualisme yang ambivalen; antara menolak dan menerima khilafah. Khilafah Islamiyah yang seperti apa itu tidak jelas.

Hal paling buruk adalah ketika sesat nalat tersebut berdampak menyesatkan umat. Semangat akhir zaman mereka bukan justru berusaha memperbaiki amaliah keberagamaan, melainkan usaha segera merealisasikan segala yang dinubuatkan. Mari kita permudah melalui sebuah contoh: Orang-orang yang berhasil disesatkan bahwa akhir zaman adalah hari ini, akan menuduh rezim saat ini sebagai pemimpin zalim. Orang yang berhasil terprovokasi bahwa akhir zaman khilafah haru tegak, akan sekuat tenaga menyuarakan penegakan khilafah.

Dan semua narasi sesat tersebut bertebaran hari ini, lalu siapa yang harus kita salahkan? Semangat mengkhilafahkan Indonesia semakin massif gara-gara meyakini bahwa kini kita sudah berada di akhir zaman, di mana nubuat Nabi harus segera menjadi nyata. Lebih parah, yang menyuarakan demikian adalah politikus yang nafsu kekuasaan, ingin mengganti rezim dan sistemnya dengan menumpang nubuat Nabi. Kita pun patut untuk khawatir tentang masa depan keberagamaan kita.

Ahmad Khoiri, Pegiat Kajian Social and Religious Movement.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Memahami Hadits Khilafah dan Imam Mahdi dalam Perspektif Lintas Disiplin [II-Habis]

Sen Nov 15 , 2021
Konteks Hadits Pertama Khilafah.id – Setelah mengurai kedua hadits di atas dari sisi sanad, kita akan telusuri keduanya dari sudut matan dengan melihat kajian sejarah dan siyasah. Kenapa kajian teks hadits harus kita legkapi dengan kajian lintas disiplin? Kajian sanad semata membicarakan kualitas perawi dan ketersambungan di antara mereka, namun […]
Imam Mahdi

You May Like