Khilafah.id – Kisruh soal kenaikan harga BBM, beberapa aktifis mahasiswa di pelbagai daerah menggelar aksi demo yang menuntut terkait kenaikan harga BBM yang menyengsarakan rakyat. Tak ayal, kebijakan tersebut juga menimbulkan banyak respons dan penolakan terhadap pemerintah, terutama oleh kalangan aktivis negara Islam.
Di masa pandemi yang belum usai, kebijakan atas kenaikan harga BBM merupakan kebijakan yang dirasa belum tepat. Sebab masyarakat masih harus berjuang untuk memulihkan ekonomi akibat pandemi. Di sisi lain, info yang menyebar pula, kenaikan harga BBM itu akan disusul dengan naiknya harga pertalite dan elpiji 3kg. Isu tersebut semakin membuat rakyat tidak habis pikir dan kepanasan dengan kondisi yang carut marut.
Aksi yang dilakukan oleh masyarakat khususnya para mahasiswa atas penolakan kenaikan harga BBM merupakan hal wajar terjadi di negara Indonesia. Apalagi, kalau dipahami lebih jauh, bagi negara demokrasi seperti Indonesia, pelaksaan demonstrasi yang digelar oleh masyarakat merupakan wujud masyarakat berbicara dan kebebasan berekspresi.
Demonstrasi sebagai penyaluran aspirasi yang mungkin tersumbat atau sengaja dimatikan oleh penguasa atau pihak-pihak tertentu. Dalam konteks ini, demonstrasi itu baik, asalkan sesuai dengan aturan mainnya. Semua kegiatan demonstrasi harus berizin dan mematuhi aturan hukum. Demonstrasi tak boleh mengganggu dan merugikan orang lain.
Mengacu pada penjelasan tersebut, prinsip pelaksanaan demonstrasi yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi, penolakan atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah harus berjalan tanpa mengganggu orang lain, bahkan tidak boleh melukai antar sesama. Namun, bagaimana biasanya pelaksanan demokrasi di lapangan? Wallahu a’lam.
Kenaikan harga BBM tidak ada hubungannya dengan sistem negara Islam!
Di ruang penolakan yang lain, kenaikan harga BBM justru menjadi sasaran empuk kelompok radikal dalam menyebarkan ideologi klasiknya. Bahwasanya, kenaikan harga BBM merupakan wujud inkonsistensi dan minimnya empati para pejabat. Sehingga, dengan segala dampak yang terjadi, maka sistem negara Islam merupakan sistem yang paling tepat untuk menyelesaikan segala carut marut yang terjadi di Indonesia.
Tentu, narasi tersebut menjadi makanan siap santap yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat yang mengalami kekecewaan berlipat kepada pemerintah. Apalagi tingkat literasi yang rendah, dengan banyaknya disinformasi yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam menyikapi kenaikan harga BBM.
Kekecewaan semacam ini bukan sekali dua kali. Pemanfaatan narasi liar yang selalu dikampanyekan oleh kelompok-kelompok radikal, atas lemahnya sistem yang dijalankan pemerintaah saat ini, perlu kita tolak, bahkan harus dicoret dari bacaan kita.
Akibat konflik Ukraina-Rusia
Dan jika kita cermati lebih jauh, kenaikan harga BBM, tidak lepas dari akibat Konflik Ukraina-Rusia yang berimbas terhadap minyak dunia. Ada beberapa dampak dari konflik Ukraina-Rusia, diantaranya: Komoditas melambung, ancaman makanan, pasar saham terguncang, perusahaan melarikan diri, pertumbuhan ekonomi lebih lambat.
Beberapa informasi yang harus kita pahami bahwa, Rusia merupakan nsebagai salah satu produsen dan pengekspor bahan bakar fosil terbesar di dunia. Konflik negara tersebut menyebabkan roda produksi memburuk. Selain itu, Rusia dan Ukraina merupakan lumbung pangan dunia, yang menyumbang 30 persen dari ekspor gandum global. Ini artinya, konflik yang terjadi dua negara itu akan menyebabkan ancaman kelapran begitu besar jika masalah yang terjadi tidak segera diselesaikan.
Kondisi pandemi yang belum pulih, ditambah dengan konflik yang semakin memanas, menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakin lambat. Dampak tersebut yang harus kita pahami sebagaimana atas kebijakan yang diambil pemerintah dalam persoalan BBM yang ikut naik. Selain itu, keberadaan Rusia dan Ukraina sangatlah berpangaruh besar terhadap dinamika kehidupan global, khususnya negara-negara yang memiliki ikatan cukup kuat dalam persoalan minyak, salah satunya Indonesia.
Dengan demikian, narasi di atas perlu kita sikap dengan kritis bahwa, konflik ini tidak lain adalah persoalan politik yang biasa dialami oleh suatu negara dimanapun. Dengan adanya konflik ini, bukan berarti disikapi dengan narasi liar tentang solusi negara Islam dengan sangat apik untuk menyelesaikan konflik. Justru hal itu bukan solusi, merupakan sebaliknya. Orang-orang yang menjual khilafah dalam setiap kekeliruan pemerintah atas kebijakan yang ditetapkan, itu tidak lain adalah kelompok radikal, yang perlu dihanguskan dari Indonesia.
Muallifah, Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.