Khilafah.id – Tentu kita pernah mendapatkan cerita tentang betapa berkuasanya orang-orang Islam masa lampau dalam buku-buku sejarah. Mereka berkuasa dengan semangat juangnya, dengan kekuatan militernya, dan dengan ketajaman pedangnya. Namun, mengapa kini cerita tersebut hanya sekedar cerita? Apa bisa kita mengembalikan kedigdayaan tersebut?
Sebelum sejarah sosial (aliran sejarah annales) berkembang di abad modern, sejarah politik sangat mendominasi. Bahkan seorang pakar mengatakan bahwa sejarah adalah politik masa lampau, dan politik adalah sejarah masa depan. Sejarah dan politik adalah kerabat dekat.
Dalam sejarah Islam, kemajuan Islam sangat nempel dengan kemajuan politik. Sejarah-sejarah Islam sangat sarat akan kisah penaklukan dan peperangan berbau politik. Di antaranya penaklukan Spanyol oleh Thariq bin Ziyad, penaklukan Yerusalem oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, dan yang paling masyhur penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad II atau Al-Fatih.
Kisah-kisah romantis akan keberhasilan umat Islam dalam menaklukkan bangsa lain menjadi doktrin yang menancap kuat di benak para pembaca sejarah masa kini. Inilah yang menyebabkan orang-orang yang semangat menjadi termotivasi akan kisah heroik para pahlawan penakluk tersebut.
Padahal, kita tidak boleh hanya membangga-banggakan prestasi para penakluk masa lampau dengan melupakan prestasi yang harus dicapai di masa sekarang. Jebakan romantisme kerajaan dan kemajuan masa lampau merupakan lawan yang menghambat kita untuk maju di masa kini.
Salah satu tokoh masyhur yang secara tegas menolak jebakan masa lampau adalah Mustafa Kemal. Tindakannya untuk mengubah negara Turki menjadi negara sekuler adalah keputusan yang tepat. Meskipun beberapa kelompok menentangnya dengan tegas, keputusan Mustafa Kemal adalah yang terbaik dalam rangka untuk menyelamatkan Turki dari belenggu bayang-bayang masa lalu.
Beberapa kelompok bersikeras untuk mengembalikan dominasi Islam terhadap dunia seperti masa lampau, dengan menerapkan sistem khilafah misalnya. Memunculkan kembali khalifah dan mengikat beberapa bangsa ke dalam sebuah sistem Islam yang dipimpin oleh khalifah. Tentu inspirasi ini lahir dari sejarah.
Kita boleh saja bersikeras mengembalikan kemajuan Islam. Namun, bukan berarti kemajuan Islam harus diterjemahkan sama seperti kemajuan yang dicapai orang-orang terdahulu. Kemajuan Islam masa kini tentu berbeda dengan kemajuan Islam masa lampau.
Kini, kemajuan Islam tidak bisa dicapai dengan cara-cara penaklukkan, pendudukan atas sebuah wilayah, atau menumbuhkan kembali sistem monarki dengan kekuasaan penuh berada di tangan raja atau sultan. Kita hidup di zaman yang berbeda.
Meskipun kita tidak melupakan Sholahuddin Al-Ayyubi yang mengalahkan Guy de Lusignan, Muhammad Al-Fatih yang menaklukkan Konstantinopel, dan Thariq bin Ziyad yang menduduki Spanyol. Tetap, cerita kerajaan telah usai. Kisah kedermawanan Harun Al-Rasyid pun telah lewat. Saatnya kelompok Islam masa kini belajar banyak hal tentang bagaimana memajukan Islam dengan cara-cara yang sesuai.
Penolakan terhadap sistem dan perlawanan terhadap konsep negara modern bukanlah cara yang tepat untuk menumbuhkan kembali semangat kemajuan Islam. Islam adalah agama yang sangat dinamis. Maka dengan itu, orang-orang beragama Islam juga harus bersikap demikian.
Ilmuwan zaman modern kebanyakan juga berbicara demikian. Muhammad Abduh mengatakan bahwa kemunduran Islam disebabkan pola pikir yang statis. Ia menamainya dengan kejumudan berpikir. Umat Islam harus membuka wawasan dan belajar lebih banyak lagi tentang berbagai ilmu pengetahuan dan tidak hanya terpaku oleh doktrin-doktrin dan produk masa lampau.
Selain itu, Fareed Zakaria dalam buku Masa Depan Kebebasan juga menyatakan bahwa salah satu aspek yang paling vital dalam menumbuhkan sebuah bangsa dan negara adalah perbaikan dalam sektor ekonomi. Sebuah negara atau bangsa akan menjadi makmur kalau mereka kaya.
Namun, tidak berhenti di situ. Kekayaan yang ia maksud bukanlah kekayaan yang datang dari sumber daya alam. Lebih dari itu, yang paling penting untuk menumbuhkannya adalah kekayaan yang lahir karena kualitas dari sumber daya manusia.
Setiap zaman mempunyai anak, dan setiap anak mempunyai zamannya sendiri. Kita kini dihadapkan pada masalah yang berbeda. Teknologi semakin canggih, persaingan antar kelompok dan bangsa kini merujuk pada persaingan kecanggihan teknologi.
Tentu sektor inilah yang seharusnya dikuasai oleh kelompok yang ingin kembali memajukan Islam. Bagaimana tidak, para pencetus teknologi dan penguasa ekonomi kini banyak dikuasai oleh orang lain, bukan dari kita. Bagaimana kalau para inovator teknologi di zaman ini adalah orang-orang Islam? Tentu kita semua akan menguasai zaman dan menggenggam peradaban di tangan kita.
Maka dari itu, mendobrak zona nyaman akibat mengenang kemegahan masa lalu adalah hal yang sekarang harus kita semua lakukan. Orang Islam tidak bisa lagi hanya mengagung-agungkan kedigdayaan masa lampau dan tidak berbuat apapun untuk masa kini dan masa depan. Islam masa kini bergantung pada orang-orang Islam masa lalu, dan Islam masa depan bergantung pada orang-orang Islam masa kini.
Muhammad Farih Fanani, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.