Khilafah.id – Abdul Qadir Hasan Baraja, sang pemimpin khilafatul muslimin ditangkap oleh Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Ia ditangkap di Lampung, dan tiba di Jakarta pada 7/06/22 kemarin. Zulpan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, sang khalifah tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka atas kegiatan organisasi yang sudah dilakukan dan dijerat dengan Pasal 59 Ayat 4 juncto Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Kemudian juga disangkakan dengan Pasal 14 Ayat 1 dan 2, dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Pasca viral sebuah video konvoi yang dilakukan oleh khilafatul muslimin, publik mengecam organisasi yang dekat sekali dengan terorisme itu. penelusuruan tentang latar belakang organisasi itu, baik secara personalia pemimpin, hingga aktifitas yang dilakukan, semakin banyak dilakukan oleh masyarakat. Gairah perjuangan khilafatul muslimin untuk menegakkan khilafah di Indonesia, menjadi ancaman besar bagi keutuhan NKRI.
Fanatisme kelompok sudah mengakar
Eksistensi khilafatul muslimin sebagai organisasi yang memperjuangkan khilafah tidak dimulai saat konvoi tersebut. Jauh sebelum itu, sejak tahun 1997 organisasi ini berdiri. Artinya, ia sudah berumur 25 tahun. Ibarat kelahiran seseorang, 25 tahun bukanlah waktu yang singkat, ia sudah mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dalam hidupnya. Bahkan, seseorang yang sudah berumur 25 tahun, sudah mengalami masa dewasa. Artinya, organisasi khilafatul muslimin yang memiliki umur dewasa itu, sudah memiliki pengikut yang lumayan besar, hampir di seluruh wilayah Indonesia ada.
Tidak hanya itu, kaderisasi yang dilakukan dalam rangka memperluas gerakan organisasi tersebut juga berjalan. Atas dasar itu, kita bisa membaca bagaimana loyalitas pengikut dalam memahami dan melakukan gerakan atas kampanye khilafah yang menjadi impian khilafatul muslimin.
Berkenaan dengan kasus ini, Smith, dalam karyanya yang berjudul The Meaning and End of Religion menulis bahwa, manusia menyembah Tuhan dengan cara-cara berbeda, menangkap Tuhan dengan cara berbeda-beda pula, fakta bahwa manusia yang berpikiran paling sekular pun hidup di tengah masyarakat yang antara lain didasarkan atas penyembangan dan tangkapan akan Tuhan dalam berbagai cara, adalah fakta yang secara intelektual dan spiritual sangat penting dan memunculkan masalah intelektual serta spiritual yang harus diperhatikan.
Kalimat yang disampaikan oleh Smith memberikan gambaran kepada kita bahwa, para pengikut khilafatul muslimin memiliki kepercayaan dan keyakinan utuh atas ruang dan cara beragama yang dilakukan oleh khilafatul muslimin. Ia menganggap bahwa keyakinan itu harus ditegakkan dalam ruang lingkup sosial yang heterogen dan melupakan ruang keyakinan orang lain yang berbeda dengan dirinya. Konsekuensi yang tercipta adalah ketiadaan saling menghargai di ruang perjumpaan orang yang berbeda, agama dan keyakinan yang berbeda.
Khilafatul muslimin dan perjuangan menegakkan khilafah
Ditangkapnya Abdul Qadis Hasan Baraja, apakah menyebabkan perjuangan khilafatul muslimin jadi mati? Jawaban dari pertanyan ini sangat kompleks untuk dijawab melalui jawaban “mati” atau “tetap hidup”. Pada tulisan sebelumnya, penulis menjelaskan bahwa, pendirian khilafatul muslimin oleh Hasan Qadir Baraja setelah ia keluar dari penjara karena terlibat kasus yang berkenaan dengan terorisme.
Semangat perjuangan Abdul Qadir Hasan Baraja masih begitu membara selepas keluar dari penjara dan membuahkan sebuah organisasi yang bernama khilafatul muslimin. Tidak hanya itu, waktu 25 tahun berdirinya khilafatul muslimin seperti yang dijelaskan di atas, bukanlah waktu yang sebentar. Kedua alasan itu, kiranya menjadi sangat cukup untuk menjawab perjuangan khilafatul muslimin akan “tetap hidup” meskipun sang khalifah ditangkap.
Tidak hanya itu, pembicaraan tentang khilafatul muslimin yang semakin massif di media, tentu akan berpengaruh terhadap semangat dan perjuangan para anggota khilafatul muslimin untuk menegakkan khilafah. Sebab hal itu bisa menjadi salah satu branding organisasi gratis yang bisa dimanfaatkan oleh mereka agar bisa lebih dikenal oleh publik.
Selanjutnya, nasib organisasi akan seperti perjuangan Front Pembela Islam (FPI) yang dibubarkan oleh pemerintah, imam besarnya ditangkap dan dipenjara. Nama organisasinya juga berubah. Meskipun demikian, matinya eksistensi itu bukan berarti mati ideologi. Gairah mereka tetap jalan dan hidup, yakni menegakkan khilafah.
Muallifah, Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.