Khilafah.id – Saya rasa, pelabelan “pemuda idealis” di era milenial itu, sebetulnya bukan sesuatu yang menarik lagi. Sebab, kegairahan pemuda millennial terhadap sesuatu, sejatinya tidak lagi menempatkan dirinya ke dalam sesuatu yang bersifat ideal atau idealis. Tetapi, mereka justru mampu menempatkan segala sesuatu yang mereka tekuni itu, sebagai pola “life-style”. Atau gaya hidup yang tidak pernah membosankan dalam diri mereka yang autentik itu.
Dari sinilah mengapa, saya selalu ingin menjadikan jalan untuk melawan khilafah dan radikalisme-terorisme itu sebagai “life-style” pemuda milenial. Karena, saya ingin membangun satu kebudayaan milenial yang anti-pemecah-belah bangsa. Ingin membangun satu paradigma etis di dalam melawan para perusak dan pemecah-belah kedaulatan bangsa ini, bukan lagi sebagai tanggung jawab atau beban moral. Tetapi, telah menjadi “gaya hidup” atau kebiasaan diri yang lebih nyaman, santai dan enjoy tetapi (konsisten) di dalam melakukannya.
Maka sangat logis saya katakan. Bahwa, melawan khilafah radikalisme-terorisme itu sebetulnya bukan lagi sebuah beban moral bagi pemuda milenial. Melainkan sebagai sesuatu yang sifatnya gaya hidup “life-style”. Karena, orientasinya bukan lagi sesuatu yang sifatnya “paksaan”. Tetapi, mereka mampu merealisasikan hal demikian sebagai sesuatu yang sifatnya kebiasaan diri.
Karena, selama ini kita selalu menempatkan diri dalam melawan khilafah radikalisme-terorisme, sebagai sesuatu yang idealis dalam hidup. Dari sinilah terkadang justru memunculkan sebuah masa, di mana seseorang akan mengalami kebosanan.
Tentu, jauh berbeda, ketika melawan khilafah radikalisme-terorisme sebagai sesuatu yang sifatnya gaya hidup atau “kebiasaan diri”. Niscaya, hal demikian akan menjadi sesuatu yang enteng untuk dilakukan setiap hari tanpa ada rasa kebosanan dan beban yang mengitarinya.
Bahkan selama ini, pemuda milenial selalu dipaksa untuk idealis. Termasuk dalam konteks, melawan khilafah radikalisme-terorisme. Sehingga, yang terjadi justru “beban moral”. Maka, sesuatu yang telah menjadi beban, terkadang pemuda milenial merasa bosan dan bahkan enggan untuk melakukan itu. Sebab, siklus mereka tidak lagi tentang pola idealis. Tetapi, lebih mengacu ke dalam pola “life-style” yang justru mereka melakukan hal demikian dengan kesadaran atau pilihan dirinya.
Maka, di sinilah saya kira menjadi satu kesadaran penting. Bahwa, melawan radikalisme-terorisme di kalangan pemuda milenial itu bukan lagi sesuatu yang ideal atau idealis dalam diri mereka. Tetapi, lebih mengacu ke dalam pola “life-style” atau gaya hidup yang membentang di dalam diri mereka. Sehingga, menjadi semacam kesadaran, kebiasaan dan kecanduan untuk melawan para pemecah-belah bangsa ini.
Karena, saya yakin betul. Ketika melawan khilafah radikalisme-terorisme mampu menjadi pola “life-style” dalam diri pemuda milenial, niscaya menjadikan bangsa ini aman bukan lagi sebuah tantangan atau-pun sebuah beban. Tetapi, melainkan orientasi atau jalan hidup yang telah mendarah-daging dan menjadi gaya hidup yang tidak pernah membosankan.
Dari kenyataan yang semacam inilah, saya termasuk orang yang sangat menolak. Ketika pemuda milenial atau pemuda masa kini dianggap kurang idealis. Bahkan, selalu dibanding-bandingkan dengan pemuda di masa lalu yang selalu menempatkan sesuatu ke dalam wilayah yang idealis dalam hidup mereka.
Padahal, antara pemuda millennial atau pemuda masa kini dengan pemuda masa lalu, itu sejatinya lahir dan terbentuk dalam setting sosial-peradaban yang jauh berbeda. Maka, sangat tidak logis jika pemuda millennial dipaksakan untuk menjadikan dirinya harus ideal atau perlu menjadi pemuda idealis. Sebab, mereka dalam banyak hal, itu selalu menempatkan segala sesuatu ke dalam pola gaya hidup atau “life-style”.
Termasuk di dalam melawan khilafah radikalisme-terorisme itu, sejatinya bukan lagi sebagai beban moral atau-pun idealisme kebangsaan. Melainkan, sebagai sesuatu yang sifatnya “life-style” atau gaya hidup yang terbangun. Artinya, menempatkan diri untuk melawan pemecah-belah bangsa bukan lagi sebagai sebuah beban hidup. Melainkan sebagai gaya hidup yang begitu nyaman untuk dilakukan.
Saiful Bahri, Jurnalis Pusat Media Damai BNPT.