Khilafah.id – Ideologi khilafah masih terus menguat di Indonesia, meskipun organisasinya misalnya, HTI telah dibubarkan. Indikatornya dapat kita lihat dari penayangan sebuah film Jejak Khilafah di Nusantara ala HTI ini, yang menurut penulis dan sejumlah tokoh muslim, lebih merupakan framing (pengkerangkaan) ideologi khilafah yang sarat dengan manipulasi sejarah dan pada gilirannya berbahaya untuk keutuhan bangsa dan negara.
Film dokumenter tersebut sangatlah cukup untuk membuktikan, gerakan anti Pancasila masih marak. Alih-alih bubar, mereka justru semakin berani memprovokasi masyarakat demi agenda khilafahnya. Oleh karena itu, pemerintah harus bertindak cepat dan tegas dalam menangkal arus radikalisme. Bukan negara hukum jika tidak bisa menangkal arus deras radikalisme. Dengan kata lain, menjaga keamanan rakyat dari bahaya ideologi khilafah ini adalah tugas negara.
Ini artinya, keterlibatan Indonesia di dalam memerangi segala sesuatu yang bertentangan dengan ideologi Pancasila adalah mutlak dilakukan. Terlebih apabila hal tersebut menjadi ancaman yang serius bagi rakyat Indonesia beserta kedaulatan negara.
Yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin ideologi HTI itu dapat mengancam ketentraman dan keamanan rakyat dalam berbangsa dan bernegara dan bahkan mengancam kedaulatan negara?
Sejauh ini, para ahli telah mengdentifikasi empat ciri radikalisme, yakni pertama, adanya penolakan terhadap konstitusi negara; lebih mengutamakan keseragaman dan tidak menerima keragaman. Kedua, mengutamakan tujuan kolektif dan mengorbankan hak-hak dan kebebasan individual. Ketiga, bersikap fanatik, intoleran, dan berfikir hitam-putih. Terakhir, lebih menekankan pemutlakan ide sendiri daripada dialog dan demokrasi.
Berdasar dari ciri-ciri tersebut maka HTI adalah salah satu gerakan radikal yang nomer wahid dalam menolak konstitusi negara Indonesia. Pada titik ini, keberadaan HTI pada akhirnya mengancam ketentraman dan keamanan rakyat Indonesia. Terutama karena aktivitasnya, mengekspresikan bentuk-bentuk pengkhianatan atas konsensus nasional, yakni HTI berniat mengkhilafahkan Indonesia.
Oleh karena Pancasila merupakan konsensus nasional dan bahkan ia diperoleh dengan cara-cara yang toleran, maka keberadaan HTI ini pada gilirannya akan mengancam kedaulatan negara. Sekalipun HTI, sekali lagi, telah resmi dibubarkan, akan tetapi ideologinya masih mengudara di saentero negeri ini.
Ideologi memang sulit ditangkal karena sifatnya abstrak, berbeda dengan organisasinya yang mudah kita raba dan dilihat oleh mata telanjang. Akan tetapi, ideologi tidak akan mungkin dapat terbang bebas tanpa melalui otak-otak yang berjalan misalnya, ada campur tangan dari anggota eks HTI. Ini menunjukan bahwa menguatnya ideologi khilafah itu karena ada aktornya.
Kaitannya dengan aktor dan bahaya yang ditimbulnya, ini dapat dilihat dari dua faktor yakni pertama, berasal dari dalam diri atau disebut faktor pendorong (push factors) dan kedua, berasal dari luar yang disebut dengan faktor penarik (pull factors).
Bersandar pada dua pendekatan ini, Irfan Abubakar dan Idris Hemay (2020), merangkum faktor-faktro pendorong (push factors) terdiri dari situasi personal, lingkungan sosial, dan kondisi struktural (makro) yang melingkupi kehidupan seseorang. Biasanya, faktor ini muncul karena perasaan dikucilkan dan perasaan dizholimi oleh kekuatan politik dominan, bersumber dari presepsi terhadap situasi obyektif – presepsi mana bisa obyektif, bisa pula subyektif atau bahkan imajinatif belaka.
Sementara, faktor penarik (pull factors) kerap berasal dari propaganda dan ajakan kelompok radikal dan ekstrimis yang mencoba menawarkan obat dari jawaban terhadap berbagai masalah yang dirasakan dan dikeluhkan orang pada dirinya, lingkungan sosial, negara dan bahkan global. Biasanya, mereka akan terus mempropagandakan bahwa khilafah adalah solusi dari segala solusi persoalan dunia.
Jadi, munculnya aktor di sini adalah mereka yang ikut bergabung dalam kelompok radikal, baik itu karena faktor pendorong atau pun faktor penarik dan kemudian, mereka menarik teman-temannya yang lain untuk ikut bergabung. Maka, tak ayal apabila ideologi khilafah di Indonesia itu masih terus menguat karena para aktornya (pemainnya) masih bergerak bebas mengkampanyekan ideologi mereka.
Sejauh ini, berbagai upaya kontra narasi telah dilakukan oleh pemerintah. Misal, pengesahan UU Terorisme dan UU Ormas serta kampanye moderasi beragama yang digalakkan oleh Kemenag RI, yang digawangi oleh Lukman Hakim Saifuddin tahun kemarin.
Dari uraian tersebut, menandaskan bahwa Indonesia tegas menolak ideologi khilafah. Hanya saja, meskipun sejumlah upaya pencegahan telah dilakukan misalnya, pembubaran HTI, alih-alih para pengasong khilafah ini menerima Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara, justru mereka dengan gagah dan berani menentangnya. Maka, adalah keliru jika sebagian dari kita menganggap keberadaan mereka tidak mengakibatkan perpecahan, konflik, dan bahaya besar lainnya terhadap eksistensi negara.
Saiful Bari, Alumnus Program Studi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Juga, pernah nyantri di Ponpes Al-falah Silo, Jember. Kini menjadi Redaktur Majalah Silapedia.