Khilafah.id – Belusukan Abu Bakar Ba’asyir, terpidana kasus pendanaan terorisme Aceh yang bebas murni pada awal tahun lalu menyisakan kekhawatiran serius: benarkah dirinya tengah menyusun siasat menuju tegaknya khilafah 2024. Pasalnya, bersamaan dengan masifnya silaturahmi Abu Bakar Ba’asyir ke beberapa pesantren, di kancah internasional tengah berlangsung juga siasat menuju tegaknya khilafah di tahun tersebut. Al-Qaeda, di Suriah, sedang mempersiapkannya.
Melansir dari pemberitaan internasional, setelah ISIS kalah, Suriah menjadi target Al-Qaeda. Kendati beberapa tahun terakhir organisasi tersebut seolah tiarap, ternyata mereka melakukan aktivitas terorisme secara klandestin dan menyebar di berbagai negara. Agenda utamanya, kekhalifahan global, tidak surut. Aksinya, teror, belum reda. Pada Minggu (31/1/2021), sedikitnya tiga orang tewas usai teroris Al-Qaeda serbu hotel mewah di Mogadishu, Somalia.
Syam adalah lokasi yang dinubuatkan menjadi tempat bangkitnya khilafah. Maka Al-Qaeda membidik sebuah teritorial di sana. Setelah pekan lalu, Jumat (5/2), menurut laporan PBB, pemimpin Al-Qaeda Semenanjung Arab (AQAP) Khalid Batarfi ditangkap dalam operasi militer di Kota Ghayda, Provinsi Al-Mahrah, Yaman, ternyata Batarfi muncul pada Rabu (10/2) waktu setempat, berbicara tentang penyerbuan Kongres AS bulan Januari lalu.
Maka fakta, Al-Qaeda belum mati, tetap militan dan mengincar momentum khilafah 2024. Itu mirip dengan Abu Bakar Ba’asyir ketika berkunjung ke Ponpes Darussalam Gontor dan Ponpes Tebuireng. Sang anak, Abdul Rochim Ba’asyir menegaskan, ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah imaniah menjadi tujuan bersatunya umat Islam di Indonesia. Sebab, dengan bersatu, dalam rencana Ba’asyir, negara ini akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Penting dicatat bahwa, di kalangan pejuang khilafah, terdapat kepercayaan bahwa setiap akhir periode dari 100 tahun, Allah Swt akan mengirimkan seorang pembaharu (mujaddid). Bila menghitung dari keruntuhan Turki Utsmani, yang mereka gadang-gadang sebagai momentum keruntuhan khilafah, maka akhir periode 100 tahun bertepatan dengan tahun 2024. Karenanya, semua narasi mengarah pada upaya realisasi nubuat yang mereka manipulasi tersebut.
Eksploitasi Hadis Nabi
Setiap satu abad akan lahir seorang pembaharu (mujaddid). Itu yang secara eksplisit Nabi Muhammad Saw sabdakan. Mujaddid, dalam etimologi Islam, berasal dari bahasa Arab: orang yang membawa pembaharuan. Dalam budaya Muslim, mujaddid adalah orang yang memperbaiki kerusakan dalam praktik agama Islam oleh umat Muslim. Mereka membawa metode-metode, memperbaiki metode yang menyimpang berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Mujaddid bisa seorang ulama, khalifah, atau cendekiawan, tetapi yang pasti, mereka adalah orang yang berpengaruh besar dalam menegakkan agama Islam di zamannya. Mujaddid memiliki tugas untuk memperbaiki, membangkitkan, dan membersihkan Islam yang ternodai unsur bid’ah, kurafat, dan sebagainya. Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Nabi Muhammad Saw bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
Imam Syafi’i (w. 820 M) merupakan salah satu mujaddid. Muridnya, Imam Ahmad (w. 855 M), dalam Mukhalafat al-Shufiyyah, berkata, “Allah Swt menetapkan bagi manusia, pada setiap seratus tahunnya ada seorang yang mengajari mereka sunah dan menafikan kedustaan atas nama Rasul. Kami pun menelaah. Ternyata di penghujung tahun 100 H adalah Umar bin Abdul Aziz, dan di pengujung tahun 200 H adalah al-Syafi’i.”
Sayangnya, ulama Wahabi menjadi dalang awal yang mengeksploitasi hadis tersebut demi kelompok mereka sendiri. Syekh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, ulama asal Arab Saudi yang notabene Wahabi mengatakan:
“Alhamdulillah, Allah Swt senantiasa mengaruniai umat ini kemunculan para mujaddid ketika umat sangat membutuhkan keberadaan mereka. Di antara para mujaddid adalah Imam Ahmad bin Hanbal pada abad ketiga, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pada akhir abad ketujuh dan awal abad kedelapan, serta Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad kedua belas.” (Asy-Syari’ah, 2020).
Seperti kita tahu, Wahabi yang berhaluan salafi-takfiri merupakan aktor utama terorisme di pelbagai belahan dunia. Kini mereka, para teroris, percaya bahwa setelah 100 tahun khilafah runtuh tahun 1924, tahun 2024 menjadi tahun bersejarah di mana mujaddid tersebut akan muncul. Menyambut itu, Al-Qaeda tengah membangun kekuatan dan solidaritas seluruh dunia. Tahun munculnya mujaddid sudah mereka persiapkan dari sekarang.
Secara kualitas, hadis tersebut tidak bermasalah. Masalahnya terletak bagaimana pemaknaannya telah tertarik ke wilayah eksploitatif. Nabi tidak mengatakan bahwa, per seratus tahun, khilafah akan tegak. Dalam suatu riwayat bahkan menyabdakan bahwa khilafah hanya akan berlangsung 30 tahun setelah wafatnya beliau. Nubuat tentang mujaddid berorientasi pada pembaharuan keilmuan keagamaan, bukan sistem politik seperti khilafah.
Abu Bakar Ba’asyir, sebagai salah satu dari komplotan itu, ikut memanipulasi hadis Nabi. Pada saat yang bersamaan, Hizbut Tahrir juga tengah siap-siap menyambut tegaknya khilafah 2024. Tinggal menunggu komando dari dedengkot kaum khilafahers di Syam. Refleksi yang fatalistik-eksploitatif terhadap hadis tentang mujaddid tadilah yang melahirkan wacana khilafah 2024.
Khilafah 2024 dan Pemilu
Ada dua tantangan kebangsaan kita di tahun 2024. Pertama, pertarungan politik. Banyak memprediksi, iklim politik Pemilu 2024 akan seru. Kedua, konsolidasi ideologi kelompok pejuang khilafah 2024. Boleh jadi, ketika itu tidak ada lagi HTI, FPI, JI, MMI, JAT, JAD dan sebagainya, sebab mereka telah berkoalisi menjadi satu komunitas: ‘umat Islam’. Perjuangannya pun satu, bagaimana mendelegitimasi pemerintah. Mujaddid diproyeksikan menghapus sistem demokrasi.
Semua tokoh politik khilafah tengah melakukan konsolidasi. Al-Qaeda sedang menancapkan pengaruh baru, baik di Arab maupun Indonesia, juga negara-negara lainnya. Kita tidak lagi bisa bertanya apakah khilafah mungkin tegak atau tidak. Kita harus menyadari satu hal, bahwa mereka sangat merindukan khilafah ala mereka. Tahun 2024 adalah 100 tahun keruntuhan khilafah, sementara kepercayaan mereka akan nubuat sangatlah besar.
Semua dalam bayang-bayang kaum khilafah alias khilafahers. Bagaimana masa depan umat Islam di Indonesia bersamaan dengan konsolidasi umat yang Abu Bakar Ba’asyir prakarsai? Jika 2024 Rizieq Syihab sudah bebas, mungkinkah ia akan menjadi mitra Ba’asyir atas agendanya? Lalu bagaimana masa depan bangsa Indonesia jika pada 2024 terjadi chaos politik dan ideologi? Pertanyaan yang bagus!
Ahmad Khoiri, Pegiat Kajian Social and Religious Movement.