Khilafah.id – Buya Syafii Maarif, sebagai salah satu cendekiawan muslim, kerap memberi kritik dan jalan bagi problem bangsa yang telah akut. Tulisan-tulisannya yang beredar di banyak media, berkali-kali mengumandangkan bahwa kembali mengacu pada pancasila dan agama adalah jalan terbaik untuk membangun bangsa.
Salah satu tulisannya ‘Mesin Kekuasaan Tanpa Moral’ yang terdapat di dalam buku Mencari Autentisitas dalam Dinamika Zaman (2019), Buya Syafii Maarif menjelaskan sebab gerak bangsa yang hampir ambruk untuk kesekian kalinya. Soekarno dan Soeharto menjadi nama yang dinilai olehnya, telah bergerak terlalu jauh dari rambu-rambu pancasila. Mereka menyalahgunakan kekuasaan. Kendati apresiasi juga diberikan pada capaian-capaian di masa pemerintahan keduanya.
Mengutip kritiknya: “… sistem kekuasaan wajib ditegakkan di atas landasan moral yang kukuh. Tanpa moral, kekuasaan pasti akan bersifat destruktif.” Kita tahu bahwa sejarah bangsa ini tidak melulu dibangun dengan cara yang harmonis, ayem tentrem, dan berjalan mulus. Di setiap kepemimpinan, baik Soekarno maupun Soeharto mesti tercatat didapati demo sampai pertumpahan darah.
Ada sekian aktivis yang tidak diketahui keberadaannya sampai hari ini. Beberapa juga kehilangan anggota keluarga tanpa diduga. Realitas semacam ini dinilai oleh Buya Syafii Maarif sebagai wujud keliru dari pengamalan kemanusiaan yang beradab, sila kedua Pancasila. Pengamalan yang semestinya menunjukkan sikap harmonis, damai, disertai dengan musyawarah mufakat pada setiap kebijakan maupun problem kebangsaan yang tengah terjadi, nyatanya kerap dinegasikan.
Hanya saja, kritik itu tidak lantas membuat kondisi bangsa ini beranjak menuju ke jalan bangsa yang lebih baik. Buya Syafii kembali menyoroti degradasi moral bangsa di negeri ini melalui problem yang sejak puluhan tahun silam sampai hari ini masih saja terus terjadi.
Gejala Semangat Beragama
Di artikel tokoh Muhammadiyah ini, Moral Bangsa Dalam Taruhan, salah satu artikel yang terbukukan di Membumikan Islam; Dari Romantisme Masa Silam Menuju Islam Masa Depan (2019), Buya Syafii Maarif menemukan lagi perbaikan sekaligus penyakit moral bangsa Indonesia; semangat beragama dan korupsi.
Gejala pada semangat beragama ini pada dasarnya mengindikasikan perbaikan akhlak, utamanya bagi umat muslim. Mereka yang datang dari kelas pekerja rendahan sampai kaum elit perkotaan berbondong-bondong datang ke masjid, mendengar mimbar-mibar ceramah, atau mendedah kitab karya ulama klasik. Kecenderungan religius semacam ini bagi Buya Syafii Maarif cukup menggembirakan.
Tetapi terkadang, mereka yang turut ambil bagian dalam aktivitas religius ini masih memiliki ejawantah sifat-sikap di keseharian yang bertentangan dengan ajaran agama. Mereka melakukannya tanpa disertai rasa salah, apalagi tanggung jawab. Mereka mengikuti pengajian, tetapi juga korupsi sekian juta yang bukan menjadi haknya.
Perilaku Korup dapat Menghancurkan Bangsa Religius
Kata Buya Syafii Maarif: “… padahal bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang religius dan sebagai bangsa muslim terbesar di muka bumi. Atribut-atribut mulia dan besar ini teramat sering dihancurkan oleh perilaku korup dan penyalahgunaan kekuasaan.” Memang tidak sedikit kita dapati mereka yang melakukan korupsi adalah mereka yang berpendidikan tinggi, berjilbab dan berkopyah, donatur utama dana pendidikan, bahkan ada juga yang telah menunaikan haji.
Kasus korupsi ini masih ada karena disebabkan oleh lemahnya sistem hukum di negara kita. Kedudukan pelaku korup bisa ternyata masih bisa membuatnya terbebas atau peroleh keringanan hukuman. Padahal baik dalam agama, Pancasila, maupun regulasi yang ditetapkan di negeri ini, siapa saja yang korupsi mesti dihukum karena telah merugikan negara.
Tetapi kita tidak perlu pesimis pada realita korup yang tidak beranjak membaik dari tahun ke tahun. Bahwa banyaknya kasus korupsi tidak lantas membuat semua penduduk di negeri ini bermental korup. Buya Syafii Maarif tetap percaya pada banyak pihak yang masih memegang prinsip dan kepemilikan moral yang berintegritas.
Kini kepercayaan tersebut diwariskan pada generasi kita. Generasi yang ia harapkan dapat memanjangkan moral-moral kebaikan pada semesta. Selamat jalan Buya Syafii Maarif.
Ahmad Sugeng Riady, Masyarakat biasa merangkap marbot di pinggiran kota Yogyakarta.