Khilafah.id – Setelah kemarin saya tulis cerita eks returnis ISIS dan sepertinya dibagikan kisahnya, sekarang saya coba tulis cerita eks narapidana teroris (atau eks napiter). Sebenarnya, eks ISIS dan eks napiter memiliki keterkaitan yang cukup erat. Keduanya sama-sama pelaku teror dan berideologi takfiri sebagaimana yang diyakini Wahabi.
Seorang eks napiter yang ingin saya bagikan kisahnya di sini adalah Mustaghfirin. Dia merupakan eks napiter yang pernah terlibat dalam jaringan pelaku teror Nurdin M. Top dan juga Dr. Azhari. Mulanya terjebak dalam jebakan terorisme, Mustaghfirin memiliki keinginan mencari jati dirinya dan di tengah pencariannya dia terperangkap propaganda terorisme yang marak pada tahun 2005-2006.
Sekarang, Mustaghfirin bertobat dari terorisme dan kembali ke jalan yang benar. Setelah itu, dia tidak diam dalam menebus dosa sosialnya yang dilakukannya sejak menjadi teroris. Dia tebus dengan melakukan deradikalisasi di beberapa kesempatan selagi dia mampu. Pernah dia berbagi kisahnya kepada 50 santri Yayasan Hujan Assalam sambil ngabuburit sebelum berbuka bersama, di Masjid Modern Hujan Assalam, Jumat 15 Maret 2024.
Saat berbagi kisah ini Mustaghfirin juga memberikan nasihat sebagai bentuk deradikalisasi. Tujuannya, orang lain, termasuk 50 santri tersebut tidak terjebak propaganda terorisme yang cukup berbahaya. Dia berpesan bahwa terorisme tidak hanya berdampak buruk pada si pelaku, tapi juga masa depannya dan keluarganya. Artinya, terorisme benar-benar membahayakan pelakunya sendiri dan orang lain, termasuk orang yang punya ikatan kekerabatan atau persahabatan dengannya.
Selain itu, Mustaghfirin memberikan nasihat bahwa penting adanya pendidikan, pemahaman, dan dialog untuk melawan paham radikalisme yang merusak. Pendidikan yang benar akan mencegah seseorang terjebak propaganda terorisme. Karena, orang yang dibesarkan dengan pendidikan yang benar akan dibekali dengan pemahaman atau ideologi yang benar pula, bahwa melakukan sesuatu yang membahayakan keselamatan orang lain adalah dilarang. Terorisme jelas membahayakan, maka terorisme dilarang.
Pendidikan yang baik juga akan mengajarkan seseorang senang berdialog. Karena, dialog adalah bagian dari mencari kebenaran yang disepakati secara mufakat. Kebenaran yang disepakati oleh banyak orang jauh lebih kuat validitasnya dibandingkan kebenaran yang dihasilkan dari hasil olah pikir seorang diri. Nabi, meski sudah menerima wahyu dari Tuhan, tetap menekankan pentingnya dialog agar umat terbiasa menghormati pendapat orang lain.
Orang yang menghormati pendapat orang lain jelas memiliki sikap yang redah hati dan tidak sombong. Disadari atau tidak, terorisme itu memuncak karena kesombongan si pelaku yang melihat kebenaran hanya yang mereka yakini dan ketahui. Sementara, keyakinan orang lain adalah kufur alias sesat. Maka, pelaku teror tidak menerima kebenaran dari luar sebab hati dan pikirannya ditutup oleh kesombongannya.
Mustaghfirin juga menekankan pada suatu kesempatan bahwa keluarga, guru, dan dunia pendidikan juga memperhatikan perkembangan teknologi. Propaganda terorisme sekarang juga disebar di media sosial. Propaganda ini akan sangat mudah dan cepat mempengaruhi mindset bangsa ini. Perlu deradikalisasi sebagai langkah pencegahan propaganda yang disebarkan terutama di media sosial.
Sebagai penutup, Mustaghfirin telah membagikan kisahnya dan memberikan nasihat-nasihat yang bermanfaat. Ini adalah kisah nyata dan nasihatnya tentu bukanlah bualan semata. Nasihatnya pasti keluar dari kesadaran diri agar nasihat itu dapat membebaskan bangsa dari gempuran terorisme yang masih eksis sampai saat ini. Sebagai orang bijak, bangsa ini harus mengambil pelajaran dari kisah Mustaghfirin tersebut.
Dr. KH. Khalilullah, S.Ag., M.Ag., Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional.