Khilafah.id – Meskipun bangsa ini telah bersepakat untuk menjadikan ideologi pemersatu Pancasila sebagai dasar negara, namun geliat para pemimpi negara Islam sejak awal sudah bergema. Mimpi yang diwujudkan dalam gerakan politik telah menyebabkan fenomena pemberontakan di berbagai daerah selama bertahun-tahun lamanya.
Korban sesama anak bangsa pun tidak terhindarkan akibat pemberontakan yang dilancarkan demi mimpi negara Islam. Pada masanya bangsa ini harus terus berupaya menstabilkan kondisi keamanan negara dari gerakan yang menolak kesepakatan bersama tentang bentuk dan dasar negara. Akhirnya, gerakan pemberontakan dan makar untuk merubah dasar negara dapat diredakan. Apakah mimpi itu sudah hilang?
Saya tegaskan sampai detik ini mimpi itu terus hidup baik dari gerakan lama maupun gerakan baru yang berkelindan dengan gerakan trans nasional. Gerakan lama sebagai rekinkarnasi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) terus bergerilya secara laten. Korban anak-anak muda yang didoktrin dan direkrut berjalan baik di level kampus maupun majlis ekslusif di tengah masyarakat.
Mimpi NII itu sampai saat ini belum pudar walaupun secara gerakan mereka belum bisa dikategorikan sebagai ancaman nasional yang cukup serius. Namun, sekali lagi ideologi dari gerakan ini jelas sejak awal bertentangan dengan falsafah bangsa ini. Ideologi dari mimpi negara Islam merupakan pengkhianatan dari kesepakatan dan perjanjian luhur bangsa. Haruskah korban berjatuhan sesama anak bangsa demi terus bermimpi?
Sementara gerakan baru tentang mimpi negara Islam pun kian datang dari berbagai penjuru. Momen reformasi menyajikan kondisi yang setiap orang berekspresi sesuai aspirasi dan idelogi yang dimiliki. Menjamurnya gerakan islamisme dengan mimpi negara Islam kian kencang. Organisasi massa mulai tumbuh dengan euforia mimpi kembali menegakkan negara Islam.
Dari kelompok baru tersebut memang ada jelmaan dari gerakan lama. Mantan anggota NII terus bertransformasi dalam gerakan sosial dan radikal. Ada yang bergabung dalam kelompok radikal yang menghalalkan kekerasan untuk menggapai mimpi negara Islam. Ada pula gerakan yang berbentuk vandalisme di ruang publik dengan mimpi menegakkan syariat Islam. Ada juga gerakan trans nasional yang lebih meluaskan skala global dengan mimpi yang lebih besar khilafah.
Berbagai gerakan itu memang mempunyai mimpi negara Islam atau khilafah dengan mimpi yang sama tetapi dengan berbagai metode gerakan yang berbeda-beda. Dan faktanya, gerakan membawa mimpi itu memang tidak pernah bersatu. Gerakan yang menggunakan term agama dalam bentuk kekerasan dan teror memang tidak bertemu dengan gerakan pemikiran trans nasional yang ingin menegakkan khilafah. Namun, semuanya adalah ancaman bagi kedaulatan negara ini.
Selama reformasi gerakan itu tidak ada yang menyentuh dan seolah dibiarkan. Mereka menikmati kebebasan demokrasi yang sejatinya sistem yang mereka kutuk dan kafir-kafirkan. Sebagian beradaptasi dengan demokrasi, sebagian terus menggemakan kafir demokrasi dan sebagian lagi melakukan kekerasan di ruang publik dengan menyuarakan mimpi membangun negara agama.
Ketegasan Pemerintah mulai tumbuh dengan membubarkan organisasi terlarang yang bertentangan dengan falsafah negara. Namun, pembubaran ormas itu bukan suatu titik final. Ideologi itu akan terus berkembang sebagaimana NII yang terus melakukan penyisiran kader dari aras bawah. Begitu pun organisasi terlarang lainnya dengan mimpi menegakkan negara agama terus melakukan kaderisasi.
Sejatinya negara tidak boleh berkompromi dengan organisasi dan ideologi yang bertentangan dengan falsafah negara. Jika dibiarkan kita bisa bayangkan. Sejak era reformasi hingga saat ini bisa dibayangkan ruang bebas itu telah menyuburkan banyak gerakan dan semakin berani menyuarakan di muka umum. Tidak bisa dibiarkan organisasi dan ideologi yang merusak dasar negara diberi ruang atas nama kebebasan dan demokrasi. Jika tidak, perpecahan dan perang saudara akan muncul sebagai akibat dari mimpi yang sesungguhnya sejak awal bertentangan dengan falsafah negeri ini.
Farhah Sholihah, Aktivis perdamaian nasional.