Khilafah.id – Di antara pertanyaan yang sering ditanyakan oleh anak pada orang tuanya adalah khilafah islamiyah. Pasalnya, tema ini belakangan ramai dipergunjingkan oleh nitizen Indonesia.
Fenomena ini didukung dengan adanya era gawai ini, anak-anak dan remaja – SMP/MTsN atau SMA/MA— terbiasa menggunakan ponsel. Yang di era internet sudah terbiasa mengoleksi pelbagai informasi yang beragam . Konten keislaman, sudah barang tentu yang tersedia.
Jika mendapat pertanyaan dari anak tentang khilafah, orang tua bisa menjelaskan bahwa khilafah islamiyah artinya secara bahasa orang yang menggantikan pemimpin sebelumnya.
Misalnya, Khalifah Abu Bakar mendapatkan gelar khalifaturrasul, disebabkan ia didapuk pengganti Rasulullah pasca Nabi wafat. Kemudian, Umar bin Khattab disebutkan khalifah khalifaturrasul, sebab mengganti Abu Bakar (khalifahturrasul).
Adapun persoalan apakah wajib mendirikan khalifah di dunia ini? Pun mengganti Indonesia dengan negara khilafah? Maka jawabannya; tidak!. Pasalnya, tidak ada dalam Al-Qur’an dan hadis yang menunjukkan kewajiban mendirikan negara Islam (khilafah Islamiyah).
Abdullah bin Umar bin Sulaiman al Damiji dalam kitab al Imāmatu al Udzmā ‘Inda ahl al Sunnati wal Jamāah menyebutkan bahwa kepemimpinan politik (imamah) bukanlah suatu tujuan utama dalam Islam.
Memakai bahasa sederhana, imamah bukanlah tujuan utama yang ingin digapai syariat Islam. Dengan demikian, khilafah merupakan instrumen (wasilah) untuk menegakkan kebaikan, serta melarang kemungkaran.
Syekh Sulaiman al Damiji berkata;
إن الإمامة وسيلة لا غاية ، وسيلة إلى إقامة الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر بمفهومه الواسع – كما مرّ في مقاصد الإمامة – وهذا واجب على جميع أفراد الأمة الإسلامية ، وحيث إنه لا يمكن القيام به على وجهه الأكمل إلا بعد تنصيب إمام للمسلمين يقودهم وينظم لهم طريق الوصول إلى القيام بهذا الواجب العام
“Sesungguhnya kepemimpinan politik (imamah) merupakan instrumen,bukan tujuan utama. Ia merupakan instrumen dalam menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar. Dengan pengertian yang lebih luas,—sebagaimana dijelaskan dalam tujuan-tujuan kepemimpinan—.
Dan ini merupakan kewajiban bagi setiap individu umat Islam, karena (menegakkan amar ma’ruf nahyi munkar) tidak mungkin dapat dilakukan secara sempurna, kecuali setelah mengangkat pemimpin bagi umat Islam yang dapat menuntun dan mengatur mereka tentang cara menegakkan kewajiban yang utama,”.
Seorang ayah atau ibu juga bisa mengutipkan penjelasan Syekh Abdullah bin Bayyah, mufti Uni Emirat Arab, dalam Fatwa Response to ISIS, This is Not the Path to Paradise. Ia menjelaskan bahwa istilah khalifah tidak memiliki legitimasi yang kuat dalam Islam. Khalifah bukanlah masalah teologi tetapi merupakan bentuk subjek hukum untuk ketentuan hukum.
Lebih jauh lagi, khalifah sebagai salah satu alternatif untuk mencapai persatuan antara negara—sehingga mereka mampu bekerja sama dan saling melengkapi. Dari penjelasan itu, sistem kekhalifahan—kendati pun pernah dipraktikkan oleh sahabat Nabi— terbuka kemungkinan untuk diganti, disebabkan jika relevan.
Zainuddin Lubis, Tim Redaksi Media Keislaman Nasional.