Perempuan dalam Genggaman Patriarki, Khilafahers Biang Keroknya?

Patriarki perempuan

Khilafah.id – Patriarki adalah suatu sistem yang menempatkan laki-laki dewasa pada posisi terpenting, sementara itu dalam sistem ini perempuan hanya dijadikan sebagai istri yang bertugas untuk mendampingi, menghibur, dan melayani suami, sedangkan seorang anak menjadi seseorang generasi penerus dan penghibur ayahnya.

Budaya patriarki sendiri yang berkembang dalam ruang lingkup masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidaksetaraan gender yang mempengaruhi beberapa aspek, seperti aspek ekonomi, politik hingga pendidikan. Tak jarang dalam sebuah keluarga yang menjadi panutan serta kepala keluarga itu seorang laki-laki.

Istilah patriarki digunakan yaitu untuk menjelaskan sistem sosial dimana seorang laki-laki sebagai golongan dominan dalam mengendalikan kekuasaan terhadap golongan perempuan. Seiring dengan adanya sistem sosial tersebut kepercayaan bahwa laki-laki kedudukannya yang lebih tinggi daripada perempuan: bahwa perempuan harus dikuasai oleh seorang laki-laki.

Masyarakat dan negara yang mengikuti sistem patriarki justru akan menyebabkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan struktur di mana laki-laki dan perempuan menjadi korban, namun sampai sekarang masih di dominasi oleh perempuan yang menjadi korban.

Dalam pandangan agama mengenai sistem patriarki ini dapat menciptakan budaya patriarki yang selalu memosisikan perempuan di bawah laki-laki dalam konteks apapun dan laki-laki yang senantiasa berada di atas perempuan. Sebagai contoh dalam posisi mengatur, memimpin, dan penguasa tidak sedikit yang mengisi posisi tersebut adalah seorang laki-laki.

Padahal dalam ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan keadilan, dan bahkan menentang sistem patriarki. Oleh karena itu diperlukan adanya pemahaman baru tentang keadilan kesetaraan gender, bukan patriarki.

Hampir di seluruh daerah di Indonesia masih memegang erat budaya patriarki, yang tentu saja akan berpengaruh besar pada pergerakan seorang perempuan dan yang seharusnya mendapatkan ruang yang setara dengan seorang laki-laki. Didalam ruang lingkup masyarakat yang masih memegang erat budaya patriarki ini akan menjadikan kehadiran perempuan yang akan selalu diletakkan dalam tempat yang mudah untuk di kendalikan dengan sebuah logika.

Contoh kecil akibat melekatnya budaya patriarki dalam kehidupan berumah tangga; Tak jarang terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang didominasi oleh seorang laki-laki. Budaya tersebut akan menciptakan sebuah gagasan bahwa seorang perempuan itu seseorang yang lemah, dan mudah untuk di sakiti baik fisik maupun hatinya. Dengan adanya budaya patriarki ini sangat tidak menguntungkan untuk seorang perempuan, dan tak jarang seorang perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Setiap manusia yang dilahirkan di bumi memiliki hak sama, begitu juga hak untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, maupun hak dalam mengambil keputusan. Akan tetapi, melekatnya budaya patriarki ini yang menyebabkan kesenjangan gender. Hakikat kesetaraan gender dan keadilan memang tidak bisa untuk dijauhkan dari konteks yang selama ini dipahami oleh masyarakat tentang kedudukan perempuan dan laki-laki dalam tatanan masyarakat.

Dalam pemahaman agama, penjelasan sistem patriarki ada dan dimuat dalam ilmu fiqih maupun tafsir. Di dalam ilmu fiqih, perempuan juga dibatasi dalam wilayah domestik saja. Contohnya syarat untuk mengerjakan sholat jum’at, menjadi wali, hakim, dan pimpinan harus semuanya di duduki oleh seorang laki-laki. Sementara di bidang tafsir, Ibn Katsir (W.774H) ketika menafsirkan Al-qur’an surah An-nisa’ ayat 34 beliau tampak dipengaruhi nilai-nilai budaya patriarkis.

Nilai patriarkis yang di tampakkan dalam tafsirnya diantaranya dari pernyataan penulisnya yang menganggap bahwa peran seorang laki-laki sebagai, penguasa, pengayom, pemimpin, dan hakim serta pendidik seorang perempuan, jika seorang perempuan itu membengkok. Di sini sudah di jelaskan bahwasannya semua laki-laki lebih berpendidikan dan lebih mampu berperan sebagai pemimpin dari seorang perempuan yang mempunyai kecenderungan membengkok (potensi negatif).

Hal tersebut adalah tindakan yang mengistimewakan seorang laki-laki dan merendahkan martabat perempuan, serta memberi tanda seorang perempuan dengan sifat negatif.

Pada akhirnya, jika logika patriarki semakin tumbuh subur, perempuan kian tertindas. Di dalam ruang lingkup patriarki semacam ini seorang perempuan sulit mendapatkan jalan untuk pemenuhan kesetaraan untuk mengekspresikan diri mereka di ruang publik dan media sosial.

Logika patriarki justru sangat bertautan dengan kekerasan dan perempuan mudah tunduk di bawah kepentingan sepihak. Inilah yang mesti disadari oleh masyarakat kita hari ini agar tidak mudah terjebak dalam nalar berpikir untuk mengunggulkan diri dengan seraya menundukkan pihak lain. Karena selama itu terus dipraktikkan, selama itu pula kita tidak pernah memahami kesetaraan.

Nanda Nely Faradis, Feminis muda.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Asghar Ali Engineer: Apa Itu Hakikat Jihad?

Sab Mar 19 , 2022
Khilafah.id – Beberapa tahun terakhir, terminologi jihad mengalami distorsi makna bahkan kerap kali dimanipulasi oleh sebagian kelompok untuk memuluskan agendanya, seperti HTI, ISIS, JI, JAD dan lain sebagainya. Tak ayal, yang tampak ke permukaan adalah sikap radikal, ekstrem, klaim kebenaran tunggal hingga aksi teror. Tentu saja, hal ini memerlukan pemahaman […]
Asghar

You May Like