Khilafah.id – HTI memang sudah dibubarkan oleh pemerintah empat tahun yang lalu. HTI telah terbukti melakukan kekerasan baik secara verbal maupun tindakan serta memiliki cita-cita mendirikan (negara Islam) khilafah menggantikan konsep NKRI. HTI dikenal sebagai ormas yang memiliki taktik cantik dalam membius anggota-anggotanya.
Sebut saja, saya memiliki teman di salah satu universitas di Jakarta yang tidak mau disebut namanya, sewaktu baru masuk kampus dikelabui masuk pesantren Tahfiz di daerah Ciputat. Teman saya itu menamai tempat basecamp HTI di kalangan mahasiswa sebagai Rumah Binaan (RUBIN). Alih-alih dia ditarik ikut mesantren di RUBIN, yang ada malah didoktrin dengan cara halus, agar mau berjuang dengan HTI, merampas pemerintahan NKRI yang dianggap taghut.
Ketika empat tahun yang lalu para pemimpin HTI dicecar tentang khilafah Islamiyyah yang diusungnya, mereka selalu mengelak. Sebut saja Jubir HTI Ismail Yusanto, ketika diwawancarai oleh Aiman Kompas TV, ia selalu memalingkan pembicaraan khilafah kepada pembicaraan-pembicaraan yang lain. Ismail justru terus menekan dan memaksa berbicara bahwa HTI tidak lain kecuali organisasi dakwah Islam sebagaimana ormas-ormas lainnya.
Begitu trik HTI untuk membranding diri sebagai organisasi bukan teroris. Pun demikian dengan film animasi Nussa-Rara, adalah film yang tidak bisa lepas dari genggaman HTI. Adalah Felix Siauw, muallaf yang menjengkelkan orang se-Indonesia. Di mana tidak. Dia baru masuk Islam tetapi sudah belagu.
Felix adalah salah satu orang yang membidani lahirnya film animasi Nussa-Rara. Kita tahu bahwa ia adalah orang yang paling getol melawan pemerintah dan mendukung HTI. Wajar jika kemudian Denny Siregar juga menyatakan dengan tanpa ragu bahwa dia adalah orang yang memiliki visi dan misi mendirikan khilafah melalui film animasi. Sejarah membuktikan bahwa film sangat efektif membranding masyarakat agar mau mengikuti aturan atau tidaknya aturan pemerintah baik pusat maupun daerah. Di Malaysia, negaranya membuat film Upin Ipin untuk menyatukan semua kelompok agama, karena sebagaimana diketahui, film tersebut menampilkan anak-anak dari berbagai agama dan selalu rukun.
Sangat sulit untuk dikatakan tidak ada visi mendirikan khilafah atas adanya film ini. Simbol-simbol yang ditayangkan melalui film Nussa-Rara sarat dengan eksklusivisme. Kita bisa lihat, bagaimana dalam film tersebut seorang bocah baru berapa tahun sudah harus selalu memakai pakaian gurun/orang Arab, kapan dan di manapun. Karakter orang Indonesia tidak demikian. Kita memang mewajibkan kerudung dan mensunahkan peci bagi laki-laki. Tapi tidak masuk akal jika peci dan kerudung serta baju-baju islami selalu dipakai di mana-mana.
Di kamar mandi, ketika main di dalam kamar sendiri, dan tempat-tempat privat lainnya. Sekali lagi karakter masyarakat Indonesia tidak demikian. Mereka dinamis. dalam menggunakan baju, apalagi bagi mereka yang masih kanak-kanak. Kita bisa melihat pada tayangan episode “Puasa Pertama Rara”. Pada tayangan tersebut Nussa dan Rara sedang melaksanakan sahur, keduanya selalu memakai baju Islami.
Kemudian setelah selesai mereka menyikat gigi di kamar mandi, baju-baju islami itu pun tidak mereka lepas. Baju yang mereka pakai ketika main, makan, ke masjid, bahkan ke kamar mandi sekalipun, selalu dengan baju-baju Islam. Ada pesan yang cukup menarik jika dilihat dalam tayangan Ini, yaitu tentang eksklusivitas dalam beragama. Film ini seolah-olah hendak menyampaikan pesan bahwa hanya baju-baju Muslim yang harus dipakai di mana pun. Selain itu tidak boleh.
Karena tidak diajarkan oleh Islam, karakter pakaian yang digunakan Nussa sendiri memperlihatkan eksklusifnya. Baju yang selalu dipakai mirip dengan orang-orang Jama’ah Tabligh, dengan peci, pakaian kokoh agak memanjang sedikit, dan celana (bukan sarung sebagai khas Indonesia). Pun demikian dengan Rara. Baju yang selalu dipakai adalah kebaya dengan warna kuning dan kerudung merah.
Kira-kira, karakter pakaian yang dipakai keduanya hendak memberi pesan kalau, anak kecil sedari kecil harus sudah memakai pakaian layaknya Jama’ah Tabligh. Pun demikian pakaian tersebut sarat dengan eksklusivisme. Jangan sampai anak-anak kita melihat dan menikmati film ini. Secara umum memang menyampaikan pesan-pesan keislaman, tetapi di balik itu sarat dengan eksklusivisme.
Satu di antara pencetus film Nussa-Rara adalah Felix Siauw. Ia adalah tokoh yang selalu menyerukan khilafah Islamiyyah at-Tahririyah. Mu’allaf ini berjuang untuk mendirikan khilafah Islamiyyah. Film Nussa-Rara memang dibuat soft agar dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman, mudah ditangkap oleh anak-anak yang lain, sehingga bisa sangat mungkin memengaruhi otak anak-anak Indonesia menjadi lebih eksklusif dalam beragama.
Untuk sekarang memang belum nampak kampanye khilafah di dalam Nussa dan Rara, akan tetapi sisi-sisi dangkal dan tertutup dalam film tersebut mudah ditemukan, dari misalnya makan, main, ke kamar mandi, dan sikat gigi yang selalu dengan pakaian Islami. Nussa dan Rara selalu menampilkan karakter eksklusif dalam berbusana. Ini harus menjadi PR kita semua untuk membereskan animasi kartun tersebut. (Eep)