Khilafah.id – Sekarang kita memasuki Hari Raya Idul Fitri, hari kemenangan buat semua umat Islam. Hari ini disebut dengan kemenangan karena umat ini menjadi menang (faizin) melawan musuh hawa nafsu yang bersemayam dalam diri manusia.
Sederhananya begini, Idul Fitri merupakan penanda bahwa umat Islam telah berhasil alias lulus berlatih (riyadlah) dengan cara berpuasa selama sebulan. Jadi, penentu keberhasilan seseorang dilihat dari kualitas puasanya.
Puasa, sebagaimana kita tahu, bermakna menahan. Makna “menahan” di sini memiliki cakupan yang sangat luas. Pertama, berpuasa mulut, yaitu menahan diri dari segala hal-hal yang dilarang dilakukan oleh mulut. Di sini mulut bukan hanya sebatas mencegah diri dari makan dan minum, tetapi mencegah mulut atau lisan berkata hoaks, memprovokasi massa, dan mengolok-olok (hate-speech).
Seseorang yang belum bisa mencegah lisan dari beberapa hal yang dilarang itu, meskipun sudah mencegah diri dari makan dan minum, puasanya tidak berarti. Percuma orang ini berpuasa. Ia hanya megah di luar tapi keropos di dalam. Ia tidak mendapatkan pahala sedikitpun. Jika begitu, Idul Fitri tidak bermakna begini orang semacam itu.
Kedua, berpuasa telinga. Hal yang penting diperhatikan pula adalah menjaga telinga dari mendengarkan sesuatu yang diharamkan oleh agama. Biasanya, telinga sangat senang mendengarkan gibah dan fitnah. Hampir kebanyakan orang tidak merasakan pentingnya menjauh dari hal-hal terlarang ini. Jika seseorang berpuasa sementara ia masih senang mendengarkan gibah alias gosip dan fitnah, maka puasanya menjadi sia-sia.
Kemenangan pada hari raya Idul Fitri tidak bakal diperoleh oleh orang yang belum mampu menjaga telinga. Ini termasuk bagian dari ketentuan yang seharusnya diperhatikan oleh orang yang berpuasa itu. Meski ia berpakaian necis itu semua tidak ada artinya. Itu hanya indah di mata, belum tentu indah di mata.
Ketiga, berpuasa tangan. Tangan ini termasuk bagian organ tubuh yang gampang melakukan perbuatan yang dilaknat oleh agama. Sebut saja, aksi-aksi kekerasan berwajah terorisme. Meski itu berawal dari mindset atau cara berpikir, tapi yang eksekutornya adalah tangan. Kelompok teroris-radikalis hendaknya sadar akan puasa tangan ini.
Percuma kelompok teroris meneriakkan kebenaran demi menegakkan agama. Mereka hanya merasa paling suci, padahal hatinya busuk. Semua yang mereka perjuangkan menjadi sia-sia. Tidak berarti sedikitpun. Puasanya pun tidak berpahala, dan mereka termasuk orang yang paling merugi pada hari raya Idul Fitri.
Keempat, berpuasa kaki. Kaki adalah bagian organ tubuh yang mengantarkan seseorang melakukan sesuatu. Sayangnya, kelompok radikal menggunakan kaki bukan pada hal-hal yang baik. Mereka pergunakan kaki untuk melakukan aksi-aksi teror dan demonstrasi. Apalagi mereka lakukan ketika berpuasa. Jelas, puasanya itu percuma.
Sebagai penutup, kemenangan pada hari raya Idul Fitri memang untuk umat Islam. Tapi, tidak semua umat Islam mendapatkannya. Hanya umat Islam yang mampu menjaga lisan, telinga, tangan, dan kaki yang bakal mendapatkan kemenangan pada hari raya tersebut. Selamat Hari Raya Idul Fitri!
Khalilullah, Lulusan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.