Khilafah.id – Kebencian, kasus intoleran, dan segmentasi agama yang terus menerus dimasukkan dalam setiap permasalahan, adalah bukti penguatan narasi terorisme. Densus 88 mencatat, dari Januari hingga Maret 2022 sudah ada 56 teroris yang tertangkap. Jumlah tersebut, belum mencakup keseluruhan kelompok teror yang masih berkeliaran di Indoesia. Densus 88 menyebut, masih banyak kelompok teror yang belum terendus gerakannya, secara aktif melakukan infiltrasi dan upaya penguatan organisasi.
Khilafatul Muslimin menjadi salah satu organisasi yang baru-baru ini melakukan upaya promosi ajaran khilafah. Melalui konvoi dengan atribut lengkap yang mengajak masyarakat untuk menegakkan khilafah, mereka percaya diri melintasi jalanan di beberapa daerah. Seremonial demikian, menjadi titik balik infiltrasi Khilafatul Muslimin untuk memasukkan ajaran khilafah ke Indonesia.
Kemudian muncul kembali kejadian yang diduga sebagai politik identitas. Dimana simbol khillafah yang diduga milik HTI, muncul di acara deklarasi salah satu calon yang bakal maju di pemilihan 2024. Banyak pihak yang menyayangkan peristiwa tersebut, dan tidak sedikit pula yang menganggap sebagai simbol dukungan HTI pada jalan politik tertentu. Tentu ini memunculkan kewaspadaan tersendiri bagi masyarakat akan adanya praktik politik identitas di pemilihan raya.
Bahkan dalam sebuah pidato konferensi pers (20/6) Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyampaikan peringatan bahaya akan infiltrasi kelompok terorisme yang mulai menyasar tempat ibadah. Hal ini dibuktikan oleh penemuan sejumlah tempat ibadah, yang semula diduduki oleh warga sekitar, berubah haluan menjadi tempat menggalang narasi radikal.
Serangkaian kejadian tersebut seolah membuktikan bahwa keberadaan terorisme di Indonesia masih sangat kuat. Gerakan-gerakan mereka yang terus menyasar semua elemen, menjadikan semua pihak harus waspada agar tidak terpengaruh untuk menegakkan khilafah. Historitas bangsa Indonesia yang sudah kental dengan budaya Pancasila, jangan sampai dirusak oleh ideologi baru yang berpotensi memunculkan kerusuhan.
Tidak mudah melawan gelombang narasi terorisme yang terus menerus disuarakan, baik melalui dunia nyata, maupun media digital. Kelompok terorisme terus mencari celah kosong untuk memasukkan ajaran mereka. Lembaga pendidikan, ranah politik, ibadah, sosial, semua tidak ada yang aman dari infiltrasi kelompok radikal. Hampir di semua elemen, kelompok radikal terus menguatkan narasi-narasi khilafah. Banyak aksi yang mendulang kepada aksi kekerasan dan praktik intoleransi didalamnya.
Oleh karena itu diperlukan tameng kuat untuk menolak narasi-narasi yang didengungkan. Disini penguatan pemahaman tujuan bernegara dan rasa nasionalisme sangat penting dimiliki oleh setiap individu. Hal ini menjadi kewajiban, mengingat pencegahan terorisme tidak hanya bisa dilakukan di sektor keamanan. Kesadaran diri adalah inti dari semua gerakan pencegahan dan penolakan terhadap gerakan terorisme.
Masyarakat bisa membuat suatu gerakan terstruktur dan terorganisir dengan mengajak elemen masyarakat yang lain untuk sama-sama memahami nilai-nilai nasionalisme. Penguatan nilai historitas juga tak kalah penting untuk memahami maksud para pahlawan membuat negara Indonesia. Mengapa harus ada Pancasila? Mengapa harus ada UUD 1945? Mengapa harus memakai sistem demokrasi? Dan beberapa pertanyaan dasar yang kiranya luput diperhatikan.
Apabila masyarakat sudah melakukan gerakan-gerakan pencegahan, maka pemerintah selaku pelindung masyarakat, berfungsi aktif sebagai pihak penyedia dan pelindung atas semua gerakan yang dilakukan. Jangan sampai gerakan-gerakan nasionalisme yang sudah disusun sedemikian rupa, diserang oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan optimalisasi penguatan hukum sebagai landasan gerakan penguatan nasionalisme.
Masyarakat harus menjadi objek yang patut dilindungi, apalagi dengan adanya gerakan-gerakan positif untuk mencegah terorisme. Pemerintah harus memberikan pengamanan super ketat untuk melindungi sekaligus melancarkan fungsi pencegahan terhadap terorisme. Pemerintah melakukan pengamanan dari atas, sedangkan masyarakat menjalankan fungsi pencegahan dari bawah, dan semakin diluaskan setiap harinya.
Kerjasama antara masyarakat dan pemerintah menjadi satu intuisi positif akan terbentuknya tatanan masyarakat yang bebas dari narasi radikal. Semua elemen, baik masyarakat ataupun pemerintah menjadi pribadi yang terbuka dan melakukan pengamalan nilai ideologi Pancasila. Satu sama lain mempunyai visi yang sama, melawan terorisme yang bersemanyam di bumi Nusantra.
Maka kekompakan menjadi sangat penting, supaya basis penyebaran nilai nasionalisme sampai di setiap individu, sehingga infiltrasi gerakan radikal terputus dan tidak dapat diajarkan kembali.
M. Nur Faizi, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.