Khilafah.id – Memang sudah lama organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan secara langsung oleh pemerintah. Pembubaran ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya paham HTI yang hampir secara keseluruhan berseberangan dengan NKRI. Kendati HTI sudah dibubarkan, paham-paham yang bertebaran di tengah masyarakat sungguh amat sulit diatasi. Masih banyak masyarakat yang tidak sadar terjebak bujuk rayu HTI. Salah satunya, Mas Syaiful Wijayanto asal Jombang.
Mas Syaiful mulai ikut halaqah umum pada tahun 2008 tepatnya pada masa akhir SMA di sebuah SMA Negeri Jombang. Dia mengikuti halaqah selama sebulan, sampai kemudian dia yakin bergabung dengan HTI. Dalam halaqah ini dia dibimbing oleh seorang guru yang ngajar di MAN Mojokerto. Anehnya, guru ini mengampuh pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Melihat latar belakang guru tersebut, siapapun memang dibuat kaget. Guru ini pada dasarnya sudah banyak mengetahui pentingnya menjaga keutuhan negara, lebih tepatnya NKRI. Sayang, pengetahuan yang dimilikinya tidak membuahkan manfaat. Malah, dia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dia ketahui. Apakah ini yang disebut dengan ilmu yang tidak bermanfaat?
Mas Syaiful meneruskan kuliah setelah itu di UIN Maliki Malang. Jurusan yang diambil adalah Pendidikan Agama Islam. Selama kurang lebih 2011 atau 2012 dia diambil janji setia sebagai syarat jadi anggota HTI yang dilakukan dengan istilah hazbiyyin. Di situlah dia mengelola maktab HTI sehingga mengantarkannya banyak memperoleh informasi penting seluk beluk gerakan dan aktivitas para tokoh HTI yang singgah di Malang.
Pada tahun 2011 Mas Syaiful pulang kampung karena menikmati liburan semester kuliah. Dia ikut mendatangi perjumpaan bagian figur publik HT dari Timur Tengah di PP Al-Mimbar Sambong Jombang. Figur publik ini adalah Ahmad al-Qassas yang pernah menulis buku Usus al-Nahdlah al-Rasyidah.
Tepatnya, tahun 2013 Mas Syaiful Wijayanto mengalami titik balik. Selapas lulus kuliah dia pulang kampung dan berpamitan kepada pengurus HTI Malang. Kepulangannya ke kampung sedikitpun tidak terbersit untuk keluar dari HTI. Malah, dia berpikir untuk menyebarkan paham-paham HTI lewat dakwahnya di kampung di mana dia tinggal.
Selama berada di kampung Mas Syaiful Wijayanto merasakan goncangan batin. Dia merasakan ada sesuatu yang keliru di dalam dirinya, terlebih paham-paham yang telah dia pelajari sebelumnya, sehingga apa dia pelajari banyak berseberangan dengan pengetahuan masyarakat di kampungnya. Dia mulai meragukan HTI. Tapi, dia belum memutuskan keluar. Dia terus merenung dan melakukan shalat istikharah. Sampai kemudian, dia mantap keluar dari HTI.
Ketika bulat keluar dari HTI, ketua HTI Jombang wilayah utara Brantas tiba-tiba menghubungi Mas Syaiful lewat SMS untuk meneruskan halaqah yang dilakukannya sebelum itu. Namun, Mas Syaiful menolak dan menyampaikannya secara terang-terangan untuk berhenti dari HTI. Tidak puas komunikasi lewat SMS, ketua HTI mendatangi Mas Syaiful ke rumahnya langsung. Bagaimanapun Mas Syaiful bulat keluar dari HTI.
Mungkin, karena ketua HTI tersebut tidak dapat memberikan pengaruh yang baik, Mas Syaiful Wijayanto diajak berjumpa dengan pimpinan DPD II HTI Jombang bernama AF yang waktu itu dia menjadi guru SMAN Jombang. Perjumpaan ketiganya ditunaikan di masjid Jami’ Bedah Lawak Kecamatan Tembelang. AF menanyakan pada pertemuan itu sepuluh alasan Mas Syaiful berhenti dari HTI. Dijawablah, sembilan poin terkait dengan pemikiran HTI dan satu poin soal fakta keburukan oknum pengikut-pengikut HTI Malang. Sayang, dari sepuluh poin ini yang ditanggapi dengan serius dan baik hanya satu poin terkait keburukan oknum itu, sedangkan sembilan poin terkait pemikiran HTI tidak direspons dengan baik.
Disadari atau tidak, tidak diresponsnya sembilan poin terkait pemikiran HTI itu tidak lain untuk menghindar dari terbongkarnya kedok HTI yang sejauh ini ditutup rapat. Pemikiran HTI disampaikan dengan alasan apapun tetap saja bertentangan dengan spirit NKRI. HTI dengan spirit khilafahnya secara tidak langsung menyerang NKRI. Khilafah yang dibawa oleh HTI itu memberlakukan syariat Islam sebagai ideologi negara. Hal ini sangat berbahaya karena Indonesia itu termasuk negara yang majmuk yang mancakup segala bentuk agama.
Mas Syaiful memandang paham HTI tentang khilafah ini sangat keterlaluan dan ini pokok alasan dia keluar. HTI memberikan doktrin dalam kitabnya bahwa siapa yang tidak berjuang menegakkan khilafah, maka bagi dia dosa besar yang akan diterima. Dipikir-pikir, sangat keterlaluan karena ini akan berdampak kepada orangtuanya dapat melakukan dosa yang serupa karena mereka tidak mengajarkan doktrin khilafah kepada anaknya. Mas Syaiful Wijayanto yakin doktrin khilafah ini pemaksaan. Sedang, pemaksaan dalam Islam dilarang. Dari sini Mas Syaiful membenci HTI.
Sekarang, Mas Syaiful Wijayanto lebih memilih berjuang bersama Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi yang didirikan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. Melalui NU, Mas Syaiful bertekad bulat untuk mengisi dan menjaga NKRI dari serangan pengikut-pengikut HTI. Disadari atau tidak, HTI adalah penjajah pasca-Belanda. Sebagai penjajah, kita harus memeranginya. NKRI harga mati!
Khalilullah, Lulusan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.