Khilafah.id – Sepanjang tahun 2021 masalah dalam ruang lingkup keagamaan, seperti halnya radikalisme, terorisme menjadi masalah berat yang terus diberantas oleh seluruh elemen, baik pemerintah, masyarakat sipil hingga pelbagai organisasi yang ada di Indonesia.
Kenyataannya, tahun 2021 kita melihat pelbagai fenomena kejahatan atas nama agama. Aksi teroris di pelbagai wilayah. Konten radikalisme yang semakin massif di media sosial, serta masalah serupa yang terus mengintai. Dilansir dari Kompas edisi 28/12/2021, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengidentifikasi lebih dari 600 situs berpotensi menyebarkan konten radikal-intoleran. Di antaranya berisi konten propaganda dengan rincian informasi serangan (409), anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (147), anti-Pancasila (85), intoleran (7), dan takfiri (2). Selain itu juga berisi konten pendanaan dan pelatihan terorisme.
Fenomena ini kemudian kita sebut dengan keberadaan media sosial menjadi ladang ciamik dalam perseteruan konflik atas nama agama yang semakin tidak berujung. Jika tujuannya adalah melawan konten-konten radikalisme di media sosial, maka kita perlu melihat bagaimana pola yang digunakan oleh kelompok tersebut dalam memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk berdakwah semacam itu.
Produksi konten harus semakin masif
Dengan fakta demikian, produksi konten yang ada di media sosial menjadi dakwah utama yang terus diupayakan baik secara personal ataupun kolektif kepada publik. Hal ini mengingat bahwa kita berperang melalui media sosial yang bisa diakses oleh siapapun.
Niat dakwah tidak hanya tentang apa yang disampaikan, akan tetapi mencakup metode, media serta siapa target yang menjangkau kegiatan dakwahmu. Hal itu juga dilihat seperti apa minat yang dimiliki oleh target pendengar yang bisa menjangkau apa yang disampaikan oleh kita.
Melihat faktor demikian, menurut Ustaz Taufiq Affandi, pengajar di Universitas Darussalam Gontor yang aktif berdakwah di media sosial, ada beberapa hal perlu diperhatikan ketika berdakwah di media sosial, diantaranya:
Pertama, perdalam kedekatan dengan Allah. Term ini menjadi term utama. Sebab apa yang ingin disampaikan oleh kita adalah tentang keesaan Allah, semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Maka dari itu, yang perlu dilakukan adalah kedekatan dengan Allah melalui ibadah yang diperintah oleh Allah
Kedua, Pahami apa kebutuhan ummat. Jika kita dapat mengerti apa yang menjadi kebutuhan ummat, kita dapat menyampaikan dakwah yang sesuai dengan apa yang menjadi keresahan mereka. Hal itu juga dilihat apa saha kesukaan yang dimiliki oleh ummat untuk menarik minat agar dakwah yang disampaikan bisa tersampaikan dengan baik.
Ketiga, tetapkan tujuan yang jelas. Sebagai seorang dai harus tetap memiliki tujuan yang jelas, agar tidak terombang ambing. Dakwah yang akan disampaikan harus jelas dengan topik yang padat dan bisa dipahami.
Keempat, perbanyak silaturahim. Dengan banyak silaturahim, maka ilmu dan wawasan kita akan dapat bertambah, sehingga pesan dakwah kita akan dapat lebih baik lagi. Memperbanyak silaturrahim juga menjadi salah satu inspirasi dan pembelajaran yang bisa diambil untuk melihat bagaimana dakwah dijalankan dengan baik dan menyesuaikan kebutuhan.
Kelima, perbanyak membaca. Terutama, membaca kisah-kisah para ulama terdahulu. Meskipun saat itu mereka belum menggunakan media sosial untuk berdakwah, namun berbagai prinsip-prinsip utama dalam berdakwah ke masyarakat tetap sangat relevan.
Keenam, mulailah dari yang terdekat. Allah sudah menegaskan agar kita melindungi diri kita dan keluarga kita dari api neraka. Dakwah dengan Media Sosial seringkali membuat pesan kita terdengar oleh orang-orang yang jauh. Itu bagus. Namun, jangan lupakan orang-orang yang terdekat dari kita. Sehingga target yang perlu disasar adalah orang-orang terdekat terlebih dahulu.
Ketujuh, bersabar. Media sosial adalah ruang yang tiada batas, bisa diakses oleh siapapun penggunanya. Biasanya dalam berdakwah di media sosial, seringkali dihadapkan dengan jumlah penonton, like dan berpengaruh terhadap motivasi untuk terus menjalankan dakwah.
Artinya, jika sedikit yang menonton, maka akan semakin rendah semangat untuk membuat konten dakwah, begitupun sebaliknya. Fenomena ini yang seharusnya dipahami oleh kita yang memiliki niat berdakwah di media sosial.
Artinya, dengan prinsip diatas, semangat untuk terus memproduksi konten dalam rangka berdakwah dalam melawan arus pergerakan radikalisme di media sosial terus diusung dilakukan. Momentum tahun baru adalah bagian dari salah satu ikhtiar panjang kita untuk terus aktif di media sosial dalam rangka berdakwah.
Muallifah, Mahasiswi Magister Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.