Khilafah.id – Tertangkapnya teroris simpatisan ISIS di Sleman beberapa waktu lalu, membuktikan bahwa aksi untuk merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih selalu ada. Yang menarik, tersangka penganut radikalisme tersebut masih mengunggah ke media sosial (medsos) berupa propaganda memuja-muja ISIS. Inti medsos tersebut adalah propaganda bahwa ISIS adalah gerakan paling benar di jagad ini, juga ajakan untuk melakukan aksi teror di negara ini.
Mengunggah gerakan provokasi ISIS untuk teror, jelas tujuannya adalah memengaruhi generasi muda untuk berbuat radikal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), radikal diartikan sebagai habis-habisan, amat keras menuntut perubahan, maju dalam berpikir dan bertindak. Jadi, mereka yang berideologi radikal menghalakan segala cara untuk bikin aksi kerusuhan, bahkan menghalalkan penggunaan bom sebagai instrumen menekan.
Karena itulah, BNPT menganggap bahwa deradikalisasi menjadi program utama untuk memberantas aksi terorisme di Indonesia. Deradikalisasi bisa diartikan sebagai mereduksi tindak kekerasan. Deradikalisasi dibangun atas asumsi ada ideologi radikal yang mengekploitasi berbagai faktor, seperti kemiskinan, ketidakadilan atau globalisasi. Dengan program deradikalisasi inilah kita lawan radikalisme dan tindak teroris di Indonesia.
Kalau kita lihat dari kasus Sleman tersebut, pelaku yang ditangkap memengaruhi warga khususnya anak muda untuk berbuat radikal lewat medsos. Jadi, yang perlu disasar dalam program deradikalisasi ini adalah para pengguna internet, khsususya lagi yang terbiasa membaca di medsos. Sebab saat ini ribuan medsos yang kontennya bersifat provokatif tentu sudah banyak.
Meski BNPT dan Kementerian Kominfo sudah berusaha mencegahnya, nyatanya masih saja ada yang beredar. Kita bisa menyaksikan media sosial dengan konten hujatan, berita palsu dan ajakan-ajakan provokatif berseliweran tiap hari. Ibaratnya tsunami informasi saat ini sedang terjadi dimana-mana, termasuk di negara kita. Dan diantara tsunami itulah provokasi ajakan radikalisasi masuk.
Pertumbuhan dan perkembangan internet dan teknologi saat ini sudah tak terbendung. Data dari Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia atau APSI, jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2022 cukup tinggi, ada 76,36% atau 210 juta orang, dari total penduduk Indonesia sebanyak total 275 juta orang. Sedang penggunaan atau yang aktif bermedia sosial sebanyak 191,4 juta orang. Artinya, data tahun 2022, pengguna aktif medsos Indonesia juga cukup tinggi 69,6%.
Teknologi internet memang sangat berperan dalam mendorong pertumbuhan, memperluas kesempatan dan meningkatkan layanan publik. Namun juga tak terbendung ketika dimanfaatkan kelompok radikal yang ternyata masih saja ada dan terus beraksi. Karena itu, wajar kalau media sosial saat ini menjadi ajang pertarungan ideologi radikal sebagai alat provokasi.
Tentu saja kalau penyebaran faham radikal melalui medsos tidak dibendung, tentu bisa meracuni umat Islam, khususnya anak-anak muda yang masih lugu, dengan faham-faham yang tidak benar, bahkan membahayakan bagi keberadaan NKRI. Wujud dari pemahaman salah tersebut antara lain munculnya terorisme.
Melawan Medsos Sesat
Makanya, kita harus terus tingkatkan aksi melawan medsos sesat penyebar radikalisme. Terlebih berita-berita yang dibuat para teroris itu, seolah dari sumber resmi. Sehingga pembaca gampang terkecoh.
Tema yang dijual biasanya mengenai perasaan tertindas akibat perbuatan orang asing, atau pemerintah seolah tidak adil. Ada juga kasus yang sengaja dibesar-besarkan. Berita palsu provokatif tersebut sengaja diproduksi untuk menyasar emosi pembaca. Kalimat dan data seolah-olah valid yang disertakan, membuat pembaca percaya tanpa berpikir panjang menyetujui dan segera ikut menyebarkan berita bohong tersebut.
Nah, menjadi berbahaya jika masyarakat percaya. Apalagi menjelang tahun politik 2024 yang rawan dipecah belah. Karena itulah, untuk melawan dibutuhkan narasi positif untuk melawannya. Tidak cukup dengan narasi kebhinekaan saja. Narasi yang positif sangat dibutuhkan masyarakat sebagai pilihan masukan informasi bermanfaat.
Narasi positif yang dimaksud adalah narasi moderasi beragama. Kampanye moderasi beragama lewat media sosial harus terus dilakukan. Misalnya, dalam bentuk info grafis, meme, video animasi, dan sebagainya yang disebarkan secara masif lewat medsos seperti TikTok, Instagram, Facebook, Twitter, dan YouTube. Sehingga masyarakat selalu tercerahkan dan tidak mudah terpengaruh oleh masuknya faham-faham radikal.
Pendek kata, moderasi beragama memang harus terus didengungkan di medsos. Dalam hal ini, eksistensi lembaga keagamaan sangat diharapkan perannya. Lembaga keagamaan harus terus berbenah agar pelayanannya terhadap masyarakat bisa maksimal melalui program moderasi beragama, baik secara dalam jaringan maupun luar jaringan.
Kementerian Agama (Kemenag) harus mengoptimalkan peran hubungan masyarakat, serta mengelola informasi dan dokumentasi di setiap satuan kerjanya. Ini dimaksudkan agar Kemenag cepat merespon setiap perubahan sosial dan publik yang sedang berlangsung. Dengan begitu, akan mengubah pandangan masyarakat secara timbal balik terhadap Kemenag itu sendiri.
Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan semua lini informasi yang dimiliki di semua level, Kemenag pasti bisa dengan mudah membagi informasi untuk menumbuhkan semangat moderasi beragama. Kemenag harus terus berupaya memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat hidup rukun berdampingan antara masyarakat satu dengan yang lainnya.
Jika kerukunan umat beragama bisa tercapai, maka dapat menjadi salah satu benteng pencegahan aliran radikal. Dengan saling hidup rukun berdampingan, masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lain. Yakni, saling mengingatkan untukk tidak mudah terpengaruh dengan aliran-aliran keagamaan yang menjerumus pada radikalisme.
Di samping itu, sesama warga Indonesia harus saling menghargai perbedaan antara warga masyarakat. Juga perlu saling mendukung untuk urusan bersama. Peduli dan kritis terhadap kebijakan. Sampaikan kritik secara sopan. Pahami dan cek setiap info sebelum menyebarkannya dan bersikap. Dan selalu jaga kebersamaan.
Kurniawan Adi Santoso, S.Pd, Guru SDN Sidorejo Kec. Krian Kab. Sidoarjo.