Khilafah.id – Secara kontekstual, ada tiga khitah sumpah pemuda yang perlu dipegang oleh muda-mudi milenial. Sebab, ini akan menjadi pijakan untuk bangkit-melawan radikalisme-terorisme. Misalnya yang pertama, mendedikasikan jiwa dan raganya untuk setia membela NKRI dari ancaman para perusak-nya. Kedua, menjadikan NKRI sebagai tata-etika simbolis untuk menyatukan berbagai perbedaan. Ketiga, menjadikan bahasa Indonesia sebagai jalan pemersatu untuk bangkit bersama melawan ideologi radikalisme-terorisme.
Karena, daya bangkit untuk melawan radikalisme tidak akan terbangun dalam diri pemuda masa kini. Jika, semangat untuk (bertumpah darah membela NKRI) atau cinta tanah airnya begitu lemah. Bahkan, semangat untuk bangkit dan melawan radikalisme-terorisme tidak akan pernah terbangun. Selama semua pemuda-pemudi masa kini tidak memiliki kesadaran untuk mengikatkan diri ke dalam bangsa yang satu yaitu Indonesia itu.
Sebagaimana perannya, pemuda millennial atau pemuda masa kini perlu mengimplementasikan ketiganya. Secara khusus, untuk membangkitkan gairah pemuda masa kini di dalam melawan ideologi radikalisme-terorisme yang sejatinya sangat membenci ketiga sumpah pemuda tersebut. Sebagaimana jika kita analisis ketiganya.
Pertama, penanaman ikrar untuk menghadirkan jiwa dan raga yang setia membela NKRI dari ancaman perusak NKRI itu merupakan kunci utama. Sebab, dasar dari sebuah pembelaan yang berada dalam dimensi (ber-tumpah darah terhadap bangsa yang satu) itu mengacu ke dalam wilayah (nasionalisme). Di mana, pemuda perlu menyadari akan tanah airnya yang mereka tempati wajib dibela ketika ada musuh yang ingin menghancurkannya.
Kedua, di dalam sumpah pemuda, khitah dalam bait ke-dua dari sumpah pemuda itu memiliki satu bentuk pelabelan. Di mana, semua perbedaan agama, ras, budaya dan bahasa itu dibungkus ke dalam satu wadah yaitu (bangsa Indonesia). Sehingga, paradigma yang demikian sebetulnya mampu dijadikan dasar pijakan untuk memperkuat persatuan dan kebersamaan di dalam melawan ideologi radikal-intolerant pemecah-belah bangsa yang satu itu.
Ketiga, menjadikan bahasa Indonesia sebagai panggilan simbolis untuk mengumpulkan berbagai perbedaan itu untuk berada dalam satu tujuan. Yaitu mengabdi kepada Indonesia. Sebab, bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang digunakan pemuda Indonesia di masa lalu. Sehingga, semua perbedaan mereka bisa disatukan dengan baik. Karena, dengan persatuan inilah pemuda Indonesia di masa lalu mampu berjuang bersama-sama di dalam memerdekakan Indonesia.
Sehingga, dari ketiga khitah inilah, niscaya pemuda masa kini mampu bangkit dan melawan ideologi radikalism-terorisme itu. Sebab, selama ini, hal yang menjadi polemik di kalangan pemuda masa kini, adalah lenturnya tiga prinsip tersebut. Sebagaimana, di satu sisi ada yang spirit persatuannya begitu renggang. Di sisi lain, semangat untuk cinta tanah air dan bisa membela NKRI itu mulai berkurang.
Sehingga, pemuda masa kini justru mudah termakan dan terkontaminasi oleh virus radikalisme-terorisme tersebut. Karena, tiga khitah sumpah pemuda itu belum sepenuhnya mendarah daging di dalam diri pemuda masa kini. Maka, dari sinilah sebetulnya, sangat perlu menjadikan tiga khitah sumpah pemuda di masa lalu untuk dijadikan modal penting pemuda masa kini untuk bisa bangkit melawan radikalisme-terorisme.
Tiga Khitah Sumpah Pemuda Masa Kini
Maka, secara kontekstual, kira-kira beginilah cara kerja 3 Khitah sumpah pemuda masa kini.
“Kami, putra-putri Indonesia, bertumpah-darah untuk bangkit-melawan segala ideologi atau-pun gerakan yang ingin merusak NKRI.
“Kami, sebagai putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu. Maka, kami perlu membela (bangsa yang satu) itu di tengah gempuran ideologi radikalisme-terorisme yang selalu ingin menghancurkan persatuan itu”
“Kami, putra-putri Indonesia yang memiliki ragam agama, suku dan bahasa, menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengikat persatuan. Sebab, persatuan adalah jalan bagi kita untuk kuat, bangkit-melawan segala ideologi yang ingin menghancurkan persatuan bernama NKRI itu”.
Fathur Rohman, Photographer dan Wartawan di Arena UIN-SUKA Yogyakarta.