Khilafah.id – Pada hari ini beberapa penggerak Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sedang melakukan sebuah kegiatan yang dibungkus dengan istilah keagamaan, yaitu hijrah. Kegiatannya dinamakan dengan “Hijrah Bareng-bareng”. Beberapa orang yang saya maksud meliputi Felix Siauw, Yuana Ryan Tresna, M. Ismail Yusanto, Ahmad Rusdan Utomo, Dewa Eka Prayoga, dan Carissa Grani.
Hijrah memang suatu aktivitas positif yang diperintahkan dalam agama Islam. Istilah ini mulai dikenal semenjak masa Nabi di mana beliau sendiri yang memulainya dengan berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Alasan sederhana, Nabi hijrah karena untuk memperbaiki sesuatu yang buruk. Semua itu terbukti, tujuan hijrah Nabi tercapai dengan datangnya manusia memeluk Islam sebagai agama mereka.
Sayangnya, perintah hijrah yang sebenarnya positif dialihfungsikan oleh penggerak HTI untuk kepentingan yang bersifat pribadi dan politis. Mereka mengemas kepentingan ini dengan istilah hijrah, sehingga terdengar mulia di benak banyak orang. Benar apa yang dikatakan Muhammad Najih Ar-Romadhoni, bahwa segala sesuatu yang dibungkus dengan agama akan terlihat mulia. Meski sesuatu itu tidak benar.
Modus hijrah yang dimainkan oleh penggerak HTI biasanya diperkuat dengan ayat Al-Qur’an: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.” (QS. an-Nisa’: 100).
Kandungan ayat tersebut ditafsirkan secara beragam oleh pakar tafsir. Ada yang penafsirannya terkesan keras. Ada lagi yang penafsirannya moderat. Penafsiran yang terkesan keras menyebutkan bahwa hijrah yang dilakukan ini adalah keluar dari negeri syirik menuju negeri Islam untuk menyelamatkan agamanya dan mengharap karunia Tuhan. Penafsiran ini cenderung menyerang negara yang tidak menggunakan sistem Islam, salah satunya, Amerika, China, termasuk juga Indonesia. Sehingga, sangat baik melakukan hijrah dari negara tersebut menuju negara Islam.
Pertanyaannya, negara Islam itu di mana dan seperti apa? Penggerak HTI akan berpandangan bahwa negara Islam adalah negara yang memperjuangkan Khilafah dan satu-satunya negara yang bergerak untuk tujuan ini adalah Suriah. HTI pasti mengarahkan pengikutnya untuk hijrah meninggalkan negara kafir menuju negara Suriah. Bukankah sudah banyak warga Negara Indonesia sendiri yang rela meninggalkan negaranya demi hijrah ke Suriah?
Terus, penafsiran yang moderat dalam melihat hijrah, bagi saya, adalah pemahaman yang baik untuk dijadikan dasar dalam keagamaan seseorang. Disebutkan bahwa hijrah yang benar adalah berhijrah di jalan Allah dengan tujuan yang benar dan niat yang lurus, tanpa ada tendensi sedikitpun untuk mendapatkan hal-hal keduniaan. Hal-hal keduniaan yang dimaksud di sini adalah kepentingan pribadi atau politis.
Pentingnya meluruskan niat dalam berhijrah beririsan dengan pesan Nabi dalam hadisnya: “Barangsiapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah demi dunia yang ingin ia dapatkan atau wanita untuk ia nikahi maka hijrahnya itu sesuai dengan apa yang ia niatkan.” Jadi, hijrah yang sebatas untuk menegakkan khilafah tidak akan mampu menggapai ridha Tuhan. Sehingga, segala hijrah yang keliru motivasinya akan berujung pada kegagalan. Buktinya, sampai detik ini khilafah yang dijanjikan oleh penggerak HTI belum terealisasi. Bukankah itu sebuah kebohongan?
Sebagai penutup, penting untuk memperdalam pengetahuan soal hijrah yang diperintahkan oleh agama. Agar perjalanan hijrah ini tidak dipermainkan oleh penggerak HTI yang memahami hijrah sebatas berkhidmat pada berdirinya khilafah. Sungguh hijrah yang dikampanyekan HTI bertentangan dengan syariat Islam. Karena, Islam hadir bukan untuk memperjuangkan khilafah yang mengakibatkan kemafsadatan, tetapi menegakkan persatuan yang berpotensi menghadirkan kemaslahatan.
Farhan Riza al-Furfaghindi, Aktivis keislaman dan keindonesiaan.