Khilafah.id – Ketua UmumLembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH. Said Aqil Sirodj mengatakan bahwa LPOI terus berupaya untuk mempererat hubungan antara Indonesia dan China melalui “Jalur Sutra Islam Indonesia-China” yang merujuk pada ikatan psikologis, historis, kultural, dan spiritual antara umat Islam kedua negara.
“Merajut dan mewujudkan Jalur Sutera Islam Indonesia Tiongkok ini merujuk pada ikatan psikologis, historis, serta relasi kultural dan spiritual antara umat Islam di kedua negara,” ujar Ketua Umum LPOI Said Aqil Sirodj dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Dalam rangkaian kunjungannya ke China, Said Aqil mengungkapkan temuan-temuan bersejarah yang menegaskan kedekatan hubungan antara Islam dan Kekaisaran China di masa lalu.
Menurut Kiai Said, banyak bukti arkeologis dan manuskrip sejarah yang menunjukkan bahwa Islam telah lama berakar di China. Sosok-sosok besar seperti Laksamana Cheng Ho dan Ma Huan, yang dikenal dalam sejarah China, merupakan contoh nyata para pemimpin Muslim yang berjasa besar.
Salah satu bukti penting yang ditemukan adalah prasasti di Masjid Fuzhou yang ditulis pada era Dinasti Ming, yang menggambarkan hubungan harmonis antara umat Islam dan penganut Konfusianisme.
“Keberadaan masjid Fuzhou adalah salah satu saksi sejarah, yang berusia ratusan tahun, yang membuktikan bahwa keberadaan Islam berkembang dengan baik dan lestari serta di rawat baik oleh Pemerintah China hingga saat ini,” kata dia.
Kunjungan ini juga memperkuat pandangan bahwa Islam Indonesia dan Islam China memiliki hubungan yang erat, terutama dalam penyebaran Islam melalui Jalur Sutera.
Bukti arkeologis seperti makam sahabat Nabi di Quanzhou dan Maqom Saad bin Abi Waqos di Guangzhou membuktikan bahwa Islam telah hadir di China lebih awal, jauh sebelum menyebar ke Asia lainnya, termasuk di Indonesia.
Selain itu, pengaruh Laksamana Cheng Ho yang melakukan muhibah ke Indonesia dan hubungan antara Wali Songo dengan keturunan China semakin memperkuat hubungan kedua negara ini dalam konteks Islam.
Dalam kunjungannya ke China, LPOI juga bertemu dengan pimpinan Fujian Normal University (FNU). LPOI merancang beberapa kerja sama strategis, termasuk pembentukan Center of Islamic Study, Halal Center, dan pengembangan Indonesia-China University.
Delegasi LPOI juga berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Fujian mengenai peluang investasi dan kerja sama ekspor-impor antara Indonesia dan China.
Di Fuzhou, LPOI menandatangani Letter of Intent (LOI) dengan Beijing HAIJU Smart Information Technology Co. Ltd. untuk pengembangan solusi satelit dan bisnis.
Selain itu, LPOI juga berkolaborasi dengan Fujian Traditional Medicine untuk melakukan joint research di bidang herbal medicine dan dengan Fujian Politeknik Normal University untuk pengembangan laboratorium halal serta animasi sejarah Islam Indonesia-China.
Indonesia dan China memiliki sejarah panjang hubungan yang terjalin sejak masa lampau. Melalui jalur perdagangan, budaya, dan agama, kedua negara ini telah menciptakan jaringan interaksi yang kaya akan nilai historis dan kultural. Di tengah dinamika global yang terus berubah, Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), KH. Said Aqil Sirodj, menggarisbawahi pentingnya menghidupkan kembali hubungan ini melalui konsep “Jalur Sutra Islam Indonesia-China.”
Gagasan Jalur Sutra Islam Indonesia-China yang diusung LPOI tidak hanya sekadar wacana. Jalur ini merujuk pada ikatan psikologis, historis, kultural, dan spiritual antara umat Islam di kedua negara. Kedekatan ini telah terjalin sejak zaman kekaisaran China, ketika para pedagang Muslim dari Nusantara membawa serta ajaran Islam ke daratan China, dan sebaliknya, China memberikan pengaruh budaya yang mendalam bagi masyarakat Islam di Nusantara.
KH. Said Aqil Sirodj menegaskan bahwa relasi ini harus terus diperkuat dan dijadikan fondasi bagi kerja sama yang lebih erat antara Indonesia dan China. Dalam kunjungannya ke China, Said Aqil mengungkapkan berbagai temuan bersejarah yang mempertegas betapa eratnya hubungan antara Islam dan kekaisaran China di masa lalu.
Hal ini menunjukkan bahwa kerja sama yang dibangun oleh umat Islam kedua negara bukanlah hal baru, melainkan lanjutan dari sejarah panjang interaksi yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Upaya LPOI dalam membangun kembali Jalur Sutra Islam ini memiliki dimensi yang luas. Pertama, di bidang psikologis dan historis, inisiatif ini mengingatkan kembali masyarakat di kedua negara bahwa hubungan mereka bukan sekadar hubungan bilateral modern, tetapi juga hubungan yang berakar pada interaksi saling menghormati dan mendukung di masa lalu.
Kedua, di ranah kultural dan spiritual, Jalur Sutra Islam dapat menjadi platform untuk pertukaran budaya dan nilai-nilai keagamaan yang menguatkan harmoni antarbangsa.
Di era globalisasi ini, relasi Indonesia dan China memiliki potensi besar untuk berkembang lebih jauh. Namun, hubungan ini harus dibangun di atas prinsip saling menghormati dan kesetaraan. Jalur Sutra Islam yang diinisiasi LPOI dapat menjadi landasan untuk mewujudkan hubungan yang lebih bermakna, tidak hanya dalam hal perdagangan dan ekonomi, tetapi juga dalam menciptakan jembatan dialog antarperadaban.
LPOI, di bawah kepemimpinan KH. Said Aqil Sirodj, menunjukkan bahwa ormas Islam memiliki peran strategis dalam diplomasi budaya dan spiritual. Dengan menjalin hubungan yang kuat dengan China melalui Jalur Sutra Islam, LPOI turut mengukuhkan peran Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar yang mampu menjadi mediator dan pelopor dialog antarbangsa.
Langkah ini tidak hanya bermanfaat bagi kedua negara, tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan. Di tengah ketegangan geopolitik yang sering kali terjadi, inisiatif Jalur Sutra Islam dapat menjadi model kerja sama internasional berbasis nilai-nilai perdamaian dan saling pengertian.
Upaya LPOI dalam mempererat hubungan Indonesia dan China adalah bukti nyata bahwa diplomasi tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab masyarakat sipil. Dengan terus menghidupkan Jalur Sutra Islam, diharapkan relasi Indonesia-China dapat semakin harmonis, produktif, dan berkontribusi pada kemajuan bersama.
Mishbah Amin Fauzi, Alumni UII Yogyakarta.