Alkohol di Tanah Arab, Aktivis Khilafah Mana Sadar?

Alkohol Arab

Khilafah.id – Menurut beberapa berita di media internasional yang dikutip oleh media Indonesia bahwa Saudi Arabia nampaknya akan melegalkan alkohol. Pelegalan alkohol dan hal-hal lain yang tadinya dilarang di Saudi ini sering dikaitkan dengan rencana Muhammad bin Salman al-Saud (MBS) membangun Mega City NEOM dan juga menarik turis internasional agar mereka berkunjung ke Saudi. Perlu diketahui bahwa NEOM adalah mega proyek yang dibangun di atas laut merah sebagai upaya untuk bebas dari ketergantungan pada minyak. Neom diperkirakan selesai 2030. Mega proyek ini memakan biaya 500 triliun US dollar.

Princess Haifa menjawab isu ini dengan menyatakan bahwa “kita akan tetap terus melanjutkan hukum yang ada.” Maksudnya, tidak ada perubahan apapun dengan pelaksanaan hukum syariah di Saudi. Dia melanjut, kepemilikan, konsumsi dan pengolahan alkohol tetap merupakan tindakan yang tidak sah menurut hukum Kerajaan Saudi. Hal ini dinyatakan oleh Ratu Haifa pada bulan Mei 2022 saat dia menghadiri World Economic Forum di Davos, Switzerland.

Kini berita tentang pelegalan alkohol mencuat kembali karena diberitakan oleh media-media Indonesia. Berdasarkan berita yang mereka lansir, MBS berniat melegalkan konsumsi alkohol di Saudi.

Jika kita melihat daftar negara-negara yang tidak memperbolehkan konsumsi alkohol, maka jelas di sana bahwa negeri seperti Saudi Arabia, Iran, Yaman, Uni Emirat Arab, dlsb berada di sana. Semua melarang karena negara-negara tersebut menegakkan syariah Islam dan alkohol, drugs dan hal yang terkait dengan keduaya adalah jelas dilarang oleh hukum syariah.

Dalam kesempatan ini, saya akan melihat bagaimana sesungguhnya negara-negara Arab Islam ini dalam hal konsumsi alkohol dan bahan-bahan terlarang lainnya seperti drugs, apakah memang sama sekali tidak ada, atau memang ada.

Uni Emirat Arab misalnya sudah lama boleh menjual dan konsumsi alkohol di restoran-restoran mereka. Mereka memang harus minum alkohol di restoran dan bar dengan memiliki semacam surat izin dan tidak boleh di bawa ke rumah. Namun ada yang memperkirakan bahwa surat izin tidak akan lagi dibutuhkan dan bahkan seorang Muslim akan diizinkan untuk mengkonsumsi alkohol secara bebas. Ini semua terjadi karena perkembangan Uni Emirat Arab yang menjadi pusat bisnis baru di dunia ini.

Kuwait yang sangat strict melarang konsumsi alkohol bersama-sama dengan Saudi Arabia memiliki pasar hitam (black market) alkohol yang cukup besar. Ya, Saudi dan Kuwait dua tempat yang hukumnya melarang minum alkohol namun bukan berarti sulit untuk mendapatkannya. Mereka yang menginginkannya bisa mendapatkannya.

Bahkan jika kita bepergian ke negeri-negeri Timur Tengah, maka di airport mereka banyak ditemukan merk-merk dunia minuman yang mengandung alkohol kelas tinggi dijual. Mereka bisa mengatakan bahwa airport adalah pasar internasional, tempat lalu lalang penumpang yang jumlahnya jutaan, namun jika kembali kepada hukum mereka, maka alkohol tetap hal yang dilarang.

Bahkan hal yang menarik lagi, negeri Islam seperti Marocco memproduksi wine (anggur) yang jumlahnya tidak tanggung-tanggung yakni 400,000 hectolitress atau setara dengan 33 juta botol pertahun. Dari jumlah ini, hanya sekitar 20 % yang dijual ke luar negeri. Artinya, 80 % pasar mereka adalah pasar lokal di Marocco sendiri dan juga negara-negara Arab. Menurut sebuah laporan, jumlah alkohol yang dikonsumsi oleh penduduk Marocco itu sekitar 50 juta liter pertahun.

Menurut survei yang dilakukan WHO, di Marocco, setiap orang diperkirakan mengosumsi alkohol 1 liter, di Saudi setiap orang mengosumsi alkohol 0.6 liter dan di Pakistan setiap orang mengosumsi alkohol 0.3 setahunnya. Tiga negara yang saya sebut adalah negara-negara Islam.

Jangan dikira hanya Marocco saja yang memproduksi wine, namun negara-negara seperti Mesir, Aljazair, Jordan, Lebanon, Tunisia dan juga Syiria memproduksi 146 juta botol wine pertahun. Sudah barang tentu ini bukan jumlah yang sedikit. Untuk memenuhi target sebesar itu, maka mereka harus membuka tanah pertanian mereka untuk menanam pohon anggur sebagai bahan baku untuk memproduksi wine.

Di Saudi sendiri tidak hanya alkohol yang kemungkinan ada, namun juga drugs (obat-obatan terlarang). Menurut sebuah artikel yang berjudul Drugs behind the veil of Islam: a view of Saudi youth yang ditulis oleh Guoping Jiang, Siqi Tang, Qizhen Jiang dalam Jurnal Crime Law and Social Change, terbit 2021, perdangan obat-obatan bukan menjadi hal yang tidak ditemukan.

Hasil studi itu menyatakan bahwa obatan-obatan bisa didapatkan di banyak tempat di Saudi. Problem drugs di kalangan anak muda Saudi ini memang bukan rahasia lagi karena pemerintah Saudi sendiri mengakuinya. Mereka menyatakan “kingdom is facing a drug war on youth” (artinya, kerajaan sedang menghadap peran pada obat-obatan yang melanda anak-anak muda).

Fenomena yang saya sebutkan di atas, jelas merupakan tantangan baru bagi negara-negara Islam di Timur Tengah. Globalisasi yang semakin mendalam menyebabkan tradisi satu negara dengan negara lain akan saling bertukar. Kehadiran orang-orang Barat di negara-negara Muslim atau kaum ekpatriat di negeri-negeri Muslim adalah fenomena yang tak terhindar. Mereka ini memiliki tradisi di mana mengkonsumsi alkohol bukan hal yang tabu atau dilarang oleh mereka. Jika mereka di Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab dlsb, maka tradisi mereka dalam hal minum alkohol mau tidak mau menjadi perhatian negara-negara Muslim tersebut.

Kenyataan seperti itu tak terhindar. Perdagangan internasional mau tidak mau mendorong negara-negara yang mana melarang konsumsi alkohol tapi bisa memproduksi alkohol karena didoroing oleh kepentingan ekonomi nasional mereka.

Jika yang terjadi demikian, apa yang harus kita lakukan? Jelas ini bukan lagi perbincangan halal dan haram sebuah alkohol dalam kacamata yang terbatas, namun sangat terkait dengan pendapatan ekonomi yang mereka dapatkan jika bergerak dalam perdagangan ini.

Semua negara yang membutuhkan pendapatan yang mencukupi untuk negerinya maka negara tersebut akan menjual dan memproduksi barang-barang yang laku dan kebetulan barang-barang alkohol. Kita bisa lihat fenomena Marocco yang memproduksi wine.

Karenanya, jika ada pernyataan bahwa MBS akan melegalkan alkohol, maka itu pasti tidak terlepas dari upaya peningkatan ekonomi Saudi. Sebagai catatan, dalam kehidupan dunia yang semakin rumit dan juga terutama kehidupan ekonomi dan politik internasional, maka persoalan konsumsi alkohol akan menjadi perbicangan yang tidak hanya soal halal dan haram, namun lebih luas dari keduanya.

Syafiq Hasyim, Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Revitalisasi Peran NU dalam Menjaga NKRI dari Geliat Radikalisme

Ming Okt 23 , 2022
Khilafah.id – KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam esainya, Tugas NU dan PKB dalam Politik Nasional, pada 6 Desember 2004, pernah membuat pernyataan yang mungkin membuat sebagian orang tersedak: “…ada kecenderungan pengurus NU adalah orang yang kalah saing dalam PKB, yang membuat mereka lalu berorientasi politik praktis.” Benarkah Gus […]
NU Radikalisme