Depolitisasi Agama; Menyelamatkan Islam dari Manipulasi Kaum Radikal-Teroris

Depolitisasi Agama

Khilafah.id – Pernyataan Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid beberapa waktu lalu bahwa terorisme merupakan gerakan manipulasi dan eksploitasi agama kiranya merupakan benar adanya. Selama ini, tidak ada kelompok yang paling getol mempolitisasi agama demi tujuan kekuasaan kecuali kelompok radikal-terorisme.

Kelompok teroris membajak agama demi tujuan pragmatis mereka, yakni menggulingkan pemerintahan yang sah demi merebut tampuk kekuasaan. Strategi yang mereka lakukan ialah mencekoki umat dengan doktrin keagamaan konservatif yang berkarakter intoleran dan anti-perbedaan. Selanjutnya mereka memprovokasi masyarakat agar membangkang pada pemerintahan yang sah.

Puncaknya, ketika umat dan masyarakat telah terpikat oleh propaganda tersebut, maka kelompok radikal akan menebar teror dan kekerasan atas nama agama. Tujuannya ialah menciptakan kekacauan sosial dan instabilitas politik. Di tengah kekacuaan dan instabilitas itulah mereka akan merangsek ke depan dan mengambil alih kendali kekuasaan.

Ini artinya, terorisme tidak pernah berdiri sendiri apalagi muncul begitu saja tanpa didahului dengan sejumlah gejala. Salah satu gejala awal merebaknya terorisme di sebuah negara ialah manakala agama mulai dijadikan sebagai komoditas politik untuk menjustifikasi tindakan-tindakan yang mengarah pada pembangkangan alias subversifme.

Gejala politisasi agama itu pula yang tampak dalam lanskap keberagamaan di Indonesia dalam satu dekade belakangan. Fenomena politisasi agama tidak bisa dipandang semata sebagai bagian dari dinamika demokrasi. Sebaliknya, fenomena politisasi agama merupakan indikasi awal dari serangkaian manuver kaum radikal-teroris yang memiliki agenda tersembunyi. Yaitu menggulingkan pemerintahan yang sah melalui jalur kekerasan atas nama agama.

Dalam konteks inilah, penting kiranya menggulirkan wacana depolitisasi agama. Yaitu upaya menjauhkan agama dari upaya manipulasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk meraih kekuasaan politik. Depolitisasi agama bertujuan untuk membersihkan agama dari kepentingan-kepentingan politik kekuasaan. Ringkas kata, depolitisasi agama ialah upaya membentengi agama dari kepentingan politik.

Depolitisasi agama berbeda dengan nalar sekulerisme. Sekulerisme berangkat dari asumsi bahwa antara agama dan politik ialah dua hal yang terpisah dan tidak ada kaitannya sama sekali. Depolitisasi agama tidak dimaksudkan untuk menyokong argumen sekulerisme. Paradigma depolitisasi agama berangkat dari keyakinan bahwa agama idealnya menjadi dasar pijakan moral dan etika dalam berpolitik, bukan justru menjadi alat politik untuk meraih kekuasaan.

Gagasan tentang depolitisasi agama ini pernah diusung oleh mendiang Gus Dur. Menurutnya, agama ialah tatanan nilai, bukan institusi yang harus diformalkan apalagi distrukturkan secara politis. Maka, Gus Dur keras menentang ide negara Islam dan formalisasi syariah yang menurutnya justru mengkhianati prinsip universalitas Islam.

Pemikiran Gus Dur itu terilhami oleh gagasan Abdul Karim Soroush. Menurut Soroush, Islam idealnya tidak melulu dipahami sebagai sebuah identitas apalagi ideologi. Islam seharusnya dipahami sebagai sebuah sistem nilai universal yang bisa berdampingan dengan kebudayaan dan peradaban apa pun.

Ketika dipahami sebagai sebuah sistem nilai universal, Islam akan menunjukkan wajah yang adaptif pada kemajemukan. Sebaliknya, ketika dipahami sebagai identitas apalagi ideologi, Islam akan menampakkan wajah yang intoleran, agresif, dan arogan pada kemajemukan.

Gagasan depolitisasi agama ini penting digaungkan kembali sebagai bagian dari upaya menyelamatkan Islam dari manipulasi, eksploitasi, dan politisasi yang dilakukan kaum radikal-teroris.

Di tangan kaum radikal-teroris, agama kehilangan elan vitalnya sebagai kekuatan transformatif yang mewujudkan kemaslahatan bagi kemanusiaan. Sebaliknya, di tangah kaum radikal-teroris, agama menjadi alat propaganda untuk memprovokasi, mengadu-domba, dan memotivasi orang berbuat destruktif.

Tindakan manipulasi, eksploitasi, dan politisasi agama oleh kaum radikal-teroris itu tidak diragukan telah menodai kesucian Islam. Maka, pernyataan Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid ihwal terorisme sebagai gerakan manipulasi dan eksploitasi agama itu kiranya menjadi momentum untuk membangun kesadaran pentingnya mengembalikan agama ke khittahnya sebagai sumber nilai universal.

Kita harus mengambalikan fungsi dan peran agama sebagai ruang spiritual dan intelektual. Di saat yang sama, kita harus membebaskan agama dari belenggu kepentingan ideologis dan politis. Terutama yang dilakukan oleh kaum radikal-teroris.

Siti Nurul Hidayah, Peneliti pada “Center for the Study of Society and Transformation”, alumnus Departemen Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Stigma Negatif Pemimpin Perempuan, Tradisi Teroris Khilafah?

Sel Mar 29 , 2022
Khilafah.id – Berbicara mengenai perempuan seolah berbicara mengenai manusia kedua atau manusia cadangan, manusia lemah dan manusia yang cengeng terutama oleh para teroris. Sejarah mencatat Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Hal tersebut menjadi mitos pendiri inferioritas (rendah diri) perempuan dan kita tahu efek bencana yang ditimbulkan oleh konsep jenis […]
perempuan teroris