Gus Baha: Perlawanan Terhadap Komoditisasi Dakwah

Khilafah.id – Kemarin saya menghadiri acara Hari Ulang Tahun ke-20 Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) yang didirikan oleh pakar tafsir, Prof. Quraish Shihab. Acara ini dihadiri oleh dewan pakar dan tokoh nasional, dan yang paling dinanti-nantikan adalah kehadiran ulama sekaligus penceramah kondang, Gus Baha. Para muhibbin Gus Baha mulai memadati area Pesantren Bayt Al-Qur’an.

Dalam acara tersebut, Gus Baha menyampaikan materi tentang pentingnya tasbih dengan gaya yang cukup renyah dan lugas. Ia memulai dengan menyampaikan kekesalannya terhadap malaikat yang memprotes Tuhan karena berencana menciptakan manusia, meskipun malaikat itu sudah bertasbih. Dengan guyon, Gus Baha mengungkapkan keinginannya untuk mencari malaikat yang memprotes tersebut di akhirat kelak. Para muhibbin pun tertawa mendengar celotehannya.

Gus Baha menambahkan bahwa protes malaikat seolah-olah tidak mempertimbangkan bahwa di masa depan akan ada PSQ, yang menjadi media untuk mengkaji Al-Qur’an atau yang disebut dengan “tafsir”. Lagi-lagi para muhibbin tertawa mendengar celotehannya. Kemudian, Gus Baha menegaskan bahwa protes malaikat tidak selalu benar, karena mereka menganggap manusia berpotensi merusak bumi. Faktanya, tidak semua manusia melakukan kerusakan seperti yang diprediksi.

Ceramah Gus Baha kali ini cukup singkat, hanya sekitar tiga puluh menit. Biasanya, beliau berceramah selama dua hingga tiga jam. Meskipun singkat, karena ceramahnya yang mengalir dan penuh makna, apa yang disampaikan tetap berbobot dan bermanfaat. Hal ini menunjukkan bahwa ceramah yang disampaikan dengan hati akan diterima dengan baik oleh pendengar. Hal ini penting dijadikan contoh bagi para penceramah lain agar selalu melibatkan hati dalam berdakwah.

Berbicara tentang penceramah, saya teringat dan merasa geram ketika mendengar ceramah yang disampaikan dengan nada provokatif. Ceramah seperti ini biasanya datang dari pengikut paham radikal yang gemar mengkampanyekan khilafah dan dakwah khurafat. Mereka menyampaikan dakwah dengan cara yang kaku di negara pluralis seperti Indonesia. Padahal, dakwah yang baik harus disesuaikan dengan kebutuhan pendengarnya.

Para penceramah sebaiknya meniru gaya dakwah Gus Baha yang santai dan relevan. Lebih dari itu, mereka juga perlu meneladani cara dakwah para Wali Songo, yang berhasil mengislamkan sebagian besar penduduk Indonesia. Ini membuktikan bahwa dakwah yang menggugah hati, seperti yang dilakukan oleh Wali Songo, mampu menyentuh masyarakat. Sayangnya, metode dakwah semacam ini mulai dilupakan oleh para penceramah masa kini. Kenapa?

Banyak pendakwah zaman sekarang yang menjauh dari metode dakwah Wali Songo karena motivasi mereka berbeda. Dakwah kini sering dijadikan komoditas atau bisnis, bukan sebagai sarana menyebarkan ajaran Tuhan yang ramah dan moderat. Saya pernah membaca sebuah postingan Facebook dari seorang pendakwah yang mengeluh karena bisyarah atau honor dakwahnya dianggap terlalu sedikit, tidak cukup untuk transportasi dan kebutuhan lainnya.

Membaca postingan yang cukup sensitif itu, saya merasa malu membandingkannya dengan Wali Songo, yang tidak pernah meminta bayaran dalam berdakwah. Mereka tidak pernah mengeluh atau menyerah meski tanpa honor. Padahal, Wali Songo menghabiskan banyak waktu untuk mengajak masyarakat Indonesia memeluk Islam. Bayangkan, seandainya Wali Songo menjadikan dakwah sebagai komoditas, dakwah mereka mungkin tidak akan berhasil. Mereka mungkin akan mendapatkan uang, tetapi tidak akan berhasil menyadarkan masyarakat akan ajaran agama yang benar.

Dalam Islam, sangat ditekankan pentingnya niat yang benar sebelum berdakwah. Niat seseorang akan menentukan hasil yang ia capai. Jika dakwahnya hanya untuk mencari uang, maka yang ia peroleh hanya uang. Namun, jika dakwahnya diniatkan untuk menyebarkan nilai-nilai agama, maka ia akan mendapatkan pahala sekaligus materi. Hentikan komersialisasi dakwah, karena hal ini merusak esensi dakwah itu sendiri. Contohlah Gus Baha dan Wali Songo, yang berdakwah dengan niat berbagi, bukan mencari uang.

Sebagai penutup, dakwah yang dikomersialisasi tidak akan membuahkan muhibbin atau pengikut yang mencintai pendakwahnya. Sebaliknya, dakwah yang disampaikan dengan niat jihad fisabilillah akan membawa pendakwah bertemu dengan muhibbin yang tulus mencintainya. Pertanyaannya, apakah para pendakwah hari ini lebih memilih cinta atau uang?[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag., Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional.

Redaksi Khilafah.ID

Next Post

Korban Bullying Bisa Jadi Teroris, Mengapa Begitu?

Sel Okt 1 , 2024
Khilafah.id – Selama ini, kasus terorisme selalu dibaca dari sudut pandang nasionalisme dan sisi keagamaan. Seseorang yang tidak memiliki nasionalisme dan keagamaan yang baik, maka ia berpotensi masuk dalam lubang hitam terorisme. Pembacaan kasus terorisme lebih banyak berkutat di area ini. Sayangnya, di lapangan, kasus terorisme sangat kompleks. Di banyak […]
Bullying

You May Like