Khilafah.id – Semakin banyak peristiwa tutur memperhatikan kesantunan, maka akan meningkatkan harmoni sosial masyarakat. Pascapemilu 2024, kita seakan terjebak dalam fenomena disintegrasi sosial. Kita terseret dalam rutinitas demokrasi dalam bingkai perbedaan dukungan calon presiden dan calon wakil presiden hingga menjadi pemarka sosial. Lantas, kapan sebenarnya kedewasaan pesta demokrasi kita akan terbentuk?
Kita seolah gemar dengan diksi propaganda antarpendukung yang tidak jarang mengakibatkan retaknya harmoni sosial antarmasyarakat. Padahal, diksi maupun tuturan seharusnya dapat kita jadikan sebagai perekat harmonisasi sosial masyarakat. Sebagai contoh sederhana fenomena cuitan di media sosial Tiktok terkait perburuan takjil warga Muslim dan non-Muslim sukses mengikis propaganda serta meleburkan berbagai identitas sosial dalam baur kemajemukan yang harmonis.
Dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam UUD 1945 memiliki implikatur dan falsafah bahwa seluruh masyarakat Indonesia harus meleburkan seluruh identitas pribadi maupun kelompok dalam dinamika kesatuan dan kemajemukan bangsa. Sayangnya, hal ini belum terdistribusi dalam perilaku dan sikap kebahasaan sehingga perlu upaya dan kesadaran kolektif para penutur bahasa terhadap fungsi dan kedudukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Fenomena sosial kebahasaan
Ilmu bahasa sering kali dianggap parsial dalam dinamika sosial, padahal bahasa memiliki peranan sentral dalam aspek sosial kemasyarakatan. Bahasa hanya dikenal sebagai alat komunikasi semata. Padahal, bahasa memiliki hubungan erat terhadap perwujudan perilaku masyarakat. Hal ini tergambar dalam proses penggunaan bahasa sebagai alat interaksi antaranggota masyarakat sehingga menjadikan suatu sistem dan memiliki aturan-aturan yang saling berkaitan.
Maka, diperlukan pengetahuan yang baik mengenai kaidah-kaidah yang mengatur perilaku penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Dalam hal ini pihak yang dimaksud ialah penutur dan mitra tutur.
Pemahaman serta penggunaan kaidah kebahasaan dilakukan melalui keruntutan tuturan, pemilihan diksi yang tepat, gestur, dan intonasi agar terjalin kesepahaman maksud dalam komunikasi. Dengan demikian, upaya tersebut akan menjadikan penutur bahasa memiliki kepekaan terhadap perilaku berbahasa yang santun.
Bersikap sopan dan santun adalah salah satu budaya di Indonesia yang patut diterapkan pada setiap proses komunikasi dengan orang lain, baik dalam aspek tuturan maupun tulisan. Tuturan mampu mencerminkan perilaku dan budi pekerti manakala dipergunakan dengan baik serta mematuhi berbagai prinsip kesantunan. Akan tetapi, hal sebaliknya, apabila kita menggunakan tuturan yang serampangan akan menjadikan polemik dalam tatanan sosial.
Hal ini pula yang tertuang dalam amanat konstitusi kita pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pada Pasal 25 bagian 2 yang menegaskan bahwa bahasa Indonesia selain menjadi jati diri dan identitas bangsa, bahasa ini dijadikan sebagai sarana pemersatu berbagai suku bangsa. Dengan demikian, uraian atas penggunaan bahasa yang baik dalam proses komunikasi antarmasyarakat telah ditetapkan untuk perwujudan harmoni sosial kemasyarakatan.
Perilaku tutur
Identitas sosial masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi norma-norma kebudayaan perlu dianut dan diterapkan agar saat berkomunikasi tidak sekadar menyampaikan pesan atau mengungkapkan gagasan, tetapi juga mengandung unsur kesantunan. Pengungkapan unsur kesantunan ini merujuk terhadap peristiwa berbahasa pada penciptaan situasi yang baik dan menguntungkan bagi mitra tutur.
Penggunaan bahasa yang santun terkait dengan dua hal, yaitu pilihan kata dan gaya bahasa. Kemampuan seseorang memilih kata dapat menjadi salah satu penentu santun tidaknya bahasa yang digunakan. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek yang baik.
Pengungkapan perilaku kebahasaan dapat diwujudkan dengan (a) memperhatikan situasi, (b) memperhatikan lawan tutur, (c) memperhatikan cara menyampaikan pesan, (d) memperhatikan norma yang berlaku di masyarakat, (e) memperhatikan ragam bahasa yang akan digunakan, dan (f) menjaga martabat ataupun perasaan mitra tutur.
Dengan demikian, peristiwa tuturan ini akan menjadikan perilaku bahasa yang akan berdampak terhadap keharmonisan masyarakat. Semakin tinggi penerapan perilaku bahasa tersebut, maka semakin tinggi pula harmoni masyarakat akan terjalin.
Perilaku bahasa yang santun menjadi urgensi di Indonesia sebab Indonesia memiliki berbagai latar budaya dan bahasa daerah yang menjadikan rentan terjadi kesalahpahaman proses bertutur dan rentan mengakibatkan konflik. Belum lagi kesengajaan tuturan propaganda yang memang dicipta untuk merongrong kemajemukan dan keharmonisan bangsa Indonesia.
Pembentukan karakter
Proses pembelajaran bahasa Indonesia yang dimulai di sekolah dasar hingga universitas belum memberikan efek besar dalam penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi masyarakat. Hal ini terbukti pada laman sdip.dpr.go.id yang merilis bahwa tahun 2023 saja pemerintah telah menemukan hampir tiga juta konten negatif di media sosial yang di antaranya konten ujaran kebencian.
Jelas ini menjadi garapan serius di tengah hiruk-pikuk perkembangan bangsa. Banyak dari kita hanya terobsesi untuk melatih anak/peserta didik memenuhi puncak kecerdasan matematika semata (logic-mathematical intelligence), padahal dalam proses interaksi sosial kemasyarakatan seharusnya kita lebih mengutamakan kecerdasan bahasa (linguistic intelligence) dalam rangka penerapan komunikasi antarmasyarakat.
Semakin banyak peristiwa tutur yang memperhatikan kesantunan, maka akan menimbulkan budaya bertutur baru di masyarakat. Dengan demikian, setiap penutur bahasa dalam segala jenjang usia dan stratifikasi sosial masyarakat akan menumbuhkan kesadaran terhadap norma bahasa (awareness of the norm) dalam seluruh kegiatan penggunaan bahasa (language use).
Semoga dengan upaya tersebut menjadikan perilaku berbahasa baru di masyarakat untuk menjadikan perubahan sosial kebahasaan hingga pada puncaknya menjadikan semakin meningkatnya harmoni sosial masyarakat menuju Indonesia bermartabat.