Inilah Tiga Peran Guru untuk Mencegah Intoleransi di Indonesia

Guru

Khilafah.id – Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan komponen inti dalam menyiapkan masa depan generasi bangsa. Guru tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) saja namun juga membentuk kepribadian siswa.

Begitu besar peran guru dalam membentuk kepribadian siswa sampai-sampai ada pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Pepatah ini menunjukkan bahwa siswa tidak saja menyerap ilmu pengetahuan yang disampaikan lisan/tulisan oleh gurunya. Para siswa akan menyerap dan meniru kepribadian yang ada pada keseharian gurunya. Adagium lain mengatakan “satu teladan lebih baik dari pada seribu nasihat”.

Dengan kata lain, guru merupakan sosok yang sangat menentukan kepribadian dan nasib generasi muda. Kaitannya dengan intoleransi, guru memiliki peran yang sangat besar dalam pencegahannya. Kepribadian dan pengajaran guru yang intoleran akan menjadikan siswa menjadi intoleran. Sementara, jika sikap dan ajaran yang disampaikan guru bernuansa teduh maka siswa pun akan menjadi pribadi yang toleran.

Di sini setidaknya ada 3 (tiga) peran utama guru dalam pencegahan intoleransi. Pertama, guru memiliki kepribadian yang luhur. Sebagaimana pembahasan di atas, pribadi guru akan sangat menentukan kepribadian siswa. Maka dari sinilah untuk mencegah intoleransi pada siswa, maka guru harus memiliki kepribadian yang luhur dalam setiap keadaan. Guru harus selalu toleran dalam menghadapi siswa yang sangat beragam.

Sikap guru terhadap siswa tidak saja dirasakan di dalam fisik siswa namun juga akan masuk ke dalam sanubari. Hati siswa akan merasakan bahagia manakala guru mampu mengelola perasaan sehingga selalu bisa berperilaku positif terhadap para siswa. sebaliknya, apabila guru selalu terbawa emosi dalam berinteraksi dengan siswa, maka para siswa akan merasakan kesedihan hati.

Perasaan senang ataupun sedih yang dialami tidaklah berhenti pada diri siswa. Perasaan ini akan tersimpan dalam memori siswa sehingga suatu ketika akan muncul kembali dan menuntut raga untuk mengekspresikannya. Energi bahagia yang dirasakan siswa suatu ketika akan muncul kembali dan menuntut dirinya untuk bisa membahagiakan orang lain.

Alhasil, ia akan menjadi pribadi yang positif dan selalu bisa membahagiakan orang-orang di sekitarnya. Sementara, siswa yang selalu mendapatkan energi negatif dari guru juga akan mengeluarkan memori negatif dalam bentuk gerak raga. Karena hatinya sedih, maka raga pun akan berperilaku negatif sehingga ia akan dengan mudah berbuat intoleran terhadap sesama.

Kisah mengajar yang dialami oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, perlu menjadi bahan renungan setiap guru agar selalu bersikap positif. Abdul Mu’ti mengisahkan bahwa dirinya pernah 1 (satu) kali marah dalam mengajar. Dan kemarahan ini selalu membayang-bayanginya, betapa dirinya telah merasa kurang tepat dalam mengajar.

Suatu ketika, dalam kondisi fisik yang lelah karena baru saja terbang dari luar kota, ia mendapati salah satu mahasiswanya ditanya malah ganti meminta dirinya mengulang pertanyaan. Kondisi ini membuat dirinya merasa tidak berkenan sehingga memarahi mahasiswa yang akhirnya keluar kelas.

Beberapa kali pertemuan tatap muka di kelas, mahasiswa yang dimarahi Abdul Mu’ti tidak masuk. Namun demikian, Abdul Mu’ti tercengang manakala dirinya mengetahui kemampuan mahasiswanya. Ia adalah mahasiswa terbaik hingga dalam ujian pun ia mendapatkan nilai terbaik.

Bermula dari sinilah, Abdul Mu’ti merenung betapa dirinya tidak pantas untuk marah saat mengajar. Ia berpikir bahwa mahasiswa tidak memperhatikan dirinya bukan karena tidak menghormati guru ataupun tidak cinta terhadap ilmu. Ia tidak memperhatikan karena merasa bosan dengan materi dan cara penyampaian.

Kisah ini mengajarkan kepada setiap guru bahwa kepribadian tidak mengenakkan siswa di dalam kelas tidak selamanya karena kesalahan siswa. Benar kata pepatah, tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Begitulah sikap siswa. Ia bersikap negatif bisa saja karena dilatarbelakangi oleh gurunya. Dan guru harus selalu introspeksi diri. Tidak cukup dirinya hanya memiliki niat baik mengajar kepada siswa, namun juga harus dibarengi dengan cara-cara yang sesuai dengan kemampuan dan kemauan siswa.

Kedua, guru memiliki mengajarkan kebaikan. Untuk mencegah siswa tidak memiliki sifat intoleran maka guru bisa memberikan materi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Di negara yang plural seperti Indonesia, siswa membutuhkan materi pelajaran yang menghargai sesama. Dalam pelajaran kenegaraan, mereka mesti mendapatkan materi pelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi Indonesia.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika mesti tertanam kuat di dalam sanubari setiap siswa. Dasar-dasar agama betapa manusia diciptakan Tuhan berbeda-beda untuk saling mengenal dan tolong-menolong harus ditanamkan kuat-kuat. Dasar-dasar negara dan agama ini menjadi penting karena akan menjadi pijakan para siswa untuk menentukan kepribadian hidup dimasa yang akan datang.

Ketiga, guru mengajar atas nama Tuhan. Poin ketiga ini sering kali dilupakan oleh guru. Padahal, poin ini sangat besar dampaknya bagi siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak akan mungkin tercapai hasilnya manakala tidak mendapat izin dari Tuhan. Lebih-lebih terkait kepribadian. Ada orang yang sukses belajar namun pada akhirnya bersikap intoleran. Ini juga bisa terjadi lantaran guru mengajar tidak berdasar pada Tuhan.

Guru yang mengajar atas nama Tuhan akan memiliki semangat tinggi dalam mengajar. Ia selalu merasa diawasi Tuhan yang akan memberikan pahala besar manakala dirinya bisa menjadi guru yang terbaik. Dengan mengajar atas nama Tuhan, ia juga takut untuk mengajar hanya sekedar menggugurkan tugas karena Tuhan akan menghukum. Sehingga di sini, guru akan selalu berusaha maksimal mengajar siswa dengan sebaik-baiknya. Bahkan, ketika sudah di rumah, di tengah keheningan malam, ia akan bersujud kepada Tuhan. Sambil meneteskan air mata , ia bermunajat kepada Tuhan agar para siswa menjadi pribadi yang sukses dunia hingga akhirat.

Wallahu a’lam.

Anton Prasetyo, Pengurus Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta.

Redaksi Khilafah.ID

Next Post

Guru Hebat, Indonesia Kuat: Memperkokoh Ketahanan Ideologi dari Dunia Pendidikan

Sel Nov 26 , 2024
Khilafah.id – Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak pendidikan. Tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat” menggambarkan dengan jelas bagaimana keberhasilan bangsa bergantung pada kualitas guru. Guru tidak hanya mengajar ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter generasi penerus bangsa. Salah satu tantangan utama […]

You May Like