Khilafah.id – Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT RI Mayor Jenderal TNI Roedy Widodo, Kamis (29/9/2024) menyatakan bahwa penyintas atau korban aksi terorisme bisa berdamai dengan mantan pelaku tindak pidana terorisme (napiter). Secara khusus, Roedy mengimbau mereka saling damai dengan napiter yang sudah mengikuti program deradikalisasi atau mitra deradikalisasi BNPT.
Rupa Kebijakan Tentang Terorisme
Pemerintah melalui putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 103/PUU-XXI/2023 telah memberikan ruang bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan hak-hak mereka melalui pengajuan permohonan. Hal tersebut dianggap sebagai perwujudan dari komitmen negara terhadap pemulihan korban tindak pidana terorisme.
Menurut Jenderal TNI Roedy Widodo, kedua belah pihak (pihak korban dan teroris) harus saling rekonsiliasi. “Kami ingin membangun komunikasi yang damai, menghargai, dan memaafkan,” sebutnya. Pertanyaannya, apakah semudah itu keluarga korban memaafkan orang yang telah berani membunuh puluhan orang secara keji dan sengaja?
Maksud BNPT mungkin baik memakai bahasa “rekonsiliasi”. Bahasa ini kiranya menjadi tali antara penyintas dan eks teroris sebagai mitra deradikalisasi untuk memupuk ikatan persaudaraan dan memaafkan kesalahan masa lalu. Namun faktanya di lapangan tidak semudah itu. Banyak pihak korban masih trauma akan kejadian bom yang menimpa keluarga korban. Bahkan mereka makin ketakutan lagi apabila teroris yang membunuh keluarga mereka justru diberi tempat terbaik oleh pemerintah Indonesia.
Yang Retak Tak Mungkin Kembali
Negara mengajak membangun hubungan baik dengan mantan pelaku terorisme adalah satu hal. Tetapi negara secara serampangan membuat atau mengimbau untuk melupakan kejadian tragis akibat teror adalah hal lain. Bagi korban, nyawa hilang tak mungkin terganti kembali. Luka-luka di badan tak bisa diamplas atau dioperasi kembali layaknya sedia kala. Semua yang cacat dan retak tak mungkin sama kembali.
Yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana negara memastikan terorisme tidak terjadi kembali di Indonesia. Karena itu negara harus memastikan para mantan napiter untuk meninggalkan masa lalu kelam mereka dan bangkit menjadi pribadi yang lebih baik.
Mengembalikan kesadaran para mantan napiter dan calon teroris urgen dalam konteks Indonesia hari ini. Sebab “musim semi terorisme” bisa jadi datang kembali. Pasalnya, teknologi AI meningkat pesat dan makin canggih, serta memungkinkan konten dan ajaran radikal membanjiri linimasa calon teroris.
Titik inilah yang menjadi krusial bagi warga Indonesia. Di satu sisi masyarakat masih belum paham apa itu teknologi dan kegunaan digital seperti Tiktok, IG, Telegram, FB, dan AI. Sementara kelompok teroris sudah menguasai semua media paling canggih sekalipun.
Musim Teroris: Negara Pernah Kecolongan
Tak dapat dipungkiri Indonesia sudah hampir kecolongan akan teroris yang diternak dari teknologi. Ditambah lagi, tahun ini, kita diserbu oleh serangkaian genosida dan terorisme yang dilakukan oleh Israel dan lainnya. Dari fakta ini, saya rasa, gelombang arus terorisme global akan berefek kepada Indonesia. Dengan fakta teror atas nama agama di negara Timur Tengah, masyarakat yang sudah tertanam lama ideologi kekerasan khawatir bangkit dan bersuara kembali.
Harus jujur dikatakan negara sering kecolongan akan tindakan para teroris. Negara selalu satu langkah di belakang teroris. Ini karena negara tidak menyadari dan mengabaikan proses pembekuan gerakan dan organisasi, atau tingkat kecerdasan yang mereka mulai geluti.
Belajar dari masa lalu, negara harus satu langkah di depan teroris. Sebab strategi dan api ideologi teroris tak akan pernah mati karena ajaran “jihad” mereka sudah disakralisasi. Organisasi dan gerakan mereka memang sebagian sudah diamputasi. Tapi fakta berkata lain, gerakan mereka sekarang lebih canggih, tanpa berkelompok, tanpa amir, dan hanya memakai drone dan remote control.
Apa yang harus dilakukan? Masyarakat tetap harus meningkatkan kewaspadaan akan ajaran radikalisme dan terorisme, agar generasi saat ini atau bonus demografi di masa mendatang agar terbebas dari virus ideologi mematikan. Untuk negara, kita hanya berharap mereka lebih serius dalam menangani soal radikalisme dan terorisme ini. Kendati tidak datang lagi musim semi terorisme di NKRI ini.