Pergeseran Keagamaan di Indonesia Pasca Reformasi, Ustaz Hijrah Berideologi Khilafah Marak?

Wacana Keagamaan pasca Reformasi

Khilafah.id – Sungguh merasa sanksi jika melihat dinamika keagamaan hari ini. Semua bertumpuk pada wadah yang namanya media sosial. Di sana, citra diri dirayakan, pesona kealiman dimodifikasi, kebobrokan ditambal sulam, dan emosional seseorang tentang agama dipurbakan. Sesuatu yang privat menjadi publik. Kepemilikan diri menjadi kepemilikan publik. Tak ada privasi. Yang ada sensasi. Kemudian hilanglah harga diri. Kemudian mati.

Lihatlah, siapakah hari ini yang mendominasi pengkhatbah keagamaan di media sosial? Paham apa yang dipromosikan? Siapa jejaringnya dan bagaimana penyebarannya? Siapa ustaz keagamaan yang paling digemari anak muda, aktris, dan tokoh publik di media sosial?

Nama Felix Siauw bertengger di puncak sana: media sosial (lihat hasil riset PPIM 2020). Ia menjadi kampium yang menviralkan paham keagamaan kanan. Bahkan Felix Siauw banyak berjejaring dengan ustaz-ustaz serupa. Sehingga logisnya, yang konservatif lebih konservatif. Dan konsekuensinya, pengikutnya menjadi penggema ajaran-ajaran konservatif agama lebih radikal. Lantas Indonesia semerbak ekstremisme agama.

Hasil riset PPIM Jakarta 2020 membuktikan, bahwa selama 2009-2019, narasi keagamaan di media sosial lebih didominasi konservatisme kanan (67,2 persen), moderatisme (22,2 persen), liberalisme (6,1 persen), dan islamis (4,5 persen). Demikianlah, pemilik narasi keagamaan masih berada pada ustaz-ustaz muda yang lihai berbahasa agama yang kekinian dan dekat dengan media digital.

Apakah hanya Felix Siauw satu-satunya ustaz pengedar ajaran “kanan” yang memiliki panggung besar di media sosial, juga di dunia nyata? Apakah hanya dirinyalah ustaz yang paling digemari anak-anak muda perkotaan? Bagaimana sebenarnya keberadaan lenggam dakwah muslim urban mutakhir? Pertanyaan itu dijawab secara kontan oleh Abraham Zakky Zulhazmi dalam buku Wacana Keagamaan di Indonesia Pasca Reformasi (2020).

Dinamika Muslim Perkotaan

Lenggam dakwah muslim perkotaan mengaung dengan reposisi yang dimilikinya. Solo contohnya. Zakky berhasil melihat Solo, ada ragam komunitas-komunitas yang memantik edaran paham kanan masuk dan mencoba membumi di kota Solo. Komunitas Jaga Sesama Solo dan #YukNgaji Solo sangat representatif menggambarkan fenomena perkembangan dakwah komunitas hijrah tersebut.

Ada banyak ustaz hijrah yang didatangkan hadir ketika ada acara-acara penting seperti Solo Hijrah Day. Di antaranya, ada nama-nama seperti ustaz Ridwanullah, Hawaariyyun, Husain Assadi, Fuadh Naim, Shifrun dll. Dari sana memantik orang berduyun hadir sampai mampu mencapai angka dua ribuan orang (halaman 13).

Dengan menyajikan kemasan kajian-kajian populer, dan menghadirkan pendakwah-pendakwah muda, serta memilih tema-tema kajian menarik, kemudian disebarkan melalui pamflet atraktif, menurut Zakky, menjamurlah komunitas hijrah di berbagai kota besar Indonesia. Termasuk di kota Solo.

Tapi yang lebih memantik hati anak muda berhijrah, kendati konsumerisme tambah menguat, sesungguhnya ketika yang hadir mengisi kajian-kajian hijrah itu adalah salah satu ustaz yang secara finansial sukses. Melampaui dari sekadar urusan teologis, viral dan modis, anak-anak muda lebih terinspirasi terhadap orang yang sacara nyata sukses: finansialnya cemerlang. Kendati, gema doa dan garakan hijrah dianggap berhasil, ketika salah satu orang menunjukan kesuksesannya. Nantinya ia dijadikan patron bahwa berhijrah selain mendekatkan diri kepada Tuhan, juga bisa mendapatkan kesuksesan material.

Kendati itu, temuan Zakky, terjelaskan ketika ada anggota preman ingin belajar agama. Ia bisa mengaku bertobat dari kenakalannya saat menjajaki dunia. Termasuk juga ketika secara mendadak, anak muda ini, berubah penampilan busananya: yang dulunya memakai celana sobek-sobek, kini memakai celana cingkrang dan jenggot dipanjangkan. Ini terjadi bukan hanya pada preman, tetapi pada siswa, mahasiswa, artis, dan secara umum muslim perkotaan, juga pedesaan.

Pergeseran Keagamaan

Secara pelan-pelan, terlihat bahwa komunitas hijrah mengubah pola kehidupan beragama di Indonesia. Tampilan pakaian nomer wahid, kemudian memilih tokoh yang ngartis, dan memilih tempat-tempat yang wah fantastis.

Lihatlah umat beragama hari ini, selain menjadi konservatif, praktik yang dikejar dan dirindukan bukan sesuatu tempat yang dekat pada tempat/orang/lingkungan kehidupannya. Melainkan Makkah, Madinah dan seluruh isi dan pedoman argumentasinya. Meski sudah berkali hilir mudik Indonesia-Makkah Madinah. Mereka harus sesegera kembali dengan kupon gratis atau tak mau ngantre di loket trevel haji, dengan satu alasan: merindukan rumah Nabi. Makkah seakan-akan menjadi Las Vegasnya umat beragama.

Maka itu, agama tampak komodifikasi, artifisal dan simbolik. Ia menghindar dari praktik zaman Nabi. Bassam Tibi melihat, kegandrungan itu salah satu penyebab mengemukanya islamisme. Sayangnya, yang mempraktikkan itu bukan orang kampung. Melainkan orang-orang moncer yang berlebih

Atas itu, perlu kesadaran semua pihak. Monetisasi konten perlu digerakkan. Memilih ustaz di media sosial sungguh perlu diperhatikan. Dan ustaz-ustaz ampuh NU dan MU perlu memberi jalan alternatif demi perkembangan keagamaan di media sosial yang lebih humanis. Adanya konservatisme agama bukan karena wafatnya tokoh-tokoh keagamaan moderat di Indonesia. Melainkan banyak tokoh agama yang memilih diam, dan ditinggalkan zamannya.

Identitas Buku

Judul: Wacana Keagamaan di Indonesia Pasca Reformasi

Penulis: Abd. Halim, dkk

Penerbit: IAIN Surakarta Press

Tebal Buku: 226 halaman

Cetakan: Desember 2020

ISBN: 978-602-0864-79-2

Peresensi: Agus Wedi.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Tiga Khitah Sumpah Pemuda Masa Kini untuk Merdeka dari Penjajahan Khilafah

Kam Okt 28 , 2021
Khilafah.id – Secara kontekstual, ada tiga khitah sumpah pemuda yang perlu dipegang oleh muda-mudi milenial. Sebab, ini akan menjadi pijakan untuk bangkit-melawan radikalisme-terorisme. Misalnya yang pertama, mendedikasikan jiwa dan raganya untuk setia membela NKRI dari ancaman para perusak-nya. Kedua, menjadikan NKRI sebagai tata-etika simbolis untuk menyatukan berbagai perbedaan. Ketiga, menjadikan […]
Sumpah Pemuda