Proyek Khilafahisasi dan Labirin Wahabisme di Dunia Pendidikan Kita (2/2)

Proyek Khilafahisasi dan Labirin Wahabisme di Dunia Pendidikan Kita (2/2)

Khilafah.id – Dalam tulisan sebelumnya, Labirin Wahabisme di Dunia Pendidikan Kita, saya menyebut beberapa sekolah dan pondok punya Wahabi. Saya belum memperlihatkan bagaimana Wahabi menyusupkan ideologinya. Sehingga dalam rutinitas harian siswa-santri berdampak luas terhadap dunia masyarakat yang menyebabkan kontestasi.

Marilah kita lihat ideologi Wahabi yang sudah tertanam kuat di sekolah dan pesantren. Jika kita pernah tinggal atau paling tidak numpang salat di masjid pesantren-pesantren di bawah naungan ideologi Wahabi, maka kita akan sangat merasakan perbedaan. Baik mulai dari busana, bacaan, shaf, serta azannya.

Wahabi di Pendidikan

Di dalam dunia pendidikan, Wahabi ini sangat keras dalam menancapkan ideologinya. Anak-anak di bawah asuhan ustaz Wahabi tidak diperkenankan membaca buku atau kitab-kitab lain, selain yang mereka sediakan. Literatur-literatur mereka adalah literatur dari kalangan Wahabi yang memuat ajaran yang sangat keras. Kitab-kitab Ibn Taimiyah dan Abdul Wahab menjadi bacaan wajib.

Maka tidak heran jika nantinya siswa dan santrinya setelah keluar menjadi orang yang radikal. Fazlur Rahman, dalam buku Islam (1984) mendeskripsikan ajarannya sebagai “sayap kanan ortodoksi yang ekstrem”. Ideologi ini berjalan di atas hamparan jalan yang membelah tapi disatukan oleh bayang-bayang ajaran Ibnu Taimiyah (wafat 1328) dan Hanbali. Dari ini kalangan ini mendeklarasikan pemurnian ajaran Islam.

Sampai saat ini, mereka mengampanyekan dan mendaku kelompok yang paling benar. Mereka percaya bahwa dunia dan agama harus dihadapi dengan kembali secara fundamental kepada Al-Qur’an dan Sunnah (Karen Armstrong, buku Sejarah Islam (2014).

Mereka secara keras mempraktikkan bahwa semua kumpulan-ajaran yang dikenalkan oleh kaum sufi, kaum mistik Islam, dan fiqih harus dihanguskan. Menurutnya, Islam wajib murni dari ajaran-ajaran “menyimpang” seperti yang telah dinikmati di Madinah pada abad ketujuh.

Wahhab dan pengikutnya mengutuk kepercayaan populer pada kekuatan para wali sebagai wasilah (perantara) dan mengutuk pemujaan terhadap makam para Imam.

Mereka selalu merasa lebih superior dengan sikap arogansi diri yang di dalamnya terkandung perasaan selalu benar ketika berhadapan dengan kelompok atau pendapat orang lain. Kelompok Wahabi bahkan tidak kenal kompromi terhadap sesama agamanya. Apalagi kepada agama yang lain.

Wahabi memang bukan teroris. Tetapi ajarannya digit lagi jadi teroris. Dan terbukti, tiga murid salah satu pesantren di Cirebon, yang beraliran Wahabi, menjadi pelaku bom bunuh diri di Masjid Kantor Polresta Cirebon, bom di JW Marriot dan Gereja Bethel di Solo.

Kontraproduktif dengan Al-Qur’an dan Sunah

Jika kita periksa ajaran Wahabi, justru bertentangan dan bertolak belakang dengan Al-Qur’an dan Hadis. Selain sangat konservatif, pemahaman Wahabi menyesatkan dan mengafirkan muslim lain yang ajarannya “tidak sepaham” dengan yang mereka anut. Dalam sejarahnya, bahkan Sultan Utsmani karena tidak sejalan dengan visinya tentang Islam yang benar, mereka dianggap murtad dan layak dihukum mati (Karen Armstrong, 2014).

Berbagai kerancuan terjadi pada ideologi Wahabi. Menurut banyak peneliti dengan ajaran demikian, Wahabi justru menggerus otoritas ajaran Islam. Bukan membela Islam atau ingin mengembalikan ajaran Islam kepada kejayaan yang sesungguhnya.

Prof Dr Ali Gomaa (ulama besar Al-Azhar Mesir), Prof Dr Yusuf Qaradhowi (pemikir terkemuka Qatar asal mesir), Prof Dr Abdullah al-Ghimari (guru besar ilmu hadis Maroko), Abdullah al-Harari al-Habasyi (guru besar hadis Australia asal Habasyah) menyebutkan bahwa mereka kontrapoduktif dengan ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad.

Namun demikian, pemikiran Wahabi ini sangat digandrungi oleh anak muda mutakhir. Terutama di pengajian-pengajian masjid kampus. Mereka sudah menyebar di berbagai Negara dan mempunyai banyak karya yang bisa memunculkan benih pemikiran radikal. Bahkan sekolah dan pondok, secara nyata mereka telah bersaing dengan pondok modern lainnya. Dengan demikian, labirin Wahabi di Indonesia akan tetap berlangsung selama ada orang yang menerimanya.

Agus Wedi, Peminat Kajian Sosial dan Keislaman.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Sel-sel Kelompok Khilafah NII (2); Pecah Kongsi dan Genealogi Kelompok Teror

Jum Des 17 , 2021
Khilafah.id – Sel-sel DI atau NII lumpuh setelah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (SMK) dieksekusi pada 1962. Penerusnya pecah ke dalam dua kubu. Kubu pertama pasif, kubu kedua aktif. Kubu pertama menganggap perjuangan telah selesai. Tidak perlu lagi angkat senjata. Tidak perlu merekrut orang. Mereka tetap meyakini kewajiban pendirian negara Islam. Tetapi […]
Sel-sel NII