Syech Abdul Halim Mahmoud: Sang Ilmuwan dan Tokoh Perdamaian

Abdul halim

Khilafah.id – Syech Abdul Halim Mahmoud adalah salah satu pemikir Islam asal Mesir yang telah banyak melakukan perubahan dan tatanan sosial masyarakat, terutama di dunia pendidikan di Mesir khususnya di Universitas Al Azhar dan dunia Islam lainnya. Atas kiprahnya, ia mendapat julukan sebagai pemimpin umat Islam. Selain kiprah akademis, Ia juga turut membantu menyelesaikan sejumlah masalah yang dihadapi umat Islam, bukan saja di dalam negerinya tetapi juga di negara-negara Arab lainnya termasuk di beberapa negara Islam yang dilanda berbagai masalah. Hampir seluruh hidupnya dicurahkan untuk pendidikan dan agama serta kemajuan umat Islam.

Sejak kecil ia sudah menghapal Alquran dan menekuni ilmu-ilmu agama di kampungnya hingga ia melanjutkan pendidikan di Uniersitas Al Azhar dan setelah itu melanjutkan pendidikan ke Perancis. Ia termasuk  salah satu Grand Syech Al Azhar yang memiliki prestasi gemilang dalam mengembangkan lembaga pendidikan Al Azhar yang tidak terbatas di ibukota, tetapi juga ke berbagai provinsi di Mesir. Dan yang paling pentng dicatat bahwa dialah yang  berhasil mengembalikan posisi Al Azhar sebagaimana sebelumnya dan menjadi  lembaga pendidikan yang independen, credible dan dihormati di kalangan universitas lainnya, bukan saja di dunia Arab tetapi di seluruh negara-negara Islam.

Dalam satu kisah disebutkan bahwa setelah ia kembali dari luar negeri selang beberapa tahun setelah menjabat beberapa posisi penting di Mesir, ia ditunjuk oleh Presiden Jamal Abdul Nasser untuk memimpin Al Azhar, namun kendali tetap berada di bawah kekuasaan pemerintah. Sikap Jamal Nasser tersebut ditentang keras oleh Syech Abdul Halim Mahmoud dan menegaskan bahwa ia lebih memilih mengundurkan diri sebagai Grand Syech jika kendali tetap berada pada pemerintah.

Abdul Halim Mahmoud menginginkan sebuah perubahan besar-besaran pada Universitas Islam tertua dunia tersebut seperti semula yang memiliki kewenangan tersendiri dalam mengatur segala urusannya sehingga Al Azhar mampu menyaingi sejumlah Universitas lainnya. Sikap tegas tersebut membuat pemerintah Mesir memutuskan untuk mengembalikan seluruh kewenangan kepada Grand Syech untuk mengatur segala yang terkait dengan Al Azhar mulai dari administrasi, pendidikan dan dakwah Islam.

Ia lahir di daerah Abu Hamad, provinsi Sharqiya Mesir pada tahun 1910 dan wafat pada tahun 1978 di Cairo, Mesir. Masa kecilnya ia menekuni pendidikan agama atas bimbingan orang tuanya dan belajar di Universitas Al Azhar hingga menyelesaikan program Doktornya dalam bidang Aqidah Filsafat. Karena ia tidak puas dengan ilmu yang telah didapat di Al Azhar, ia kemudian melanjutkaan pendidikan ke Universitas Sorbone Perancis dengan biaya sendiri dan berhasil meraih gelar  Ph.D dari Universitas tersebut.

Setelah kembali dari Perancis ia mendapat tugas sebagai pengajar di Fakultas bahasa Arab, Universitas Al Azhar Mesir. Dari sinilah ia memulai karirnya hingga menduduki beberapa posisi penting  baik di pemerintahan maupun di lingkungan Al Azhar dan posisi yang palinng pentingnya diraihnya ketika ia terpilih sebagai Grand Syech Al Azhar.

Sebagai seorang imam atau pemimpin, ia merasa bertanggungjawab untuk membantu menyelesaikan berbagai problema yang dihadapi umat Islam baik di dalam negerinya maupun di luar negeri baik yang terkait dengan kehidupan sosial maupun politik. Syech Abdul Halim Mahmoud sangat vocal memperjuangkan hak-hak orang Islam dan berusaha menanamkan nilai-nilai keislaman dalam setiap perundang-undangan yang dihasilkan oleh pemerintah Mesir. Kepada pemerintah ia meminta agar undang-undang perceraian yang diberlakukan pemerintah Mesir disesuaikan dengan ajaran Islam. Demikian pula hak-hak seorang istri dan suami harus merujuk kepada peraturan Islam.

Bukan saja itu, Syech Abdul Halim Mahmoud melakukan ekspansi kegiatan-kegiatan Al Azhar seperti pembentukan Pusat Penelitian dan ekspansi proyek-prouek Al Azhar hingga ke sektor-sektor ekonomi yang kemudian menjadi sumber dana Al Azhar untuk membiayai mahasiswa-mahasiswa dari berbagai negara yang belajar di Universitas tertua itu.

Dalam dunia politik ia tidak tinggal diam, selain menyelesaikan sejumlah masalah yang dihadapi umat Islam di Mesir ia juga turut memberikan konstribusi pemikiran dalam penyelesaian dua konflik terbesar di dunia Arab pada tahun 70an; pertama konflik antara Marokko dengan Al jazair yang memperebutkan Padang Sahara Barat dan kedua konflik komunal yang terjadi di Libanon yang mengakibatkan negara itu hancur selama bertahun-tahun. Ia melihat bahwa kedua konflik tersebut bukan saja merugikan umat Islam akan tetapi juga mengancam stabilitas kawasan.

Karena itulah, ia meminta kepada kedua pihak yang bertikai Marokko dan Al jazair agar duduk menyelesaikan masalah yang ditinggalkan oleh Spanyol dan mendesak pemimpim-pemmpin Arab agar turut menyelesaikan masalah tersebut dan membantu agar segera menghentikan pertumpahan darah yang terjadi di padang Sahara Barat termasuk mendesak pemerintah Mesir agar memainkan peran penting dalam penyelesaian masalah tersebut.

Demikian pula dalam memandang masalah yang muncul di Libanon, ia meminta kepada pihak-pihak yang bertikai agar menyelesaikan perselisihan politik secara damai. Upaya tersebut  bukan saja berhasil menghentikan pertumpahan darah di antara kedua negara yang sama-sama Muslim, tetapi juga telah berhsil mempersatukan sikap negara-negara Arab /Liga Arab dalam menyelesaikan masalah  Padang Sahara Barat dan masalah Libanon.

Selain aktivitas sosial-politik, Syech Abdul Halim Mahmoud juga dikenal produktif dalam bidang keilmuan keislaman. Beberapa hasil karya beliau yang ditinggalkan yang masih dapat ditemukan di sejumlah perpustakaan  di Mesir antara lain; Islam dan Akal (Al islam Wal Aql), Eropa dan Islam ( Euroba wal Islam), Bersama para Nabi dan Rasul (Maal Anbiya warrusul),  Sikap Islam terhadap seni, ilmu dan filsafat (Maqiful islam minal fanni wal ilm wal falsafah) dan sejumlah kita-kitab lainnya yang masih menjadi rujukan utama di kalangan mahasiswa dan akademisi.

Suaib Tahir, Pengajar di kampus dan organisasi.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Tepo Seliro: Basis Kultural Membendung Arus Ideologi Transnasional

Ming Nov 27 , 2022
Khilafah.id – Istilah tepo seliro memang berasal dari sosiologi masyarakat Jawa. Namun demikian, spirit tepo seliro sebenarnya tidak hanya dimonopoli oleh orang Jawa. Spirit tersebut dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia. Secara harfiah, tepo seliro dimaknai sebagai sikap tenggang rasa. Yakni sikap toleran pada perbedaan identitas dan pandangan yang ada di […]
Tepo Seliro