Urgensi MUI Memperbarui Fatwa Lama tentang Terorisme

Fatwa Terorisme

Khilafah.id – Infiltrasi teroris di tubuh MUI kemarin, dengan penangkapan seorang anggotanya, yang mengejutkan banyak pihak, melahirkan analisis panjang tentang masa depan terorisme di Indonesia. Sejumlah pihak meyakini, terorisme bukan sistem sporadis. Jemaah Islamiyah dan Jemaah Ansharut Daulah bukan kelompok teror yang bisa dianggap ringan. Persoalan besarnya ialah jika MUI saja masih kecolongan teroris, bagaimana dengan lembaga lainnya?

MUI, dalam pusaran perdebatan lalu, adalah otoritas yang diakui banyak pihak. Tidak peduli bahwa MUI merupakan warisan Orde Baru untuk memanfaatkan umat Islam, memori kolektif telah tertanam bahwa MUI menjadi representasi lembaga negara; betapapun ia tidak memiliki fatwa mengikat sebagaimana Mufti di Malaysia. NU dan Muhammadiyah sendiri, meskipun besar, karena alasan tadi, secara simpati masyarakat masih belum sama dengan MUI.

MUI memegang peran kunci dalam urusan keberagamaan di Indonesia. Karena itu, lembaga tersebut tidak hanya berkewajiban untuk melindungi internal, tetapi juga wajib mengarahkan umat Islam dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan untuk mawas diri dari bahaya laten terorisme. Fatwa MUI tentang Terorisme No. 3 Tahun 2004 kemudian memerlukan telaah ulang; juga perlu fatwa baru yang lebih detail tentang terorisme dan segala yang berkaitan dengannya.

Urgensi MUI memperbarui fatwa lama tentang terorisme adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Fatwa yang lama, disusun hampir dua dekade yang lalu, telah usang sehingga infiltrasi terorisme masih marak. Hal ini yang perlu menjadi pertimbangan bersama, bahwa pergerakan kelompok teror yang semakin kompleks harus disambut dengan kebijakan dengan tingkat mitigasi ekstra. Tentu saja ini di luar cara-upaya mitigasi dengan pendekatan militeristik.

Misalnya, hari ini, fatwa baru yang dibutuhkan adalah fatwa yang dimulai dari pengenalan radikalisme-terorisme serta seluruh aspeknya. Ruang lingkup, motif, filantropi atau pendanaan, dan dampak terorisme harus ter-include dengan jelas dan detail, sehingga tidak ada lagi alibi yang membuat MUI dan seluruh lembaga terkena infiltrasi teroris. Modus operandi teroris juga masuk dalam fatwa, sehingga masyarakat sangat mengenalnya.

Dengan demikian, ada dua alasan mengapa fatwa baru MUI tentang terorisme menjadi perkara yang mendesak. Pertama, ketidaksepahaman masyarakat tentang terorisme di Indonesia. Selama ini yang paham tentang terorismelah yang paling aktif melakukan mitigasi, sementara yang tidak paham justru bersikap abai. Bahkan beberapa kalangan menyangsikan eksistensi terorisme dengan menuduhnya pengalihan isu belaka.

Hal itu terjadi lantaran masyarakat tidak memahami duduk perkara terorisme. Ketidaksepahaman ini juga disebabkan dua hal, yaitu tiadanya tolok ukur yang jelas dan fatwa spesifik hal-ihwal terorisme serta pengaruh indoktrinasi teroris itu sendiri. Yang terakhir ini maksudnya adalah bahwa tidak sedikit dai-dai yang berafiliasi kelompok teror mencekoki masyarakat suatu doktrin agar mereka tak percaya terorisme, sehingga tidak pernah berinisiatif untuk ikut melawannya.

Kedua, dinamika terorisme. Kelompok teror sangat ahli beradaptasi. Gerakan bawah tanah mereka sangat susah terdeteksi, bahkan yang sudah terang-terangan seperti pemanfaatan kotak amal sebagai dana teror pun terdeteksi baru beberapa bulan yang lalu, setelah dana mereka terkumpul miliaran. Karena alasan ini, Fatwa MUI tentang Terorisme No. 3 Tahun 2004 bisa jadi tidak lagi relevan dengan perkembangan taktik terorisme itu sendiri.

Maka urgensitas membangun formula baru yang komprehensif, yakni fatwa MUI tentang terorisme yang teraktual, menemukan relevensinya. Masyarakat harus paham betul apa itu terorisme dan segala yang berkenaan dengannya. Masyarakat tidak boleh simpang-siur dalam memandang terorisme, sebab akan menghambat lanju kontra-terorisme di satu sisi dan semakin menyemarakkan indoktrinasi terorisme di sisi lainnya. Sehingga, edukasi masyarakat menjadi sangat krusial.

Dengan demikian, urgensi MUI memperbarui fatwa lama tentang terorisme harus segera mendapat respons. Fatwa barus mesti segera disusun, disahkan, diumumkan, dan disosialisasikan sebagai bagian dari kontra-terorisme. MUI menempati otoritas tertinggi di masyarakat dalam hal fatwa, sekaligus diproyeksikan untuk membersihkan nama MUI kepada sejumlah masyarakat yang kadung menuduh MUI sebagai sarang teroris.

Jadi, bagaimana Para Pembaca Harakatuna, apakah kalian setuju MUI segera mengeluarkan fatwa baru tentang terorisme? Redaksi Harakatuna menunggu tulisan kalian tentang topik terkait dalam pelbagai rubrik yang telah tersedia.

Tulisan ini merupakan repost dari Editorial Harakatuna.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Belajar Kerukunan; Bagaimana Islam Mengaturnya? (Bagian-I)

Jum Des 10 , 2021
Khilafah.id – Manusia ditakdirkan Allah sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam […]
Kerukunan