Yang Bangkit Lagi Itu PKI Apa HTI?

PKI

Khilafah.id – Atas nama polusi udara Jakarta, saya bersaksi bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit lagi.

Hanya dalam jangka waktu sehari saja, di sela-sela saya menjalani aktivitas di Jakarta dan sekitarnya, saya melihat bagaimana PKI bangkit lagi.

Saya akan menyampaikan satu demi satu kesaksian.

Saya memulai aktivitas di Depok. Pagi hari saya memesan ojol menuju Stasiun Depok. Saya mendapatkan pengemudi ojol dengan cepat. Saya sudah menunggu lama dan titik pengemudinya masih saja di sana. Saya coba menghubunginya dan tidak dibalas sama sekali. Pasti dia PKI.

Saya akhirnya sampai juga di stasiun Depok. Saya mengeluarkan kartu multi trip. Tapi tak bisa digunakan. Ternyata saldonya habis. Saya benar-benar sedang buru-buru. Saya berjalan cepat ke loket. Ternyata antri panjang. Pasti orang-orang yang antri itu PKI.

Saya sudah berada di peron stasiun. Kereta jurusan Jakarta Kota tidak kunjung muncul. Sudah beberapa kereta yang lewat dan hanya menuju Jatinegara. Saya benar-benar sedang butuh cepat sampai tujuan. Pasti kereta itu PKI.

Saya sudah berada dalam kereta menuju Jakarta Kota. Keretanya sangat ramai sekali. Saya berdesak-desakan dengan penumpang lain. Saya ingin sekali duduk di kursi penumpang, tapi sudah penuh. Mereka yang lebih dulu duduk di sana pasti PKI.

Ketika pintu kereta dibuka. Orang yang ingin keluar dan ingin masuk beradu dan berebutan. Seseorang yang mendesak keluar menyikut rusuk saya dan saya merasakan sakit sekali. Pasti sikut orang itu juga masuk PKI. Pendingin udara di dalam kereta itu tidak sanggup memberi kesejukan kepada manusia yang penuh-sesak. Pasti orang yang membuat pendingin udara itu PKI.

Saya turun di Cikini dan botol minuman dingin saya ketinggalan di kereta. Pasti orang yang menjual minuman itu kepada saya sebelumnya itu adalah PKI. Saya berjalan dari stasiun Cikini ke Taman Ismail Marzuki sambil menghitung-hitung sisa uang receh di dalam saku. Beberapa keping uang itu terjatuh dan berserakan di trotoar. Salah satunya masuk ke comberan. Pasti yang membuat trotoar itu PKI.

Saya mengumpulkan kembali uang receh itu tanpa membersihkannya dan kemudian memasukkannya begitu saja ke dalam saku tas. Ternyata saku tas saya jadi kotor. Saya mencari tisu dan saya tidak menemukan tisu. Pasti produsen tas saya dan penjual tisu yang biasanya sering saya lihat di sekitar sana juga PKI.

Saya melihat sebuah tiang listrik dan saya tanyakan di mana tempat jual tisu. Tiang listrik itu diam saja. Pasti tiang listrik itu PKI.

Sambil berjalan, saya membuka media sosial. Ada beberapa pemberitahuan pesan masuk di media sosial saya. Tapi, sinyal jelek sekali. Padahal saya penasaran dari siapa pesan masuk tersebut. Tapi sinyal jelek membuat saya tidak bisa mengetahuinya. Orang yang sinyal hapenya oke-oke saja pasti PKI.

Saya sampai di TIM dengan keringat membasahi baju saya. Saya lupa makai deodoran. Bau ketiak saya menganggu sekali. Ketiak saya pasti PKI. Saya terlambat ikut rapat yang sudah dijanjikan. Saya melihat jam menunjukkan keterlambatan saya 30 menit. Orang yang menciptakan angka 30 pasti PKI.

Teman saya menanyakan mengapa saya terlambat. Ia bicara dalam bahasa Inggris yang fasih. Saya jawab bahwa saya terlambat bangun pagi. Saya menjawab dalam bahasa Indonesia dan teman saya tidak bisa menerima alasan keterlambatan saya yang terlalu sepele. Bahasa Indonesia pasti PKI.

Saya mengikuti rapat dengan khidmat. Teman saya berkali-kali menanyakan pendapat saya dan saya tidak fokus karena masih mengantuk akibat begadang. Kantuk saya pasti PKI. Ketika rapat sudah selesai, saya baru teringat poin-poin yang saya sampaikan. Ketika saya akan mangacungkan tangan, pimpinan rapat sudah mengetuk meja tiga kali dan mengucapkan assalamualaikum sebagai tanda rapat sudah selesai. Ketukan meja dan assalamualaikum itu pasti juga PKI.

Saya pulang rapat dan karena macet membuat saya malas buru-buru pulang, saya pun singgah di rumah teman di Kalibata. Pintu pagarnya dikunci. Pasti tukang las di seluruh dunia PKI.

Dunia semakin mengerikan. PKI ada di mana-mana. PKI itu pasti juga PKI.

Heru Joni Putra, Sastrawan.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Atha Abu Ar-Rasythah: Amir dan Mujtahid Koplak HTI

Sab Okt 9 , 2021
Khilafah.id – Sebenarnya yang menganggap Atha Abu Rusytah sebagai mujtahid, hanya Ismail Yusanto dan kawan-kawannya. Mayoritas ulama dari Maghribi sampai Merauke tidak mengenalnya, apalagi menganggapnya sebagai mujtahid. Memang ada sedikit peminat pemikiran dan politik Islam mengenalnya secara samar-samar, sebagai sebagai Amir Hizbut Tahrir, namun bukan sebagai mujtahid dalam pengertian syar’i. […]
Abu