Islam Kaffah, Islam Moderat, dan Islam Ekstrem

islam kaffah

Khilafah.id – Dalam tulisan sebelumnya sudah dijelaskan tentang istilah Islam kaffah dan Islam moderat yang kemungkinan besar memang banyak orang salah memahami. Untuk mengulangi secara singkat Islam kaffah merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan cara berislam yang kaffah (isim hal). Sementara Islam moderat digunakan untuk menjelaskan karakter atau sifat berislam yang moderat (washaty) (isim shifat). Keduanya memiliki sumber dalil yang jelas dan tidak ada yang meragukan.

Perlu digaris bawahi bahwa keduanya hanya istilah yang didasarkan pada sumber ayat dan hadist Nabi. Istilah untuk memudahkan dalam memahami Islam. Islam kaffah dan Islam moderat bukan jenis Islam, tetapi istilah dari cara memahami Islam. Bukan persoalan Islam kaffah lebih islami karena memakai istilah Arab, sementara Islam moderat pesanan asing karena memakai istilah barat.

Ada lagi yang muncul dan sering disalahpahami, yaitu istilah Islam ekstrem. Sekali lagi istilah ini sejatinya disandarkan pada cara memahami dan berislam yang ekstrem, bukan sifat Islam itu sendiri yang ekstrem. Dari manakah istilah ini muncul?

Ekstremisme dalam beragama bukan hal baru. Al-Quran banyak menyinggung dengan memperingatkan umat terdahulu dengan larangan berlebih-lebihan (ghuluw) dalam beragama. Misal dalam Surat Al Maidah ayat 77 dan Surat an-Nisa ayat 171 yang menjelaskan larangan untuk beragama secara ekstrem. Karenanya, Islam menegaskan diri sebagai umat yang moderat (washaty).

Dalam sebuah hadist Nabi memerintahkan umatnya untuk menjauhi sikap ekstrem. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Jauhilah ghuluw (sikap ekstrem) dalam agama, karena yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ghuluw dalam agama.” (Hadis riwayat Ahmad).

Jadi, istilah ekstrem atau beragama secara ekstrem bukan suatu karangan dan rekayasa untuk memojokkan kelompok tertentu, tetapi memang ada rujukan jelas agar tidak masuk dalam kelompok ekstrem. Ekstremisme beragama adalah cara yang telah dipraktekkan umat-umat sebelum Islam yang menyebabkan mereka menjadi binasa.

Apakah umat Islam bisa jadi terjerat dalam sikap ekstrem? Bisa sangat mungkin terjadi. Karena itulah Rasulullah selalu memberikan gambaran cara beragama yang mudah dan tidak memberatkan agar tidak terjebak pada sikap yang ekstrem seperti kaum-kaum terdahulu.

Bagaimana dan lantas seperti ukuran praktek beragama yang ekstrem? Dalam sebuah hadist dari Ibnu Abbas Nabi pernah minta kerikil untuk keperluan melempar jumrah. Lantas, salah satu sahabat mengambilkan Nabi dengan kerikil ukuran batu ketapel. Nabi berkata : terima kasih, mirip seperti ini. Hindarilah berlebih-lebihan dalam beragama, karena sesungguhnya berlebihan (ghuluw) dalam agama telah membinasakan orang sebelum kalian (HR An Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).

Hadist ini memberikan gambaran dalam praktek pemikiran dan tindakan. Batu kerikil yang sedang, bukan harus batu besar biar keliatan besar dan mantap atau kerikil kecil biar mudah melempar jumrah. Dalam praktek beribadah, ibadah harus disesuaikan dengan kebutuhan fisik, tidak usah terlalu memberatkan, tetapi juga tidak memandang remeh ibadah.

Apakah umat Islam bisa jadi terjerat dalam sikap ekstrem? Bisa sangat mungkin terjadi. Karena itulah Rasulullah selalu memberikan gambaran cara beragama yang mudah dan tidak memberatkan agar tidak terjebak pada sikap yang ekstrem seperti kaum-kaum terdahulu.

Islam tidak pernah mengenal kerahiban sebagaimana umat terdahulu. Orang shaleh beragama tidak harus menghindari dunia dengan tidak menikah dan memberatkan diri dalam beragama. Nabi ketika mendengar sahabat dengan praktek beragama yang memberatkan dan melebih-lebihkan menegurnya dengan mengatakan : badanmu mempunyai hak dan keluargamu mempunyai hak. Tidak semuanya dicurahkan dalam ibadah yang berlebihan.

Karena itulah, dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah Nabi bersabda : “Sesungguhnya agama ini itu mudah. Tidak seorangpun yang menyikapi agama dengan keras kecuali ia akan terkalahkan, maka berlakulah lurus, mendekatlah, bergembiralah.” (HR Bukhari).

Lalu, apakah ada golongan umat yang mempraktekkan dengan cara berislam yang ekstrem. Tentu saja ada. Prediksi Nabi tentang keberadaan kelompok ini sudah dinyatakan sebelum Nabi meninggal :

“Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim).

Golongan ini adalah kelompok ekstrem dalam sejarah Islam. Mereka rajin beribadah dan fasih membaca al-Quran. Namun, mereka suka menabur fitnah sesama umat Islam. Dalam sejarah Islam bibit itu diawali dengan munculnya kelompok Khawarij. Mereka menganggap pelaku dosa besar sebagai kafir. Mereka memperkenalkan slogan “ la hukma Ila Allah” atau yang dikenal dengan ayat tahkim. Dari mereka muncul para kelompok ekstremis yang membunuh sesama umat Islam dengan dalih kafir, bahkan anak muda mereka racuni untuk membunuh seorang khalifah, Ali bin Abi Thalib.

Dari sejarah tersebut kita mengetahui memang ada kelompok ekstrem dalam Islam. Dalam hadist Nabi sudah diprediksikan. Dalam sejarah awal Islam sudah terbukti. Dan dalam sejarah masa kini mereka akan terus bergentayangan. Corak berpikir yang melampaui batas (ekstrem) dan suka mengkafir-kafirkan sesama muslim dan melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan Islam. Al-Quran bukan menjadi rahmat, tetapi di tangan mereka menjadi bencana.

Jadi, istilah Islam ekstrem di sini merujuk pada kelompok yang berislam dengan melampaui batas. Istilah ini bukan pesanan asing, aseng dan Barat. Tetapi justru untuk menyelematkan anak muda muslim tidak masuk dalam kelompok seperti ini. Ibnu Muljam, adalah anak muda yang membunuh Khalifah yang sudah teracuni pemikiran esktrem Khawarij.

Karena itulah, berislam harus berdasarkan pada sumber dan dalil yang benar. Jangan asal beribadah dan memahami sendiri dan merasa dirinya menjadi sangat lebih Islami dari pada yang lain. Seolah paling banyak ibadah dan memberat-beratkan diri dalam urusan agama, tetapi tidak mempunyai sandaran dalil dan guru yang kredibel.

Nur Alviatin, Penulis lepas.

Redaksi Khilafah.ID

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Kader Ulama Harus Jadi Pelopor Moderasi Beragama di Masyarakat

Kam Agu 31 , 2023
Khilafah.id – Ulama atau tokoh agamawan merupakan panutan dari masyarakat, sehingga dalam setiap ucapan dan tindakan harus selalu berhati-hati dan didasarkan pada kemaslahatan umat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bekasi menggelar program pendidikan bagi para ulama-ulama muda yang akan menjadi generasi penerus dari para ulama di wilayah Bekasi dan sekitarnya. Penjabat […]
kader ulama

You May Like